Jumat, 13 Juli 2012

Hablumminallah (Hubungan manusia dengan Allah Swt)

Hablumminallah (Hubungan manusia dengan Allah Swt)


Ada beberapa hal yang bisa dijadikan rumusan dalam hubungan antara kita dengan Allah Swt. Hubungan tersebut memiliki rumusannya tersendiri, anda sebagai pegawai ada aturan main dan sistemnya, kita pun sebagai hamba ada aturan mainnya dari Allah Swt.
Pertama, ada yang disebut dengan rumusan timbal balik, yaitu action-reaction, analoginya seperti ini, kalau kita mempunyai bola karet kemudian kita lempar pelan-pelan ke arah tembok, maka bola tersebut akan memantul kembali dengan pelan kepada kita, namum kalau kita melemparnya dengan keras maka secara otomatis bola tersebut kembali kepada kita dengan keras.
Di dalam ayat-ayat Al-qur’an, Allah Swt menyebutkan beberapa penjelasan, fadzkuruni adzkurkum, bila kau ingat Aku, Aku pun ingat kamu, kalau dalam hadist qudsi dikatakan, bila ada manusia yang mendekat kepada Aku, maka Aku akan membalasnya dengan tidak terhitung artinya reaksinya lebih tepat dan banyak, kalau ada hamba yang meminta maka Aku akan mendekatinya, bila datang padaKu berjalan maka Aku akan menyambutnya dengan berlari artinya bahwa di dalam hukum timbal balik itu Alloh lebih tepat dan lebih banyak membalasnya, dalam hadist yang lain intansurulloha yansurkum bila engkau menolong agama Allah maka Allah akan menolongmu, itu artinya ada timbal balik. Banyak dalam Al-qur’an yang menyebutkan rumusan tadi, hanya saja yang perlu kita fahami bahwa rumusan timbal balik ini Allah Swt sangat luar biasa sekali memberikan yang lebih dari apa yang kita umpankan, terutama dalam hal kebaikan, sementara dalam hal kejelekan Allah Swt tidak menambahnya.
Di dalam sistem penilaian amal manusia, Allah itu berat sebelah dan cenderung berpihak kepada manusia, kita ambil contoh siapapun diantara kita yang mempunyai nilai jahat atau niat jelek, ketika seseorang berniat jelek itu bukan merupakan suatu point dosa, akan tetapi kalau niatan jelek itu sudah diaplikasikan atau dibarengi dengan tindakan maka itupun penilaiannya cuman satu point, tapi kalau kebajikan, baru niat saja itu sudah diberikan point, dan ketika niat baik itu dilakukan dengan tindakan maka minimal akan mendapatkan point 10, manjaa’ abil hasanati falahuu ‘asyru amtsaalihaa “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-an’am ayat 160).
Makanya Rasulullah mengatakan, bahwa alif lam mim itu bukan satu huruf, satu huruf dalam Al-qur’an yang engkau baca akan menghasilkan 10 point, berarti ketika kita membaca 3 (tiga) huruf, yaitu alif lam mim maka kita memperoleh 30 point, itulah Al-qur’an. Dan ternyata berat sebelah ini bukan hanya sebatas 10 point saja tapi banyak amal kita yang dilipat gandakan lebih dari itu, contohnya seperti sholat berjamaah ganjarannya 27 kali lipat daripada sholat sendirian, contoh yang lain sholat di Masjid Nabawi pahalanya 1000 (seribu) kali lipat daripada sholat di masjid Telkom ini, bahkan contoh yang lain yang dilipat gandakan sampai 30 ribu, siapaun yang beribadah di malam Lailatul Qodar maka ia mendapat imbalan seperti beribadah seribu bulan atau sama dengan 30 ribu kali lipat, belum lagi yang 100-ribu, belum lagi yang dinamakan unlimited, Allah menyatakan dalam Al-qur’an, orang-orang yang sabar itu diberikan anugerah oleh Allah imbalan tanpa angka, kredit pointnya tidak diserahkan kepada malaikat tetapi langsung diserahkan kepada Allah. Karena kesabaran ini kaitannya dengan hati, dan hanya Allah yang tahu isi hati seseorang. Artinya bahwa hukum timbal balik dengan Allah yang mana kita hanya memberikan satu (1) tetapi Allah membalikkannya dengan 10 point sampai kepada bilangan yang unlimited, sampai Allah mengatakan wamallooha bidhollaamil lil’abiid, Aku paling tidak suka mengurangi jatah hambaKu, Aku paling suka menambahnya, itu merupakan rumusan timbal balik dalam sistem penilaian amal.
Sekarang ada rumusan timbal balik dalam hubungan antara kita dengan Allah, yaitu hamba dengan Tuhan-Nya, ada sebuah hadist yang berbunyi, bila seseorang ingin mengetahui tinggi rendahnya derajat di sisi Allah maka lihatlah tinggi derajat Allah di hatimu, artinya bila Allah disertakan di hati kita jadi nomor 1, di atas segala kepentingan dan diatas segalanya maka derajat kita pun nomor satu di sisi Allah. Bila Allah dinomor duakan, nomor tiga atau nomor ke berapa setelah kepentingan itu dan ini. maka kitapun direndahkan derajatnya oleh Allah Swt, maka ketika kita berdoa kepada Allah meminta agar diijabah, kadang-kadang dari rumusan tadi keluar sebuah pernyataan, kamu mau permintaan kamu dinomor satukan sementara perintah Tuhan saja dinomor tigakan, bila engkau menomor satukan perintah Tuhan maka permintaanmu pun nomor satu, tapi bila suatu saat engkau menomor duakan perintah Tuhan sampai menomor terakhirkannya, meskipun engkau meminta-minta seribu kali pun tetap tidak akan diijabah.
Di dalam hukum timbal balik ini sebenarnya ibadah itu ada 3 target, target pertama adalah sah sesuai hukum, misalkan kita sholat, selama kita melaksanakan sholat dzuhur sesuai ajaran fikih yang diambil dari Al-qur’an dan hadist syaratnya dipenuhi rukunnya dipenuhi maka menurut standar hukum fikih sholat dzuhur kita tersebut dinyatakan sah, target pertama sudah tercapai, tapi belum tentu sholat yang sah itu diterima oleh Allah, karena tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan sholat tapi hati dan niatnya tidak benar. Seperti orang berpuasa dari pagi sampai maghrib, maka menurut standar fikih puasanya sah tetapi ketika dia berpuasa melakukan hal-hal yang negatif maka Allah enggan menerimanya, jadi yang pertama diterima karena sah menurut hukum dan kedua diterima, dan yang ketiga dalam hubungan kita dengan Allah diterima oleh Allah itu dengan harga berapa? dengan nilai berapa? karena kelulusan nilai 6 dengan kelulusan nilai 9 itu berbeda prestasi kelulusannya, yang ini cumlaude yang ini biasa-biasa saja. Makanya target yang ketiga adalah bagaimana ibadah kita sah, diterima dan diterima dengan nilai yang sangat tinggi di sisi Allah Swt. Untuk diterima dengan nilai yang sangat tinggi ini standarnya lain, kalau sah menurut standarnya fikih, kalau diterima dari standarnya niat dan hubungan horizontal, kalau hubungan horiozontal anda baik maka anda akan mendapatkan nilai point yang diterima, lulus dengan nilai standar.
Oleh karenanya kenapa kalau durhaka kepada orang tua itu akan menjadi penghalang tidak diterimanya sholat seseorang, dan Allah enggan menerima ibadah hambaNya yang durhaka kepada orang tua. Tidak sedikit orang yang beribadah karena hubungan horizontalnya tidak baik, ke istrinya jahat, ke anak buahnya berbuat dzalim, ke orang tuanya durhaka walaupun jidatnya hitam karena bekas sujud namun Allah tetap tidak akan menerima amal ibadahnya karena hubungan horizontal yang baik itu adalah penentu dan penyempurna ibadah vertikal, itu rumusannya. Oleh karena itu tahapan pertama sah, tahapan kedua diterima dan tahapan ketiga diterima dengan nilai yang tinggi, maka yang dijadikan standar dari ketiga tahapan tersebut itu adalah keilmuan dan kema’rifatan. Tidak jauh-jauh di Telkom di tempat kita bekerja kalau ingin melihat pekerjaan yang berat secara fisik, mungkin adalah seorang office boy, tetapi kenapa gajinya lebih rendah daripada Direktur?. Sementara Direktur berdasi, kerjaannya hanya teken-teken kontrak, tapi mungkin gajinya 100 kali lipat dari OB, kenapa bisa begitu? karena ilmu. Seorang insinyur dengan ilmunya kerja semaleman bisa saja menghasilkan 10 juta rupiah, tapi seorang tukang atau buruh membutuhkan uang 10 juta rupiah harus mengumpulkan beberapa hari, mungkin 1 tahun juga belum tentu. Begitu juga hubungan kita dengan Allah seperti itu, tidak menutup kemungkinan sholat dua rakaat yang dilakukan seseorang itu mempunyai nilai yang melebihi 100 rokaat yang dilakukan oleh orang banyak, kenapa? karena faktor keilmuan dan faktor psikologis, saya ambil contoh begini, di dalam motivasi ibadah itu ada 3, pertama ada orang yang termotivasi ibadah itu hanya pada tatanan kewajiban dan itu yang paling rendah, yang kedua seseorang melakukan ibadah karena sudah merasakan seperti sebuah kebutuhan dan yang ketiga yang lebih tinggi lagi orang yang melakukan ibadah bukan hanya sebagai kebutuhan saja tetapi sudah menjadi kesenangan atau hobbi, nah ketika kita melakukan ibadah apapun kalau masih dalam tatanan rasa kewajiban dan sementara yang lain karena kesenangan maka kualitas ibadah tersebut berbeda, tapi kalau sudah menjadi sebuah hobi sholat sunat 100 rokaat-pun dilakukan dengan senang hati, berbeda dengan orang yang tidak biasa duduk di masjid walaupun 10 menit maka seperti waktu 3 jam walaupun ruangan itu berAC tetap saja merasakan tidak nyaman. Atau juga orang yang suka beribadah dibawa ke tempat dugem, baru 10 menit saja sudah panas, kerjapun demikian kalau dilakukan karena hobi maka itu sangat enak sekali.
Kemudian orientasi selanjutnya, ada orang yang beribadah itu karena orientasinya itu duniawi, karena sakit ingin sembuh maka ia rajin tahajud, puasa, shodaqoh, dan ketika dia sudah sembuh, sehat sedia kala, maka semuanya ditinggalkan karena tujuannya duniawi, miskin pengen kaya sudah tercapai ia lupa.
Tetapi ada juga orang yang pamrih ukhrawi, dia ingin pahala, ingin derajat dan ingin ini itu, kalau dianalogikan ini seperti seorang buruh, orang yang melakukan ibadah Karena pamrih ukhrawi ingin masuk surga tidak ingin masuk neraka, silahkan sah-sah saja! Tetapi mungkin penilaiannya tidak sebesar dari apa yang diharapkan, kenapa? Kalau menurut orang-orang yang sudah terbiasa merasakan, kalau engkau menyembah kepada Allah dengan tujuan engkau mendapatkan surgaNya berarti surga itu kan makhluk ciptaan Allah berarti engkau masih menjadikan Allah sebagai sarana pencipta, sebagai sarana untuk mendapatkan ciptaanNya atau makhlukNya yang secara tidak sadar berarti engkau merendahkan Tuhan. Wallahu'alam

 Satu perkara yang paling utama, yang sentiasa diperingatkan oleh para anbiya’, khulafa ar-Rashidin dan orang-orang yang soleh pada semua keadaan ialah supaya pengikut-pengikut mereka bertaqwa kepada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Menyemarakkan hati sanubari mereka dengan kecintaan dan taqarrub kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada-Nya. Tidak syak lagi, inilah perkara yang mesti diutamakan daripada perkara-perkara yang lain.

Beriman dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala adalah persoalan yang paling pokok dalam aqidah. Berhubungan dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dan bertaqarrub dengan-Nya mendahului persoalan-persoalan yang lain dalam ibadah. Takut kepada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala apabila bersendirian di tempat sunyi dan juga ketika di khalayak ramai mendahului perkara lain dalam akhlak, muamalat dan amalan. Segala usaha kita tidak mungkin berhasil kecuali setelah kita mengembalikan hubungan kita dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Kuat atau lemahnya  kita adalah bergantung kepada sejauh mana hubungan kita dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Kita menjadi kuat apabila hubungan kita dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala kuat, dan kita lemah apabila hubungan kita dengan-Nya lemah.

Makna Hubungan Dengan Allah

Hubungan manusia dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala, mengikut keterangan Al-Quran Al-Karim bermaksud supaya manusia menjadikan hidup, mati, solah dan segala ibadah semata-mata untuk-Nya.
“Katakanlah: Sesungguhnya solahku, ibadahku, kehidupanku dan kematianku bagi Allah, Tuhan sekalian alam.” [Al-Anaam: 162]

Hendaklah seseorang itu menyembah Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dengan penuh keikhlasan. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam telah berulang kali menerangkan pengertian hubungan hamba dengan Rabbnya sehingga tiada setitik debupun yang menutupi pengertian ini. Jadi, mengertilah kita akan hakikat hubungan dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala iaitu:
“Takut akan Allah di tempat sunyi dan tempat yang terang.” [Hadith]
“Hendaklah engkau yakini bahawa yang ditangan Allah itu lebih terjamin daripada apa yang ada di tangan engkau.” [Hadith]
“Hendaklah engkau menuntut keredhaan Allah dengan kemarahan manusia.” [Hadith]

Kita tidak pula mencari keredhaan manusia dengan kemurkaan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Setelah terjalin rapi hubungan ini, kecintaan seseorang, perseteruan, pemberian dan tegahannya semuanya demi Allah Subha Nahu Wa Ta’ala semata-mata tanpa dicemari oleh tujuan-tujuan lain. Inilah pengertian kesempurnaan hubungan dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala.

“Sesiapa yang cintakan Allah, memberi kerana Allah dan mencegah kerana Allah, sesungguhnya telah sempurnalah imannya.” [Hadith]

Kemudian hendaklah saudara memperbaharui  do’a saudara pada tiap-tiap malam dalam rakaat terakhir solah witir saudara. Tidakkah saudara sering ucapkan:-

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami minta pertolongan daripada Engkau, minta hidayat daripada Engkau, beristighfar kepada Engkau, beriman kepada Engkau dan bertawakkal kepada Engkau. Kami memuji kepada Engkau atas kebaikan, kami berterima kasih dan tidak kufur kepada Engkau, kami menyingkir dan menjauhkan sesiapa yang derhakakan Engkau. Ya Allah, Dikaulah yang kami sembah dan akan Dikaulah kami sembahyang dan sujud, kepada Engkaulah kami berusaha dan maju. Kami mengharapkan rahmat Engkau, kami takut akan azab Engkau. Sesungguhnya azab Engkau tetap menimpa orang-orang kafir.”

Hendaklah saudara merenungi maksud do’a ini. Apakah setiap daripada malam-malam saudara membenarkan dan mempersetujui ikatan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala? Sudah terukir gambaran hubungan ini dalam doa yang dilafazkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam apabila baginda bangun mengerjakan sembahyang di tengah malam, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam sentiasa menyebut doa berikut ini, bermunajat dengan Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Tinggi:-
“Ya Allah, Ya Tuhanku, kepada Engkaulah aku berserah, dengan Engkaulah aku beriman, di atas Engkaulah aku bertaubat, kepada Engkaulah aku kembali, bersama Engkaulah aku bermusuh dan kehadapan Engkaulah aku berbicara.”

Jalan Memperkuatkan Hubungan Dengan Allah
Tidak terdapat jalan lain untuk menimbulkan hubungan dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala melainkan satu sahaja. Seseorang insan hendaklah beriman dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala yang Esa sebagai Rab dan Ilah bagi dirinya dan untuk sekelian makhluk di langit dan di bumi serta mengimani sifat-sifat UluhiyyahNya. Tuntutan dan kelayakannya tidak boleh diberi kepada selain daripada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Hendaklah saudara membersihkan hati daripada segala kekaratan syirik. Apabila manusia dapat menyempurnakan semuanya ini mengikut cara yang dituntut, akan terikatlah jalinan hubungan antaranya dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Adapun untuk mempererat dan menyuburkan hubungan ini tertakluk kepada dua jalan:-

i.   jalan kefahaman dan berfikir
ii.  jalan bekerja

Kaedah menyuburkan hubungan dengan Allah SWT melalui jalan kefahaman dan tadabbur ialah dengan cara saudara mempelajari Al-Quran dan Hadith Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam yang sahih dan sedaya upaya mengamatinya berulang-ulang kali dan seterusnya cuba memahaminya agar benar-benar faham. Langkah seterusnya ialah dengan mencuba sedaya upaya untuk mengamalkannya di dalam kehidupan. Apakah sudah terjalin hubungan di antara saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dalam kenyataan hidup sehingga setelah saudara ketahui sudut-sudut ini, saudara akan cuba bentangkan dan bandingkan dengan hal keadaan saudara. Maka bertambah eratlah hubungan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Maka untuk itu, hendaklah saudara memperhatikan segenap sudut. Sampai ketahap manakah telah saudara laksanakan tuntutan-tuntutanNya? Apakah pula kekurangan-kekurangan pada diri saudara di dalam perkara ini? Sekadar mana dapat diperkuatkan perasaan ini di dalam diri saudara maka sekadar itulah hubungan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala.

Dalam konteks pertalian dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala, saudara adalah hamba manakalah Allah Subha Nahu Wa Ta’ala adalah Tuhan (Rabb). Saudara dijadikan sebagai khalifahNya di bumi. Kemudian, daripada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dipindahkan nikmat-nikmat dan pemberianNya yang tidak terkira kepada saudara. Bertolak daripada sini, setelah saudara beriman maka Allah Subha Nahu Wa Ta’ala telah membeli jiwa dan harta saudara dengan syurga. Lalu daripada semua itu, saudara bertanggungjawab di hadapanNya. Allah Subha Nahu Wa Ta’ala tidak menghisab amal-amal itu daripada segi zahir pekerjaan saudara sahaja, tetapi juga dicatat bersama-sama dengan perbuatan zahir itu gerak-geri, diam, niat dan kehendak saudara. Inilah antara banyak contoh-contoh pertalian yang telah sedia ada di antara saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Berdasarkan kepada kefahaman ini, menjiwainya dan melaksanakan tuntutannya akan menentukan darjat hubungan dan taqarrub saudara denganNya. Sejauhmana saudara melalaikannya dan tidak memikirkan untuk menunaikan tuntutan-tuntutannya maka sekadar itulah saudara telah menjauhi Allah dan merenggangi hubungan denganNya. Semakin kuat saudara berjaga-jaga, berusaha untuk memelihara dan mengambil berat terhadap urusanNya, maka semakin teguh dan mendalamlah hubungan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala.

Namun, jalan berfikir ini tidak akan mendatangkan buahnya bahkan tidak mungkin kekal dalam jangka masa yang panjang sekiranya saudara tidak sandarkan kepada jalan amal iaitu ketaatan yang ikhlas terhadap hukum Ilahi serta membelanjakan jiwa dan harta kepada sebarang jalan yang obleh membawa mardhatillah Subha Nahu Wa Ta’ala. Makna ketaatan kepada hukum Ilahi ialah melakukan segala apa yang diperintahkan oleh Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dengan penuh kerelaan jiwa di waktu senang dan susah, sunyi dan terang tanpa menghiraukan keuntungan dunia, malah hanya menghitung keredhaan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala semata-mata. Ketaatan kepada hukum-hukum Ilahi juga bererti meninggalkan sesuatu yang dibenci oleh Allah Subha Nahu Wa Ta’ala di waktu sunyi dan terang dengan penuh rasa kebencian terhadap larangan itu. Jangan saudara jadikan desakan duniawi sebagai motif untuk meninggalkan larangan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Saudara tinggalkan setiap larangan itu adalah semata-mata kerana Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Inilah jalan yang mempertingkatkan darjat ketaqwaan saudara kepada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala.

Dalam hal yang akan meningkatkan saudara ke darjat ihsan selepas darjat taqwa ialah dengan cara saudara berusaha mempertingkatkan setiap amal-amal keutamaan (fadhilat-fadhilat) yang dicintai oleh Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dan RasulNya. Menjauhi perkara yang tercela lagi dibenci oleh Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dan RasulNya. Janganlah saudara memandang ringan dan remeh di dalam hal membelanjakan apa yang dimiliki oleh saudara seperti jiwa, harta, masa, usaha, kekuatan fikiran dan kekuatan hati. Di samping itu, sentiasalah di dalam keadaan beringat, penuh keinsafan supaya tidak tumbuh  di dalam hati saudara rasa sombong serta ujub dengan amal dan pengorbanan yang telah saudara lakukan sehingga melupai diri sendiri lalu terlintas di dalam hati perasaan seolah-oleh saudara telah berbakti dan berbudi kepada orang. Sebaliknya mestilah saudara rasai bahawa saudara terlalu sedikit dan terlalu kurang di dalam melaksanakan semua yang diwajibkan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar