Jumat, 13 Juli 2012

Julukan Pengikut Salafussholeh?

Julukan Pengikut Salafussholeh?

Prolog: Kini umat Islam sangat ketakutan (phobia) mendengar kata "salafussholeh", kini umat Islam termasuk para da'i  harokah/hizb alergi mendengar kalimat "dakwah bermanhaj salafushsholeh", padahal istilah itu seharusnya didukung dan dicintai oleh umat Islam .


Mengapa kita memakai Julukan Pengikut Salafussholeh. Apakah penamaan itu bukan termasuk ajakan kepada hizbiyah atau thaifiyah (seruan untuk berfanatik kepada kelompok tertentu) ataukah merupakan kelompok baru dalam Islam? Sesungguhnya istilah Salaf sudah dikenal dalam bahasa Arab maupun dalam syariat Islam. Namun yang kita utamakan disini adalah pembahasan nama tersebut dari segi syariat.
Mengapa kita memakai Julukan Pengikut Salafussholeh? apakah penamaan itu bukan termasuk ajakan kepada hizbiyah atau thaifiyah (seruan untuk berfanatik kepada kelompok tertentu) ataukah merupakan kelompok baru dalam Islam? Sesungguhnya istilah Salaf sudah dikenal dalam bahasa Arab maupun dalam syariat Islam. Namun yang kita utamakan disini adalah pembahasan nama tersebut dari segi syariat.

Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kematiannya, beliau berkata kepada Fathimah Radhiallahu anha: "Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu."

Dan para ulama pun sangat sering menggunakan istilah salaf sehingga terlalu banyak untuk dihitung. Dan cukuplah salah satu contoh yang biasa mereka gunakan sebagai hujjah untuk memerangi bid'ah: 'Segala kebaikan adalah dengan mengikuti jejak Salaf. Dan segala kejelekan ada pada bid'ahnya kaum khalaf '. Tetapi ada sebagian orang yang mengaku ulama (ahlul ilmi) menolak penisbatan (penyandaran) diri kepada Salafi ini. Mereka menganggap penisbatan ini tidak ada asalnya sama sekali! Menurut mereka, seorang muslim tidak boleh mengucapkan : "Saya pengikut para Salafus Shalih dalam segala apa yang ada pada mereka baik dalam beraqidah, ibadah maupun berakhlak."

Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini, kalau memang demikian yang mereka maksudkan, menunjukkan adanya tindakan untuk melepaskan diri dari pemahaman Islam yang shahih (benar) sebagaimana yang dipahami dan dijalani oleh salafus shalih dan pemimpin mereka Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam.

Seperti tersebut dalam hadits mutawatir yang terdapat dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lain bahwa Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Shahabatku), kemudian yang sesudahnya (Tabi'in), kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)".


Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh melepaskan diri dari penisbatan kepada Salafus Shalih. Sebab tidak mungkin para ulama akan menisbatkan istilah salaf kepada kekafiran maupun kefasikan. Sementara orang-orang yang menolak penamaan itu sendiri, apakah mereka tidak menisbatkan dirinya kepada salah satu madzhab yang ada? Baik madzhab yang berhubungan dengan aqidah maupun fiqih? Mereka ini kadang-kadang ada yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau Maturudiyah.

Ada pula yang menisbatkan dirinya kepada para ahlul hadits seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, atau Hambaliyah yang (kelima madzhab yang terakhir ini) masih termasuk dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Padahal orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau madzhab imam yang empat (al-Aimmah al-Arba'ah) tidak diragukan lagi bahwa mereka itu menisbatkan diri kepada person atau orang-orang yang tidak ma'shum (terpelihara dari kesalahan), meskipun diantara mereka terdapat ulama yang benar.

Alangkah lebih baik kalau sekiranya mereka mengingkari penisbatan kepada orang-orang yang tidak ma'shum tersebut. Adapun orang yang menisbatkan diri kepada salafus shalih, sesungguhnya dia telah menisbatkan dirinya kepada yang ma'shum (yakni Ijma' para shahabat secara umum). Nabi salallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutkan ciri-ciri Al-Firqah An-Najiyah (golongan yang selamat), yaitu mereka yang senantiasa berpegang kepada sunnah Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para Shahabatnya Ridhwanullah 'alaihim 'ajma'in.

Barangsiapa berpegang teguh kepada sunnah mereka, maka dia pasti akan mendapat petunjuk dari Rabbnya.
Penisbatan kepada salaf ini akan memuliakan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka dan akan menuntunnya dalam menempuh jalan Al-Firqah An-Najiyah. Sedangkan orang yang menisbatkan dirinya kepada selain mereka, tidaklah demikian keadaannya. Karena dalam hal ini dia hanya mempunyai dua alternatif.
Pertama, boleh jadi dia menisbatkan diri kepada seseorang yang tidak ma'shum.
Kedua, dia menisbatkan dirinya kepada orang-orang yang mengikuti madzab tersebut yang tentu saja tidak ada kema'shuman sama sekali.

Sebaliknya para shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam secara keseluruhan merupakan orang-orang yang terpelihara dari kesalahan. Dan kita telah diperintahkan untuk berpegang teguh kepada sunnahnya salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para shahabatnya. Hendaklah kita senantiasa konsisten terhadap pemahaman Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj (metode pemahaman) para shahabat. Agar kita tetap berada di dalam "al-'ishmah" (terlindung dari kesesatan) dan tidak menyimpang dari manhaj mereka, dengan memakai pemahaman sendiri yang sama sekali tidak didukung oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Kemudian, mengapa tidak cukup bagi kita dengan hanya menisbatkan diri kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah saja, tanpa pemahaman Salafus Shalih? Maka dalam hal ini ada dua sebab :
Pertama, sebab yang berhubungan dengan nash-nash syar'iah.
Kedua, sebab yang berhubungan dengan kenyataan yang ada pada kelompok-kelompok Islam.
Penjelasan.
1. Yang berhubungan dengan sebab pertama:
Kita temukan dalam nash-nash syar'iah, perintah untuk mentaati segala sesuatu yang disandarkan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri (ulama dan umara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (As-Sunnah), bila kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa:59)

Seandainya ada seorang Waliyul Amri (pemimpin kaum muslimin) yang telah dibaiat oleh kaum muslimin maka kita wajib taat kepadanya, sebagaimana kita wajib taat kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Meskipun dia dan para pengikutnya kadang-kadang berbuat salah. Kita wajib taat kepadanya untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena perselisihan tersebut, tetapi ketaatan itu harus dengan syarat yang sudah dikenal, yaitu:
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no.197)

Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman : "Barang siapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalannya Sabilil Mukminin (para shahabat), maka kami biarkan dia tenggelam dalam kesesatan (berpalingnya dia dari kebenaran) dan kami masukkan ke neraka Jahannam. Dan itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa':115)

Sungguh, Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Tinggi sehingga tidak mungkin Dia berkata tanpa faedah dan hikmah. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa penyebutan Sabilul Mukminin (jalannya orang-orang mukmin) dalam ayat ini mempunyai hikmah dan faedah yang sangat tinggi.

Penyebutan ini menunjukkan bahwa di sana ada suatu kewajiban yang sangat penting, yaitu : ittiba' kita terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah harus sesuai dengan manhaj yang dipahami dan dijalankan oleh generasi awal kaum muslimin, para shahabat ridhwanullah alaihim kemudian generasi berikutnya (para tabi'in), kemudian generasi berikutnya (tabi'ut tabi'in). Dan seruan inilah yang senantiasa dikumandangkan oleh Da'wah Salafiyah sekaligus menjadi rujukan utama mereka, baik dalam asas dakwah maupun dalam manhaj tarbiyah.

Sesungguhnya dakwah Salafiyah pada hakekatnya hendak menyatukan umat Islam, sedangkan dakwah-dakwah yang lain justru sebaliknya memecah-belah umat. Allah Ta'ala berfirman : "Dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar." (At-Taubah:119)

Maka barang siapa yang ingin memisahkan Al-Kitab dan As-Sunnah di satu sisi dan para Salafus Shalih di sisi lain, dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka selamanya dia tidak akan menjadi orang yang shadiq (benar).

2. Yang berhubungan dengan sebab kedua.
Kelompok-kelompok dan partai yang ada pada zaman ini tidak mau beralih secara total kepada Sabilul Mukminin yang tersebut pada ayat di atas, yang hal ini diperkuat oleh beberapa hadits. Antara lain hadits "Iftiraqul Ummah" (perpecahan umat) menjadi 73 firqah (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yang ciri-ciri mereka telah disebutkan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam : "Golongan itu ialah yang mengikuti sunnahku dan sunnah para shahabatku hari ini." (lihat : Silsilah Al-Hadits Ash-Shohihah, Syaikh Al-Albani no 203 & 1192)

Hadits ini serupa dengan ayat di atas (QS. An-Nisa: 115), dimana keduanya menyebutkan Sabilul Mukminin. Kemudian dalam hadits lain dari Irbadh bin Sariyah, Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku" (lihat: Irwa'ul Ghalil,Al-Albani no 2455)

Berdasarkan keterangan di atas, maka di sana ada sunnah yang harus kita pegang teguh yaitu sunnah Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, kita wajib kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Sabilul Mukminin (jalannya para shahabat). Tidak boleh kita mengatakan: "Kami memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman sendiri, tanpa memandang sedikitpun pada pemahaman Salafus Sholih."

Pada zaman sekarang ini, kita harus melakukan bara' (pemisahan diri) yang betul-betul bisa membedakan diri kita dengan golongan sesat lainnya. Tidak cukup bagi kita hanya dengan mengucapkan: "saya muslim" atau "madzhabku Islam", sebab golongan-golongan yang sesatpun menyatakan demikian. Seperti kaum Syiah Rafidhah, Ibadhiyyah, Qadiyaniyyiah (Ahmadiyah) maupun golongan-golongan sesat lainnya. Sehingga apa bedanya kita dengan golongan sesat tersebut?

Bila kita mengatakan : "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah." Ucapan ini masih belum cukup karena kelompok-kelompok (sesat) seperti Asy'ariyah, Maturudiyah, dan kaum Hizbiyah, mereka juga mengaku mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang serta dapat membedakan antara golongan yang selamat dengan golongan yang sesat ialah dengan mengatakan: "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih" atau lebih singkatnya: "Saya Salafi!"

Oleh sebab itu, sesungguhnya kebenaran yang tidak bisa disangsikan lagi ialah : tidak cukup kita hanya bersandar dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa tuntunan dari manhaj Salafus Shalih, baik dalam pemahaman dan pola pikir, dalam ilmu dan amal, maupun dalam dakwah dan jihad.

Kita semua mengetahui bahwa mereka semua (para Salafus Shalih ridhwanullah alaihim ajma'in) tidak fantaik terhadap satu madzhab atau kepada individu tertentu. Sehingga kita tidak pernah menemukan di antara mereka ada yang bersikap fanatik tergadap Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, ataupun Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhum.

Bahkan sebaliknya seorang diantara mereka jika memungkinkan untuk bertanya kepada Abu Bakar atau Umar atau Abu Hurairah, maka mereka akan bertanya kepadanya (tanpa memilih-milih). Semua itu mereka lakukan karena mereka meyakini bahwa tidak boleh seseorang memurnikan ittiba'nya kecuali kepada seorang yaitu Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam. Sebab beliau salallahu 'alaihi wa sallam tidaklah berkata menurut hawa nafsunya, melainkan hanyalah berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.

Kalaupun kita bisa menerima bantahan orang-orang yang mengkritik pemahaman salafi, sehingga kita cukup hanya menamakan diri dengan istilah muslim saja, tanpa menisbatkan diri kepada Salafus Shalih meskipun penisbatan tersebut merupakan penisbatan yang mulia dan shahih. Lantas apakah dengan demikian orang-orang yang mengkiritik itu bersedia melepaskan diri dari penamaan terhadap kelompok-kelompok, madzhab-madzhab, thariqat-thariqat mereka meskipun penisbatan itu semua tidak syar'i dan tidak shahih?

"Cukuplah bagimu perbedaan diantara kita ini. Dan setiap bejana akan memancarkan air yang ada di dalamnya." Allah lah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dan Dialah tempat meminta pertolongan.

 
Adalah suatu fenomena yang kita saksikan dan tidak bisa dipungkiri bahwasanya ummat Islam sudah terpecah belah menjadi beberapa golongan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri mengabarkan bahwasanya ummatnya akan terpecah menjadi 73 golongan (dan ini sudah terjadi), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yaitu orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para shahabatnya.
Akan tetapi, ketika ditanyakan kepada golongan-golongan tersebut, mereka menjawab bahwasanya mereka berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah bahkan masing-masing golongan menyatakan golongannyalah yang benar sedangkan yang lainnya salah/sesat, bersamaan dengan itu kita ketahui dan saksikan bahwa golongan-golongan tersebut satu sama lainnya saling bertentangan, bermusuhan bercerai-berai dan tidak berada dalam satu manhaj yang menyatukan mereka. Hal ini seperti dikatakan di dalam sya'ir: "Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila akan tetapi Laila tidak mengakuinya."
Untuk itu satu hal yang pasti bagi kita bahwasanya kebenaran itu hanya satu dan tidak berbilang yaitu golongan yang benar dan selamat hanya satu yaitu orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para shahabatnya (salaf) sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah dalam haditsnya yang mutawatir. Dengan kata lain golongan yang selamat tersebut adalah orang-orang yang memahami dinul Islam dengan pemahaman salafush shalih (manhaj salaf).
Sedangkan manhaj salaf adalah suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan tabi'ut tabi'in di dalam memahami dinul Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut Salafy atau As-Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As-Salafiyyun.
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: "As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf." (Siyar A'lamin Nubala` 6/21).
Kemudian di sini akan dikemukakan sebagian dalil-dalil yang menyatakan bahwa manhaj yang benar dalam memahami agama adalah manhaj salaf serta kewajiban bagi kita untuk mengikuti manhaj tersebut, yaitu:
1. Firman Allah subhanahu wa ta'ala :"Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat." (Al-Fatihah:6-7).
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata: "Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya�, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah (Syi'ah)." (Madarijus Salikin 1/72).
Hal ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami agama ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2. "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian." (Al-Baqarah:143).
Allah telah menjadikan mereka orang-orang pilihan lagi adil, mereka adalah sebaik-baik ummat, paling adil dalam perkataan, perbuatan serta keinginan mereka, karena itu mereka berhak untuk menjadi saksi atas sekalian manusia, Allah mengangkat derajat mereka, memuji mereka serta menerima mereka dengan penerimaan yang baik.
Dengan ini jelaslah bahwasanya pemahaman para shahabat merupakan hujjah atas generasi setelah mereka dalam menjelaskan nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah.
3. "Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Ali 'Imran:101).
Para shahabat adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada agama Allah, karena Allah adalah pelindung bagi siapa saja yang berpegang teguh kepada (agama)-Nya sebagaimana firman Allah: "Dan berpeganglah kalian pada tali Allah. Dia adalah pelindung kalian maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (Al-Hajj:78).
Dan telah dimaklumi bahwasanya perlindungan dan pertolongan Allah kepada para shahabat sangat sempurna, hal tersebut menunjukkan bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, mereka adalah orang-orang yang memberi petunjuk dengan persaksian dari Allah.
4. "Kalian adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah." (Ali 'Imran:110).
Allah telah menetapkan atas mereka keutamaan atas sekalian ummat, hal tersebut karena keistiqamahan mereka pada segala hal, karena mereka tidak akan melenceng dari jalan yang lurus, Allah telah bersaksi atas mereka bahwasanya mereka menyuruh kepada setiap yang ma'ruf, mencegah dari setiap kemunkaran, berdasarkan hal tersebut merupakan suatu keharusan bahwasanya pemahaman mereka merupakan hujjah bagi generasi setelahnya hingga Allah menetapkan putusannya.
5. "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa`:115).
Berkata Al-Imam Ibnu Abi Jamrah Al-Andalusi: "Para 'ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan generasi pertama dari ummat ini,�." (Al-Mirqat Fi Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37).
Syaikhul Islam berkata: "Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin-red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran." (Majmu' Fatawa 7/38).
Maksud ayat tersebut, bahwasanya Allah mengancam siapa saja yang mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin (dengan neraka Jahannam), maka jelaslah bahwasanya mengikuti jalannya para shahabat dalam memahami syari'at Allah wajib hukumnya, sedangkan menyalahinya merupakan suatu kesesatan.
6. "Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah:100).
Makna dalil tersebut, bahwasanya Tuhan manusia memuji orang-orang yang mengikuti manusia terbaik, maka diketahui dari hal tersebut bahwasanya jika mereka mengatakan suatu pandangan kemudian diikuti oleh pengikutnya pantaslah pengikut tersebut untuk mendapatkan pujian dan ia berhak mendapatkan keridhaan, jika sekiranya mengikuti mereka tidak membedakan dengan selain mereka maka tidak pantas pujian dan keridhaan tersebut.
7. "Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan:74).
Maka orang-orang bertaqwa secara keseluruhan berimam kepada mereka. Adapun taqwa merupakan kewajiban, di mana Allah dengan gamblang menyebutkannya dalam banyak ayat. Tidak memungkinkan untuk menyebutkannya di sini, maka jelaslah bahwa berimam kepada mereka wajib, adapun berpaling dari jalan mereka akan menyebabkan fitnah dan bencana.
8. "Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku." (Luqman:15).
Seluruh shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang kembali kepada Allah, maka Allah memberikan hidayah kepada mereka dengan perkataan yang baik, serta berbuat amal shalih.
Maka merupakan suatu kewajiban untuk mengikuti manhaj para shahabat dalam memahami agama Allah baik yang ada dalam Al-Qur`an ataupun As-Sunnah.
9. "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (As-Sajdah:24).
Sifat-sifat yang disebutkan pada ayat tersebut di atas adalah berkenaan dengan sifat-sifat para shahabat Nabi Musa 'alaihis salam, Allah mengabarkan bahwasanya Dia menjadikan mereka sebagai imam yang diikuti oleh orang-orang sesudah mereka karena kesabaran dan keyakinan mereka, jika demikian kesabaran dan keyakinan merupakan jalan untuk menjadi Imam (pemimpin) dalam agama.
Dan sangat dimaklumi bahwasanya shahabat-shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak dengan sifat-sifat tersebut daripada ummat Nabi Musa, mereka lebih sempurna keyakinan dan kesabaran dari segenap ummat, maka mereka lebih berhak untuk menjadi imam dan ini merupakan hal yang paten berdasarkan persaksian dari Allah dan pujian Rasulullah atas mereka.
Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah (generasi) pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian generasi berikutnya." (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu).
Allah telah melihat hati-hati para shahabat Rasulullah di mana Dia mendapatkannya sebaik-baik hati para hamba setelah hati Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Dia memberikan kepada mereka pemahaman yang tidak dapat dijangkau oleh generasi berikutnya, karena itulah apa yang dalam pandangan shahabat merupakan suatu kebaikan demikian pula dalam pandangan Allah dan apa yang dalam pandangan shahabat jelek, jelek pula dalam pandangan Allah.
2. Dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu berkata: "Kami melaksanakan shalat maghrib bersama Rasulullah, lalu kami berkata: "Sekiranya kita tetap di sini hingga kita melaksanakan shalat 'isya bersama beliau", kemudian kami duduk, lalu beliau mendatangi kami seraya berkata: "Kalian masih tetap di sini?" kami berkata: "Ya Rasulullah, kami shalat bersama Engkau, kemudian kami berpendapat: kita duduk di sini hingga melaksanakan shalat 'isya bersama Engkau." Beliau berkata: "Ya". Abu Musa berkata: "Kemudian beliau mengangkat kepalanya ke langit dan beliau sering melakukan hal tersebut, lalu beliau bersabda: "Bintang-bintang adalah penjaga langit, jika bintang-bintang telah redup, diberikan kepada langit persoalannya dan Aku adalah penjaga bagi shahabat-shahabatku, jika aku telah tiada maka persoalan akan diserahkan kepada shahabat-shahabatku, dan shahabat-shahabatku adalah penjaga ummatku, jika shahabat-shahabatku telah tiada maka persoalan diserahkan kepada ummatku". (HR. Muslim).
3. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian mencela shahabat-shahabatku, demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, seandainya salah seorang di antara kalian berinfaq dengan emas sebesar gunung uhud, tidak dapat menyamai (pahala) satu mud infaq mereka, tidak pula setengahnya." (Muttafaqun 'alaih).
4. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham�" (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi dan lainnya dari Al-'Irbadh bin Sariyah, lihat Irwa`ul Ghalil no. 2455).
5. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Terus-menerus ada sekelompok kecil dari ummatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu." (Muttafaqun 'alaih dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, dan ini adalah lafazh Muslim).
6. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "�Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan. Beliau ditanya: "Siapa dia wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada (di atasnya)." (HR. At-Tirmidzi dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash).
Sedangkan ucapan para 'ulama akan wajibnya berpegang dengan manhaj salaf adalah:
Al-Imam Al-Auza'i berkata: "Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah)." (Asy-Syari'ah, Al-Ajurri hal. 63).
Al-Imam As-Sam'ani berkata: "Syi'ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj as-salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama)." (Al-Intishar li Ahlil Hadits, Muhammad bin 'Umar Bazmul hal. 88).
Al-Imam Al-Ashbahani berkata: "Barangsiapa menyelisihi shahabat dan tabi'in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya." (Al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah 2/437-438).
Al-Imam Asy-Syathibi berkata: "Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf maka ia adalah kesesatan." (Al-Muwafaqat 3/284).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar." (Majmu' Fatawa 4/155). Beliau juga berkata: "Bahkan syi'ar ahlul bid'ah adalah meninggalkan manhaj salaf." (Majmu' Fatawa 4/155).
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dinul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin Ya Rabbal 'Alamin. Wallahu a'lamu bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar