Senin, 11 Juni 2012

Sahabat Nabi semua adil dan termulia


.

Sahabat Nabi semua adil dan termulia ????? Umar memukul perut Fathimah sehingga bayi dalam kandungannya meningggal.. Mereka mengelilingi Ali dan membakar pintu rumahnya, melemparkannya serta mendorong penghulu seluruh perempuan (Fathimah) ke dinding yang menyebabkan terbunuhnya Muhsin (putra berusia 6 bulan yang tengah dikandungnya)… Sejak itu Fathimah jatuh sakit hingga wafatnya akibat bencana dan sakit yang menimpanya, padahal usianya baru 18 tahun.. Masak memukul Fatimah Az-Zahra’ (as) dikatakan mulia.. Bagaimana kalau sahabat anda memukul puteri anda yg paling anda cintai? Bagaimana kalau sahabat anda merampas hak waris puteri anda? Masihkah anda menganggap orang tersebut sebagai sahabat ? Ini hadiah buat mereka yang merasa bahwa sahabat adalah generasi terbaik…

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada orang-orang Anshar, “Sesungguhnya kalian akan menyaksikan sifat tamak yang dahsyat selepasku. Oleh karena itu, bersabarlah sehingga kalian bertemu Allah dan Rasul-Nya di Haudh.” (Al-Bukhari, Jami Ash-Shahih, jilid III, hal.135)
Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar RA
Yahya menyampaikan kepadaku (hadis) dari Malik dari Abu’n Nadr mawla Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah SAW berkata mengenai para Syuhada Uhud “Aku bersaksi untuk mereka”. Abu Bakar As Shiddiq berkata “Wahai Rasulullah, Apakah kami bukan saudara-saudara mereka? Kami masuk Islam sebagaimana mereka masuk islam dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”. Rasulullah SAW berkata “Ya, tapi Aku tidak tahu Apa yang akan kamu lakukan sepeninggalKu”. Abu Bakar menangis sejadi-jadinya dan berkata ”Apakah kami akan benar-benar hidup lebih lama daripada Engkau!”. (Hadis Dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Jihad Bab Para Syuhada di Jalan Allah hadis no 987)
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitabnya Al Muwatta.
Malik bin Anas dalam Al-Muwatta, bab jihad syuhada fi sabilillah telah meriwayatkan dari Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah saw berkata kepada para syahid di Uhud, “Aku menjadi saksi kepada mereka semua.”
Abu Bakar yang berada ditempat itu berkomentar, “Tidakkah kami wahai Rasulullah saw saudara-saudara mereka. Kami telah masuk Islam sebagaimana mereka masuk Islam dan kami telah berjihad di jalan Allah sebagaimana mereka berjihad?” Rasulullah saw menjawab, “Ya! Tetapi aku tidak mengetahui bid`ah mana yang kalian akan lakukan selepasku.”
Kehidupan terpencil Amirul Mukminin as di sudut kota hanya ditemani oleh para sahabat setianya dan menyibukkan diri dengan ibadah, shalat dan membaca Al-Qur’an.. Hubungan Amirul Mukminin as dengan Abu Bakar betul-betul dingin dan tidak ada kenangan apapun yang tercatat dalam sejarah.
Bahkan, di hari-hari pertama, beliau menggandeng tangan istri dan anak-anaknya dibawa ke depan rumah-rumah Anshar untuk berusaha mengembalikan haknya yang terampas. Kegetolan beliau sampai batas beliau dituduh sebagai orang yang rakus terhadap khilafah. Beliau berkata, “Ada seorang yang mengatakan kepadaku, ‘Wahai putera Abu Thalib! Betapa rakusnya dirimu terhadap Khilafah!’ Kukatakan kepadanya, ‘Tidak, Demi Allah! Kalianlah yang rakus terhadap khilafah. Kalian lebih jauh dari Rasulullah saw sementara aku sangat spesial di sisi beliau. Aku hanya menghendaki hakku, tapi kalian tidak mengizinkan, bahkan kalian halangi aku untuk sampai pada hak yang sebenarnya.’” ( Nahjul Balaghah, pidato ke-172, al-Ghârât, jilid 1, hal. 308 )
Hadis Keadaan Imam Ali Sepeninggal Nabi SAW
Rasulullah SAW melalui lisan sucinya telah mengabarkan kepada Imam Ali, bagaimana kondisi Imam Ali sepeninggal Beliau SAW. Beliau SAW mengatakan bahwa Imam Ali akan mengalami kesukaran atau kesulitan sepeninggal Beliau SAW. Hal ini diriwayatkan dalam kabar shahih yang tercatat dalam kitab Al Mustadrak Al Hakim 3/151 no 4677
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sahl seorang faqih dari Bukhara yang berkata telah menceritakan kepada kami Sahl bin Mutawwakil yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari Abi Hayyan At Taimi dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA yang berkata Nabi SAW berkata kepada Ali “Sesungguhnya kamu akan mengalami kesukaran (bersusah payah) sepeninggal Ku”. Ali bertanya “apakah dalam keselamatan agamaku?”. Nabi SAW menjawab “dalam keselamatan agamamu”.
Kedudukan Hadis; Hadis Shahih. Hadis ini telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat dan perawi Bukhari dan Muslim sehingga bisa dikatakan sanadnya shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim. Al Hakim setelah meriwayatkan hadis ini berkata; Hadis ini shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tetapi mereka tidak meriwayatkannya.
Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak 4/238 hadis no 4677 juga mengakui kalau hadis ini shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari Muslim.
Ini buat mereka yang merasa bahwa sahabat adalah generasi terbaik.
Diriwayatkan dari Abu Jum’ah RA yang berkata “Suatu saat kami pernah makan siang bersama Rasulullah SAW dan ketika itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah RA yang berkata “Wahai Rasulullah SAW adakah orang yang lebih baik dari kami? Kami memeluk Islam dan berjihad bersama Engkau. Beliau SAW menjawab “Ya, ada yaitu kaum yang akan datang setelah kalian, yang beriman kepadaKu padahal mereka tidak melihat Aku”.  Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 106 hadis
Sahabat termulia? Masak nendang Fatimah Az-Zahra’ (as) dikatakan mulia. Bagaimana kalau sahabat anda nendang puteri anda yg paling anda cintai? Bagaimana kalau sahabat anda merampas hak waris puteri anda? Masihkah anda menganggap org tersebut sebagai sahabat?
mayoritas sahabat Nabi Muhammad yang utama tidak mengetahui pemilihan ini. Ali, Ibnu Abbas, Utsman, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abi Waqqash, Salman Farisi, Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad, Abdurrahman bin Auf adalah di antara sahabat-sahabat yang tidak diajak berunding bahkan diberitahu. Bahkan Umar sendiri mengakui, pemilihan Abu Bakar dilakukan tanpa perundingan dengan kaum Muslimin.
1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17.
Berdasarkan hadis Shahih Bukhari, Umar mengakui bahwa Ali dan pengikutnya menentang Abu Bakar. Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata,
“Tidak diragukan lagi setelah Rasul wafat, kami diberi tahu bahwa kaum Anshar tidak sepakat dengan kami dan berkumpul di balairung Bani Saidah. Ali dan Zubair dan orang – orang yang bersama mereka menentang kami.”
2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.
Hadis lain meriwayatkan bahwa Umar berkata pada hari Saqifah,“Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan orang-orang yang bersama mereka berpisah dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah, putri Nabi Muhammad.”
3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
Selain itu, mereka meminta persetujuan baiat tersebut, tetapi Ali dan Zubair meninggalkannya. Zubair menghunuskan pedang dan berkata, “Aku tidak akan menyarungkan pedang ini sebelum sumpah setia diberikan kepada Ali.” Ketika kabar ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkata, “Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!” Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (menuju ke depan pintu Fathimah) dan menggiring mereka dengan paksa sambil mengatakan bahwa mereka harus memberikan sumpah setia secara sukarela ataupun paksa.
Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.
Ucapan Nabi yang terkenal menyatakan, “Tidak ada sumpah setia yang sah jika diperoleh dengan paksaan.”
Mari kita lihat apa yang dilakukan Umar pada saat itu. Sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa ketika Umar sampai di depan pintu rumah Fathimah, ia berkata,“Demi ,Allah, aku akan membakar (rumah ini) jika kalian tidak keluar dan berbaiat kepada (Abu Bakar)!”
( Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.)
Selain itu, Umar bin Khattab datang ke rumah Ali. Talhah dan Zubair serta beberapa kaum Muhajirin lain juga berada di rumah itu. Umar berteriak, “Demi Allah, keluarlah kalian dan baiat Abu Bakar jika tidak akan kubakar rumah ini.” Zubair keluar dengan pedang terhunus, karena ia terjatuh (kakinya tersandung sesuatu), pedangnya lepas dari tangannya, merekapun menerkamnya dan membekuknya. (Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186187. )
Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. (Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.)
Umar, ia pergi ke rumah Fathimah dan berkata,
“Wahai putri Rasulullah! Aku tidak mencintai seorang pun sebanyak cintaku pada ayahmu, dan tidak ada seorang pun setelahnya yang lebih aku cintai selain engkau. Tetapi, Demi Allah, sekiranya orang-orang ini berkumpul bersamamu, kecintaan ini tidak akan mencegahku untuk membakar rumahmu.” ( Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.)
Diriwayatkan pula bahwa Umar berkata kepada Fathimah (yang berada di belakang pintu),“Aku mengetahui bahwa Rasulullah tidak mencintai siapa pun lebih dari cintanya padamu. Tetapi kehendakku tidak akan menghentikanku melaksanakan keputusanku. Jika orang-orang ini berada di rumahmu, aku akan membakar pintu ini di hadapanmu.” ( Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.)
Sejarahwan menyebutkan nama-nama berikut adalah orang-orang yang menyerang rumah Fathimah untuk membakar orang-orang yang berlindung di dalamnya; Umar bin Khatab, Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Tsabit bin Shammas, Ziyad bin Labid, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Salim bin Waqqash, Salamah bin Aslam, Usaid bin Huzair, Zaid bin Tsabit
.
Ulama Sunni yang ditakzimkan, Abu Muhammad bin Muslim bin Qutaibah Dainuri dalam kitab al-Imamah wa as-Siyasah meriwayatkan bahwa Umar meminta sebatang kayu dan berkata kepada orang orang yang berada di dalam rumah, “Aku bersumpah demi Allah yang menggenggam jiwaku, jika kalian tidak keluar, akan aku bakar rumah ini!” Seseorang memberitahu Umar bahwa Fathimah berada di dalam. Umar berteriak, “Sekalipun! Aku tidak peduli siapa pun yang berada di dalam rumah itu.”
(Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.)
Baladzuri, seorang sejarahwan lain meriwayatkan bahwa Abu Bakar meminta Ali untuk memberi dukungan kepadanya tetapi Ali menolak. Kemudian Umar berjalan ke rumah Ali sambil membawa kayu bakar di tangannya. Ia bertemu Fathimah di muka pintu. Fathimah berkata, “Engkau berniat membakar pintu rumahku?” Umar menjawab, “Ya, karena hal ini akan menguatkan agama yang diberikan kepada kami dari ayahmu.” (Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.)
Lebih jauh lagi diriwayatkan bahwa ketika Ali dan Abbas sedang duduk di dalam rumah Fathimah, Abu Bakar berkata kepada Umar, “Pergi dan bawalah mereka, jika mereka menentang, bunuh mereka!” Umar membawa sepotong kayu bakar untuk membakar rumah tersebut. Fathimah keluar dari pintu dan berkata, “Hai putra Khattab, apakah kamu datang untuk membakar rumah yang di dalamnya terdapat aku dan anak-anakku?” Umar menjawab, “Ya, demi Allah, hingga mereka keluar berbaiat kepada khalifah Rasul.”
(Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.)
Ketika Fathimah mendengar suara mereka, ia berteriak keras,
“Duhai ayahku, Rasulullah! Lihatlah bagaimana Umar bin Khattab dan Abu Bakar memperlakukan kami setelah engkau tiada! Lihatlah bagaimana cara mereka menemui kami!”
Ulama-ulama Sunni seperti Ahmad bin Abdul Aziz Jauhari dalam bukunya Saqifah, Abu Wahid Muhibuddin Muhammad Syahnah Hanafi dalam bukunya Syarh al-Nahj, dan lainnya telah meriwayatkan peristiwa yang sama
.
Lihat juga sejarahwan terkemuka Sunni, Abdul Hasan, Ali bin Husain Mas’udi dalam bukunya Ishabat al-Wasiyyah, menjelaskan peristiwa tersebut secara terperinci dan meriwayatkan, “Mereka mengelilingi Ali dan membakar pintu rumahnya, melemparkannya serta mendorong penghulu seluruh perempuan (Fathimah) ke dinding yang menyebabkan terbunuhnya Muhsin (putra berusia 6 bulan yang tengah dikandungnya).
Shalahuddin Khalil Safadi, ulama Sunni lain, dalam kitabnya Wafi al-Wafiyyat, pada surat ‘A’ ketika mencatat pandangan/pendapat Ibrahim bin Sayar bin Hani Basri, yang terkenal dengan nama Nidzam mengutip bahwa ia berkata,“Pada hari pembaiatan, Umar memukul perut Fathimah sehingga bayi dalam kandungannya meningggal.”
Menurut anda mengapa perempuan muda berusia 18 tahun harus terpaksa berjalan ditopang tongkat? Kekerasan serta tekanan yang sangat hebat menyebabkan Sayidah Fathimah Zahra senantiasa menangis, “Bencana itu telah menimpaku sehingga sekiranya bencana itu datang di siang hari, hari akan menjadi gelap.” Sejak itu Fathimah jatuh sakit hingga wafatnya akibat bencana dan sakit yang menimpanya, padahal usianya baru 18 tahun.
Seperti yang dikutip oleh Ibnu Qutaibah menjelang hari–hari terakhirnya, Fathimah selalu memalingkan wajahnya ke dinding, ketika Umar dan Abu Bakar datang membesuknya menjawab ucapan mereka yang mendoakan kesembuhannya, Fathimah mengingatkan Umar dan Abu Bakar tentang pernyataan Nabi Muhammad bahwa barang siapa yang membuat Fathimah murka, maka ia telah membuat murka Nabi. Fathimah berkata, “Allah dan malaikat menjadi saksiku bahwa engkau membuatku tidak ridha, dan kalian telah membuatku murka. Apabila aku bertemu ayahku, akan kuadukan semua perbuatan kalian berdua!”  (Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4)
Karena alasan yang sama, Fathimah ingin agar kedua orang yang telah menyakitinya jangan sampai hadir di pemakamannya dan oleh karenanya ia dimakamkan malam hari. Bukhari, dalam kitabnya menegaskan bahwa Ali menuruti keinginan istrinya. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah sangat marah kepada Abu Bakar sehingga ia menjauhinya, tidak berbicara dengannya sampai wafatnya. Fathimah hidup selama 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, suaminya Ali menguburkannya di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan melakukan shalat jenazah sendiri.
(Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa’d, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya’qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.)
Usaha apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak dapat menemukan makamnya. Makam Fathimah hanya diketahui oleh keluarga Ali. Hingga saat ini makam putri Nabi Muhammad yang tersembunyi merupakan tanda-tanda ketidaksukaannya kepada beberapa sahabat.
Sumber-sumber ekonomi Ahlulbait telah ditutup untuk menghancurkan penentangan mereka. Dalam Shahih Bukhari berikut ini Aisyah meriwayatkan, Fathimah mengirim utusan kepada Abu Bakar (ketika ia menjadi khalifah), meminta warisan yang Allah karuniakan kepada Nabi dari harta fa’i (harta rampasan perang tanpa ada pertempuran) yang telah ditinggalkan Nabi di Madinah, tanah tadak, serta sisa-sisa khumus dari harta rampasan perang Khaibar. Tetapi Abu Bakar menolak untuk memberi sesuatupun kepada Fathimah. Hal ini membuatnya marah dan menjauhi Abu Bakar dan tidak berbicara kepadanya sampai ia wafat. Ia hidup 6 bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ketika wafat, suaminya Ali, menguburkan Fathimah di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan ia sendiri yang menshalatkan Fathimah.
( Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis))
Alasan yang ia kemukakan tidak logis karena perkataan Nabi tidak pernah bertentangan dengan ayat Quran yang dalam dua ayat membuktikan bahwa para rasul memiliki pewaris dan anakanaknya adalah pewaris dari para rasul.
Allah SWT berfirman, “Dan Nabi Sulaiman mendapat warisan dari Nabi Daud” (QS. an-Naml : 16). Sulaiman dan Daud adalah nabi-nabi yang memiliki banyak harta kekayaan. Mereka adalah raja pada zamannya. Allah Yang Maha Tinggi berfirman, (Zakaria berdoa kepada Allah), “Karuniakanlah aku seorang anak dari hadiratmu yang akan mewariskan dariku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia seorang yang Engkau ridhai!” (QS Maryam : 5-6).
Ayat-ayat ini merupakan contoh bahwa para nabi memiliki pewaris. Sebenarnya, Fathimah menyebutkan ayat-ayat ini sebagai bukti akan haknya, tetapi Abu Bakar menolaknya karena saran Umar, dan secara sengaja mereka telah menentang ayat Quran yang sangat jelas.
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW bahkan telah menyerahkan tanah Fadak yang luas dan subur di Hijaz kepada Fathimah dan tanah tersebut merupakan harta Fathimah sebelum Nabi Muhammad wafat
.
Persoalan itu ternyata bukan hanya persoalan warisan, seperti yang diklaim Abu Bakar. Alasan Nabi Muhammad menyerahkan tanah Fadak kepada Fathimah adalah sebagai sumber penghasilan Ahlulbait. Tetapi setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar dan Umar menghapus nama pemilik tanah itu dan mengambil alih tanah serta harta Ahlulbait lainnya. Alasannya sangat sederhana. Mereka menyadari bahwa jika harta ini tetap berada di tangan Ali dan Fathimah, semoga kesejahteraan senantiasa atas mereka, mereka akan mengeluarkan penghasilannya bagi pengikut mereka.
Hal ini akan memperkuat kelompok oposisi Abu Bakar dan Umar dan membahayakan posisi mereka. Abu Bakar dan Umar menyadari kenyataan bahwa untuk mengendalikan pihak oposisi, penting bagi mereka untuk menghilangkan semua sumber-sumber ekonomi mereka.
Jadi permasalahanya bukan semata-mata masalah harta, melainkan lebih bersifat politis. Kemarahan Fathimah bukan untuk kesenangan duniawi. Sejarah membuktikan bahwa Ali dan Fathimah hidup sangat sederhana ketika Nabi masih hidupdan setelah Nabi wafat.
Yang sangat terkenal adalah bahwa Surah al-Insan ayat 8-9 turun bagi mereka ketika selama tiga hari berturut-turut mereka memberikan makanan mereka kepada pengemis pada saat akan berbuka puasa (ifthar), dan tidak ada makanan yang tersisa untuk anak – anak mereka selama 3 hari berturut – turut. Oleh karenanya orang – orang beriman ini tidak menuntut atau marah demi hal-hal yang bersifat duniawi. Itulah mengapa kemarahan Fathimah adalah kemarahan Nabi Muhammad. Mereka, sebenarnya, tengah berjuang di jalan Allah dan mengeluarkan harta sah mereka untuk jalan yang benar dan untuk pengikut-pengikutnya.
Saudaraku……..
Shahih Bukhari yang Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah mengutus seseorang kepada Abu Bakar, meminta warisan yang telah ditinggalkan Nabi Muhammad dari Allah atas hasil fa’i di Madinah, tanah Fadak, dan sisa khumus dari rampasan perang Khaibar. Abu Bakar berkata, “Rasulullah berkata, ‘Kami para rasul tidak meninggalkan warisan. Segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah, tetapi keluarga Nabi Muhammad mendapat bagian dari harta ini.’ Demi Allah, aku tidak akan mengubah ketetapan Rasulullah ini, akan tetap seperti itu sebagaimana ketika Rasulullah masih hidup, dan akan keluarkan Rasulullah.” Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta itu kepada Fathimah. Oleh karenanya, Fathimah marah kepada Abu Bakar. la. menjauhinya dan tidak mau berbicara dengannya hingga akhir hayatnya. la hidup hanya 6 bulan setelah ayahnya wafat. Ketika ia wafat, suaminya, Ali, menguburkannya pada tengah malam tanpa memberitahukan Abu Bakar dan menshalatinya sendiri.
Saat Fathimah masih hidup, orang-orang masih menghormati Ali, tetapi setelah ia wafat, Ali melihat perubahan dalam prilaku orang-orang kepadanya. Oleh karenanya Ali berdamai dengan Abu Bakar dan membaiatnya. Ali tidak membaiat Abu Bakar selama 6 bulan (periode antara wafatnya Nabi Muhammad dan wafatnya Fathimah). Ali mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk berkata, “Datanglah kepadaku, tetapi jangan ada orang lain bersamamu.” Karena ia tidak suka kalau Umar turut serta. Umar berkata (kepada Abu Bakar), “Jangan! Demi Allah kamu tidak boleh pergi sendiri.” Abu Bakar berkata, “Memangnya apa yang akan mereka lakukan terhadapku? Demi Allah aku akan pergi!” Lalu Abu Bakar pergi ke tempat Ali. Ali kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat dan berkata, “Kami mengetahui keutamaanmu dan apa yang telah Allah berikan padamu, dan kami tidak cemburu atas kebaikan yang telah Allah berikan padamu. Tetapi engkau tidak berunding denganku mengenai urusan ini. Kami berpikir bahwa kami memiliki hak atasnya karena kedekatan hubungan kekerabatan kami dengan Rasulullah.”
Mendengar ucapan Ali ini, Abu Bakar menangis. Dan ketika Abu Bakar mengeluarkan suara, ia berkata, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya aku akan menjaga hubunganku dengan keluarga Rasulullah lebih baik daripada hubungan dengan keluargaku. Tetapi, mengenai masalah yang terjadi antara aku dan engkau dalam harta ini, aku akan berbuat sebaik mungkin, mengeluarkannya berdasarkan sesuatu yang benar dan aku tidak akan meninggalkan hukum/aturan Allah yang telah dicontohkan Rasulullah dalam mengeluarkannya, dan aku akan mengikutinya.” Mendengar hal itu Ali berkata kepada Abu Bakar, “Aku berjanji akan memberi baiatku, siang ini.”
Usai menunaikan shalat Dzuhur, Abu Bakar naik mimbar dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Lalu ia bercerita mengenai Ali, mengapa ia tidak membaiatnya dan memaafkan Ali, dan menerima alasan yang diajikan. Kemudian Ali berdiri, berdoa, dan memohon ampunan-Nya. la mengucapkan dua kalimat syahadat, memuji Abu Bakar dan berkata bahwa ia tidak membaiat Abu Bakar bukan karena cemburu kepadanya atau protes atas apa yang Allah berikan padanya. Ali melanjutkan, “Kami menganggap bahwa kami juga memilliki hak atas urusan ini (kepemimpinan) dan ia (Abu Bakar) tidak mengajaknya berunding.” Oleh karenanya, ia menyayangkan hal itu. Semua orang Muslimin di tempat itu merasa lega dan berkata, “Engkau telah melakukan hal yang benar.” Kaum Muslimin menjadi bersahabat dengan Ali karena ia melakukan apa yang dilakukan kaum Muslimim (berbaiat kepada Abu Bakar).
Saudaraku….
Perampasan Tanah Fadak
Fathimah, putri satu-satunya yang sangat dicintai Nabi Muhammad SAW, menuntut warisan tanahnya di Madinah, Khaibar, dan juga tanah Fadak, yang Rasul peroleh dari orang-orang Yahudi tanpa paksaan. Nabi Muhammad telah memberikan harta tersebut untuk kelangsungan Ahlulbait dan pengikutnya atas perintah Allah. Akan tetapi harta-harta tersebut diambil alih setelah Nabi wafat
.
Khalid menuliskan, persoalan selanjutnya yang diketahui adalah warisan Nabi Muhammad, kebun Fadak. Pertama-tama kita harus memastikan apakah Nabi Muhammad memiliki harta pada saat ia wafat. Kita mengetahui bahwa setelah turunnya wahyu, Nabi Muhammad tidak memiliki penghasilan. Seluruh waktunya ia persembahkan untuk berjuang di jalan Allah. Di Mekkah, penghidupannya berasal dari harta yang Khadijah miliki dan setelah hijrah ke Madinah ia benar-benar tidak memiliki apa pun. Kemudian, saat perang melawan orang-orang kafir dimulai, Nabi menerima wahyu agar mengambil lima bagian dari harta rampasan (QS. al-Anfal :41).
Penghasilan Nabi Muhammad diperoleh dari beberapa mata air yang ditinggalkan oleh Bani Nadhir di Madinah. Nabi Muhammad biasanya menggunakan penghasilannya untuk menghidupi keluarganya dan sisanya ia keluarkan di jalan Allah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas utusan – utusan suku Abdul Qais menemui Nabi Muhammad dan berkata ya Rasulullah kami berasal dari suku Rabiah dan diantara kami dan engkau ada orang – orang Kafir dari suku mudar. Oleh Karenanya kami tidak dapat datang kepadamu kepdamu kecuali di bulan Haram. Perintahkanlah kepada kami sesuatu agar kami dapat melakukannya sendiri dan mengajak kaum kami juga mengawasinya.” Nabi berkata, “Aku memerintahkan kamu untuk melakukan empat hal. Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (Nabi menunjikan tangannya ke atas), melaksanakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus.” ( Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.)
Ali berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,“Aku telah mengaruniai Ali lima hal, tidak seorang Rasul pun sebelum aku yang dianugerahi hal seperti itu. Salah satun adalah bahwa Ali akan membayarkan hutang-hutangku dan memakamkanku” ( Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.)
Selain itu, Imam Ahmad dalam Musnad-nya menyimpulkan bahwa hadis dari Nabi Muhammad, “Tidak ada orang yang akan membayarkan hutang-hutangku dan menyelesaikan semua urusanku kecuali Ali.” ( Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174).
Berikut ini hadis yang diriwayatkan dalam Tabaqat Ibn Sa’d. Abdul Wahid Abi Aun meriwayatkan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, Ali memerintahkan seseorang untuk mengumumkan sekiranya Nabi Muhammad memiliki hutang atau janji, Ali akan membayarnya dan memenuhi janjinya. Setelah Ali, hal ini dilanjutkan oleh Hasan dan Husain. Artinya setelah Nabi Muhammad wafat keturunannya melanjutkan tanggung jawab mereka selama 50 tahun
.
Menarik untuk disimak bahwa janji-janji Rasulullah serta hutang-hutangnya yang dibayarkan oleh Ahlulbait sebagai pewaris harta Nabi menjadi tanggung jawab Abu Bakar. Suatu fenomena yang mengherankan
.
Khalid mengatakan, berdasarkan hukum Islam hanya ada tiga pewaris; Fathimah binti Muhammad, Abbas dan istri-istrinya. Fathimah dan Abbas menuntut warisan mereka segera setelah Umar menjabat sebagai khalifah. Pada riwayat tertentu Fathimah bahkan berkata kepada Abu Bakar, “Jika engkau dapat memberikan warisanmu kepada pewarismu, mengapa saya tidak dapat memperoleh warisanku dari apa yang ditinggalkan ayahku?” Mendengar pernyataan ini Abu Bakar berkata,”Rasulallah berkata,’Aku tidak mewariskan apa pun. Semua yang aku tinggalkan adalah sedekah’. Aku tidak akan meninggalkan apa yang telah Rasulallah lakukan, karena jika tidak aku takut akan berbuat salah. Namun aku akan tetap menjaga apa yang telah dijaga olehnya dan menggunakannya sebagaimana yang ia lakukan. Demi Allah, aku akan berlaku lebih baik kepada keluarganya daripada kepada keluargaku.” Khalid menyatakan tidak membaca atau mendengar Fathimah Atau Abbas menuduh Abu Bakar membuat salah.
Bertentangan dengan apa yang telah anda katakan bahwa Abu Bakar tidak dituduh berbuat salah, kami dapat menunjukkannya dengan sikap Fathimah yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari. Diriwayatkan dari Aisyah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Fathimah, putri Rasulullah, meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisannya yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad dari fa’i. Abu Bakar berkata kepadanya, “Para rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.” ( Shahih Bukhari, hadis 4.325 (hal. 208))
Satu hal yang perlu dikemukakan mengenai hal ini adalah bahwa Rasulullah pernah berkata ketika ia masih hidup bahwa sumber mata air ini (Fadak) diberikan kepada Fathimah.
Apakah Fadak Milik Nabi Muhammad SAW?
Tanah Fadak diberikan kepada Nabi Muhammad karena tanah ini diperoleh dari perjanjian. Penghuni-penghuninya, menurut perjanjian, tetap tinggal di dalamnya tetapi menyerahkan ½ tanah mereka dan hasilnya. ( Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, ha1.196 (tahun-tahun terakhir Nabi Muhammad, versi bahasa Inggris); Futuh al-Buldan, hal. 42;Tarekh-e Khamis, jilid 2, hal. 64; Tarikh-e Kamil (Ibnu Atsir), jilid 2, hal. 5; Sirah ibn Hisyam, jilid 3, hal. 48; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, bagian 2. )
Umar bin Khattab sendiri mengakui bahwa tanah Fadak adalah harta Nabi yang tidak dibagi-bagi ketika ia menyatakan, “Harta milik Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad, tidak ada kuda/unta yang ditunggangi kecuali milik Rasulullah.”( Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 46, jilid 7, hal. 82, jilid 9, ha1.121-22; Shahih Muslim, jilid 5, ha1.151; Sunan Abu Daud, jilid 3, ha1.139-41; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hal. 25, 48, 60, 208; Sunan al-Kubra, Baihaqi, jilid 6, hal. 296-99.)
Apakah Nabi Menghadiahkan Tanah Itu kepada Fathimah?
Nabi Muhammad, atas perintah Allah Yang Maha Besar, menghadiahkan tanah ini kepada Sayidah Fathimah, sebagaimana yang ditafsirkan Ulama Sunni terkemuka, Jalaluddin Suyuthi. Berikut ini latar belakang sejarah tanah Fadak dan tafsiran ayat 26 Surah al-Isra
.
Ali diutus ke Fadak, sebuah pemukiman Yahudi yang tidak jauh dari Khaibar untuk melakukan penyerangan. Tetapi sebelum ada pertempuran, para penghuninya lebih memilih untuk menyerah, dengan memberi ½ kekayaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril datang membawa perintah Allah, dan turunlah ayat 26, Surah al-Isra, Dan berikanlah hak untuk keluarga(mu)!
Nabi Muhammad SAW bertanya tentang keluarganya. Jibril menyebutkan nama Sayidah Fathimah dan memerintahkan Nabi untuk memberikan tanah tersebut kepadanya sebagai penghasilan dari Fadak yang dimiliki sepenuhnya oleh Nabi karena diserahkan tanpa menggunakan kekerasan. Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Muhammad memberikan tanah Fadak tersebut kepada Fathimah sebagai sumber penghasilan keluarga dan anak-anaknya
.
Berdasarkan ayat Quran di atas, banyak ahli tafsir Sunni menuliskan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad bertanya kepada Malaikat Jibril, “Siapakah keluargaku dan apakah hak mereka?” Malaikat Jibril menjawab. “Berilah Fadak kepada Fathimah karena itu adalah haknya dan apapun yang menjadi hak Allah dan Rasulnya atas Fadak, hak tersebut juga adalah haknya, maka berikanlah Fadak itu kepadanya.” ( Tafsir mengenai ayat di atas ini diriwayatkan melalui Bazzar, Abu Yala, Ibnu Hatim, Ibnu Marduwaih, dan lainnya dari Abu Said Khudri dan melalui Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Referensi hadis Sunni: Tafsir Durr al-Mantsur, jilid 4, hal.l77; Kanz al-Ummal, jilid 2, hal. 158; Sawaiq al-Muhriqah, bab 15, hal. 21-22; Razat ash-Shafa, jilid 2, ha1.135; Syarah-e Muwaqif, hal. 735; Tarikh Ahmadi, hal. 45; Ruh al-Ma’ani, jilid 15, hal. 62.)
Tidaklah keraguan bagi kita bahwa tanah Fadak memang milik Sayidah Fathimah. Para ahli sejarah juga menuliskan bahwa dipastikan Abu Bakar telah merampas tanah Fadak dari Fathimah.( Referensi hadis Sunni: Syarah, jilid 16, hal. 219; Wafa al-Wafa, Samshudi, jilid 3, ha1.1000; Sawaiq al-Muhriqah, hal. 32.)
Fathimah memprotes Abu Bakar ketika Fadak dirampas darinya dan berkata “Engkau telah mengambil alih Fadak meskipun Rasulullah telah memberikannya padaku ketika ia masih hidup.”
Mendengar hal in Abu Bakar meminta Fathimah untuk menghadirkan saksi. Lalu, Ali dan Ummu Aiman bersaksi untuknya. (Ummu Aiman adalah seorang budak yang dibebaskan dan ibu susuan Nabi Muhammad. Ia adalah ibu Usamah bin Ziyad bin Harist Nabi Muhammad berkata, “Ummu Aiman adalah ibuku dan ibu setelah ibuku.” Nabi juga membuktikan bahwa ia adalah salah satu dari orang-orang yang masuk surga).
Mendengar hal ini Fathimah murka dan tidak berbicara hingga wafatnya kepada Abu Bakar. Fathimah hidup hanya enam bulan setelah ayahnya wafat. la. meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisan yang Rasulullah tinggalkan untuknya di Khaibar dan di Madinah. Kesimpulannya akan kami sandarkan pada hadis berikut.
Sayidah Fathimah Zahra tidak berkenan oleh penolakan Abu Bakar memberikan warisannya.Fathimah marah (Bukhari menggunakan kata ‘murka’) hingga ia wafat dan memperlihatkan penderitaan dan kesengsaraannya setelah Nabi Muhammad wafat. Hal ini mengingatkan kami akan ucapannya yang suci, “Sekiranya ayahku masih hidup saat ini, dan melihat diriku menderita, siang hari akan berubah menjadi gelap.”
Shahih Bukhari hadis 5.546 : Fathimah hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika wafat, suaminya Ali memakamkannya di malam hari tanpa memberitahu Abu Bakar. la melakukan shalat jenazah sendiri….
Sejarahwan Thabari juga menulis Abi Shalih Dirari Abdurrazzaq bin Hummam dari Mamar dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata,“Fathimah dan Abbas menemui Abu Bakar menuntut (bagian) warisan Rasulullah. Mereka menuntut atas hak tanah Fadak dan Khaibar. Abu Bakar berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Kami (para rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah amal (sedekah), keluarga Nabi Muhammad akan mendapatkan darinya. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan jalan yang telah dicontohkan Nabi, tetapi aku akan terus melakukannya!’ Fathimah berang dan tidak berbicara kepadanya hingga ia wafat. Ali memakamkannya di malam hari tanpa sepengetahuan Abu Bakar.” ( Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, hal. 196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa. Inggris); Tabaqaf ibn Sa’d, jilid VIII, hal. 29; Tarikh Ya’qubi, jilid II, ha1.117; Tanbih Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab T’habari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 6, hal. 46.)
Setelah peristiwa fadak , Abubakar dan Umar berkunjung ke rumah Fatimah as, dikarenakan mereka merasa telah menyakiti beliau as. Kemudian Fatimah as berkata : ”Apakah kalian tidak mendengar Rasul saww bersabda ‘Keridhoan Fatimah adalah keridhoanku, Kemurkaan Fatimah adalah kemurkaanku. Barangsiapa mencintai Fatimah, puteriku, berarti mencintaiku dan barangsiapa membuat Fatimah murka berarti membuat aku murka’  ?”
Mereka berdua menjawab : “Ya, kami telah mendengarnya dari Rasulullah”.
Fatimah as berkata : “Aku bersaksi kepada Allah dan para malaikat-Nya, sesungguhnya kalian berdua telah membuat aku marah dan kalian berdua membuat aku tidak ridho. Seandainya aku bertemu Nabi saww nanti, aku akan mengadu kepada beliau tentang kalian berdua”.
Kemudian Fatimah as berkata kepada Abubakar : “Demi Allah, sungguh aku akan mengadukan engkau kepada Allah di setiap sholatku”.
Ref. Ahlusunnah :
a Ibn Qutaibah, dalam “Al-Imamah Was Siyasah”, hal. 14.
b. Ibn Qutaibah, dalam “Khulafaur Rasyidin”, hal. 13-14.
Dan Fatimah as tidak berbicara dengan Abubakar sampai wafatnya. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Fatimah as bersumpah untuk tidak berbicara selama-lamanya dengan Abubakar dan Umar. Dan Fatimah as dikuburkan secara diam-diam pada malam hari.
Ref. Ahlusunnah :
a. Shahih Bukhari, juz 3, kitab “Al-Maghazi”, bab “Perang Khaibar”.
b. Al-Hakim, dalam Mustadrak, jilid 3, saat menceritakan wafatnya Fatimah.
c. Ibnu Sa’ad, dalam “Thabaqat”, jilid 2, bab 2, hal. 84.
d4. Muttaqi Al-Hindi, dalam “Kanzul Ummal”, jilid 7, hadits no 18769.
e. Thahawi, dalam “Musykil Al-Atsar”, jilid 1, hal. 48.
dll.
Saudaraku….
Berkaitan dengan hal ini, Ummu Ja’far, putri Muhammad bin Ja’far, meriwayatkan permintaan Fathimah kepada Asma binti Umais menjelang kematiannya, “Bila aku mati, aku ingin engkau dan Ali yang memandikanku. Jangan izinkan seorang pun masuk ke dalam rumahku!”
Ketika ia wafat, Aisyah datang. Asma berkata padanya, “Jangan masuk!” Aisyah mengadukan hal itu kepada Abu Bakar, “Khathamiyyah ini (seorang perempuan dari suku Khatam, Asma) menghalangi aku untuk menengok putri Rasulullah.” Kemudian Abu Bakar datang. Ia berdiri di pintu dan berkata, “Hai Asma, apa yang menyebabkanmu tidak mengizinkan istri Rasulullah melihat putri Rasulullah?” Asma menjawab, “la sendiri memerintahkanku untuk tidak mengijinkan seorang pun masuk ke rumahnya.” Abu Bakar berkata, “Lakukan apa yang telah ia perintahkan!” ( Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliya, jilid 2, ha1.43; as-Sunan al-Kurba, jilid 3, ha1.396; Ansab al-Asyraf, jilid 1, ha1.405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1897-98; Usd al-Ghabah, jilid 5, ha1.524; al-Ishabah, jilid 4, ha1. 378-89.)
Muhammad bin Umar Waqidi berkata,“Telah terbukti bahwa Ali melakukan shalat jenazah sendiri dan menguburkannya di malam hari, ditemani Abbas dan Fadhl bin Abbas, dan tidak memberitahu siapapun. Itulah alasan mengapa makam Fathimah tersebut tidak diketahui hingga kini.” ( Referensi hadis Sunni: Mustadrak al-Hakim, jilid 3, ha1.162-163; Ansab al-Asyraf jilid 1, hal. 402, 405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1898; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 524-25; al-Ishabah, jilid 4, hal. 379-80; Tabaqat ibn Sa’d, jilid 8, ha1.19-20; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, ha1.179-81.)
Abu Bakar berkata, “Semoga Allah menyelamatkanku/mengampuniku dari kemurkaan-Nya dan kemurkaan Fathimah!” (kata-kata yang sama juga digunakan oleh Bukhari). Kemudian Abu Bakar menangis keras ketika Fathimah berseru, “Aku akan mengutukmu di setiap shalatku!” Ia mendekati Fathimah dan berkata, “Lepaskan aku dari baiat ini dan kewajiban-kewajibanku!” ( Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, ha1.120.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar