Sabtu, 02 Juni 2012

jihad dijalan allah




بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Pertama: Karena perjanjian itu menjamin kebebasan berdakwah, tidak dihalangi oleh kekuatan politik apa pun, sebab menurut perjanjian itu, semua orang menghormati pemerintahan Islam yang baru muncul di bawah pimpinan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam..

Perjanjian itu juga menyebutkan bahwa setiap orang dan setiap golongan tidak boleh membuat sebarang perjanjian damai dan tidak boleh pula mengobarkan perang, juga tidak boleh melakukan hubungan luar, melainkan terlebih dahulu mesti mendapat persetujuan Rasulullah SAW.

Ini jelas menunjukkan bahwa pimpinan dan kekuasaan di Madinah sebenarnya terletak di tangan orang Islam dan kesempatan berdakwah adalah terbuka lebar, juga kebebasan asasi umat manusia mengenai masalah ini (akidah), terjamin sepenuhnya.

Kedua: Di peringkat ini Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.. bermaksud mencari penyelesaian dengan kaum Quraisy yang terus menerus menentangnya, dan juga merupakan penghalang utama bagi kaum lain masuk Islam. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.. juga ingin melihat penyelesaian antara golongan Quraisy yang kontra dengan golongan yang pro Islam.

Untuk itu, beliau telah mengambil tindakan segera mengirim pasukan patroli (saroya jama' sariyyah), membawa panji-panji Islam.

Patroli pertama yang dikirimnya ialah yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Mutalib (paman Rasulullah sendiri) di bulan puasa menjelang bulan ketujuh hijrah. Pengiriman patroli atau saroyah itu dilakukan pula menjelang bulan kesembilan hijriah, di bulan ketiga belas dan keenam belas hijriah. Kemudian dikirim pula patroli di bawah pimpinan Abdullah bin Jahsy di awal Rajab bulan ketujuh belas hijriah. Ini saroyah pertama yang mengalami pertempuran sengit. Pertempuran ini terjadi di bulan haram (bulan suci yang dilarang berperang).

Pertempuran inilah menjadi sebab turunnya Firman Allah:
  • “Mereka bertanya kepadamu [wahai Muhammad] tentang hukum berperang di bulan yang dihormati. Katakanlah: Berperang di bulan itu adalah dosa besar; tetapi perbuatan menghalangi [orang Islam dari jalan Allah, kafir kepada Allah menghalangi orang Islam masuk] Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarya; lebih besar [dosanya] di sisi Allah. Dan fitnah itu lebih besar [dosanya] daripada berbunuhan [semasa perang dalam bulan haram]. Mereka tidak berhenti-hentinya memerangi kamu sampai mereka [dapat] mengembalikan kamu dari agama kamu [kepada kekafiran] seandainya mereka sanggup [berbuat demikian]. (QS Al-Baqarah: 217)
Kemudian peperangan Besar Badar (Badrul-Kubra) terjadi pada bulan Ramadhan tahun itu juga dan peperangan itulah yang menjadi sebab turunnya Surah Al-Anfaal.
  • Kalau hal itu dijadikan dasar dari latar belakang kejadian peperangan ini, maka sama sekali tidak langsung berhubungan dengan alasan “mempertahankan diri” menurut definisinya yang sangat sempit itu, untuk dijadikan dasar bagi gerakan jihad Islam; seperti yang selalu dikatakan oleh orang-orang yang dangkal pikirannya menghadapi realita yang berlaku dan menghadapi putar belit kaum orientalis.
  • Orang-orang yang sengaja mencari-cari alasan menjalankan gerakan Islam dalam bentuk “mempertahankan diri” saja sebenarnya telah beroleh ilham dan inspirasi dari serangan kaum orientalis. Ketika umat Islam sedang kehilangan kekuasaan seperti sekarang ini, dan bahkan ketika orang-orang Islam sedang kehilangan “Islam” itu sendiri, kecuali orang-orang yang masih dipelihara Allah iman dan semangatnya, yang masih terus melaksanakan proklamasi umum Islam mengenai kebebasan umat MANUSIA di atas BUMI ini dari sebarang kekuasaan yang lain dari kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, supaya kekuasaan itu menjadi kepunyaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Jihad Di Jalan Allah seluruhnya, lalu mereka berusaha dan berjuang terus meniupkan semangat jihad dengan menonjolkan nama dan lambang Islam dengan tujuan untuk memenangkan Islam saja.
  • Gerakan dakwah Islam tidak memerlukan sebarang pedoman dan fakta sandaran yang lebih tepat daripada panduan wahyu Ilahi ini: “Oleh karena itu, maka hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat [yaitu orang mukmin yang mengutamakan kebahagiaan hidup akhirat atas hidup dunia ini] berperang di jalan Allah. [karena] Barangsiapa yang berperang di jalan Allah lalu terbunuh [syahid] atau beroleh kemenangan, maka kelak Kami akan berikan kepadanya pahala yang besar. Dan mengapakah kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita dan anak-anak yang selalu berdoa dengan berkata “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini [Mekah] yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau”. Orang-orang yang beriman itu berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir pula berperang di jalan taghut [setan] sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.” (An - Nisaa': 74-76)
  • “Katakanlah [wahai Muhammad] kepada orang-orang kafir itu: Jika mereka berhenti [dari kekafirannya] Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu. Dan jika mereka kembali lagi [kembali menjadi kafir semula dan memerangi Nabi] maka sesungguhnya akan berlaku [kepada mereka] sunnah [Allah terhadap] orang-orang dahulu”. Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah [gangguan terhadap agama Islam] dan supaya agama itu bagi Allah semata-mata [supaya orang Islam bebas melaksanakan ajaran agamanya]. ”Jika mereka berhenti [dari kekafiran dan gangguan] maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling [enggan beriman dan tidak berhenti menceroboh] ketahuilah bahawasanya Allah Pelindungmu dan sebaik-baik penolong. (QS Al Anfaal: 38-40)
  • Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak [pula] kepada hari akhirat dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar [agama Allah], yaitu orang-orang [Yahudi dan Kristen] yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan keadaan taat dan merendahkan diri. Dan berkata orang-orang Yahudi: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu, dilaknat Allahlah mereka. Bagaimana mereka dapat berpaling [dari kebenaran]? Mereka jadikan pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan] Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia Maha Suci dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 29-31)
Inilah fakta-fakta sandaran yang mengesakan ketuhanan Allah di “bumi” ini, dan melaksanakan panduan-Nya di dunia ini, serta menghalau setan dan kelompoknya, juga menghancurkan kekuasaan manusia yang menindas dan menekan sesama umat manusia sedangkan semua manusia adalah hamba Allah Yang Maha Berkuasa.

Manusia tidak boleh saling menguasai dan saling mengabdi oleh dan kepada sesiapa pun dari kalangan sesama hamba Allah dengan mengatasnamakan diri mereka sendiri atau dengan undang-undang yang bersumber dari hawa nafsu dan pendapat mereka sendiri.

Pada fase ini, mulailah berlaku kalimat “tiada paksaan dalam beragama”, iaitu tiada paksaan untuk menganut agama Islam dan akidah apa pun, setelah seluruh umat manusia terbebas dari pengabdian oleh sesama manusia dan setelah diakui tegaknya suatu dasar bahwa kekuasaan seluruhnya adalah kepunyaan Allah.

Bila mereka ditanya mengenai motif yang mendorong mereka berjuang, mereka tidak akan pernah menjawab, “Kami berjuang untuk mempertahankan negeri kami yang sedang terancam.” Atau, “kami berperang untuk meredam kemaraan musuh dari Parsi dan Romawi yang merongrong kedaulatan negara kami.” Atau, “kami berjuang untuk memperluas kawasan negara kami dan mengumpul harta rampasan.” Tidak!. Bukan karena semua itu.
  • Namun, mereka akan menjawab seperti jawaban Sayidina Rab'a bin 'Amir, Huzaifah bin Muhsan dan Al-Mughirah bin Syu'bah, kepada Rustam Panglima Angkatan Perang Persia di Medan Perang Qadisiah yang telah bertanya kepada mereka seorang demi seorang dalam tempo tiga hari berturut-turut sebelum terjadinya pertempuran hebat antara tentara Persia yang cukup lengkap dengan persenjataan tentara Islam yang kecil jumlah dan sedikit sekali persenjataannya. Rustam bertanya kepada mereka, “Apakah yang mendorong kamu ke mari untuk berperang dengan kami?” Jawaban mereka adalah bersamaan antara satu dengan yang lain, tidak berubah dan tidak berbeda. Jawaban mereka berbunyi, “Bahwa Allah telah mengutus kami untuk mengajak dan menyeru tuan-tuan dan semua orang yang memperlihatkan taat setianya kepada sesama manusia untuk bersama-sama dengan kami menyembah dan menuju pengabdian kepada Allah Yang Maha Esa. Mereka juga mengajak Romawi dan Parsi untuk keluar dari kesempitan hidup dunia kepada ruang hidup yang lebih luas, di dunia dan akhirat, dari keganasan dan kekejaman agama-agama kepada keadilan Islam lalu diutus-Nya utusan-Nya kepada seluruh umat manusia. Siapa saja menerima Islam, maka kami sambut mereka dan kami akan meninggalkan negeri mereka. Kami persilakan mereka terus berkuasa di negeri mereka sendiri. Sebaliknya, siapa saja yang angkuh dan enggan menerima Islam maka kami akan memerangi mereka sehingga kami mendapat kurnia surga Allah atau kami beroleh kemenangan.”
Sebenarnya ada tenaga pendorong di dalam tabiat agama ini dalam proklamasi umum dan juga dalam programnya yang berpijak dalam realita untuk umat manusia, yang sesuai dengan bentuk hidup umat manusia yang beragam. Tenaga pendorong utama itu senantiasa hidup tegak, walaupun tiada sebarang bentuk permusuhan atas negeri Islam dan juga terhadap kedaulatan orang-orang Islam di dalam negeri itu, karena ia adalah tenaga pendorong yang sejati dan asli di dalam program dan realitanya, bukan sekadar bertumpu pada mempertahankan diri saja, yang sangat sementara bentuknya.

Seorang muslim itu cukup mampu untuk keluar berjuang mempertaruhkan jiwa raga dan harta bendanya di “jalan Allah” semata, di jalan dasar dan nilai Allah saja, bukan demi keuntungan materi untuk diri dan golongannya, dan bukan pula karena sebarang impian kebendaan yang mendorongnya. Sebelum setiap orang muslim keluar berjuang dan berperang di medan jihad, pada hakikatnya dia telah berhasil mengarungi medan jihad yang amat besar di dalam dirinya sendiri, melawan godaan setan dalam hatinya, menentang nafsu dan syahwat keinginan yang beraneka bentuk, menentang rasa tamak, menentang rasa cinta diri, cinta kaum kerabat dan anak bangsa sendiri, dan bahkan menentang sebarang simbol yang bukan simbol Islam, menentang sebarang dorongan untuk menyembah dan mematuhi sebarang kekuasaan selain Allah dan sebarang halangan dari terlaksananya kekuasaan dan pemerintah Allah di muka bumi ini serta menghancurkan kekuasaan “TAGHUT” dan setan-setan kekuasaan yang merampas kekuasaan Allah.

Orang-orang yang sengaja mencari-cari jalan untuk mendapatkan sebarang fakta sandaran ke arah perjuangan dan jihad Islam dengan tujuan mempertahankan “Negara Islam” saja, orang yang seperti itu adalah orang yang suka merendahkan dasar dan program agama dan memandangnya lebih murah nilainya daripada “negeri”.
Ini bukan konsep Islam yang benar, bahkan ia merupakan suatu teori dan pendapat yang sumbang dan usang sama sekali dari selera Islam; sebab akidah dan program yang mengatur perjalanannya dan masyarakat yang hendak dikuasai oleh akidah dan program itu adalah suatu simpulan kata yang sama dan satu dalam selera Islam.

Adapun “tanah” dan “bumi” saja maka tidak ada nilai dan harganya, karena setiap nilai dan harga bagi “tanah” dan “bumi” dalam pandangan Islam adalah berujung pada berkuasanya program dan ajaran Allah di atas “tanah” dan “bumi” itu. Karena itulah maka “bumi” itu menjadi lahan semaian akidah dan juga program itu di dalam bentuk “Negeri Islam”, dan juga merupakan titik awal bagi perjalanan ke arah kebebasan umat manusia. Memang benar bahwa menjaga “Negeri Islam” itu berarti menjaga akidah, program dan masyarakat yang di dalamnya akidah dan program itu berkuasa dan berdaulat. Tapi mesti diingat, ini bukan tujuan terakhir. Bukan tugas menjaga keselamatan menjadi tujuan terakhir bagi gerakan jihad Islam. Kerena menjaga keselamatannya adalah merupakan salah satu jalan saja bagi tegak dan terlaksananya perintah Allah di dalamnya, juga dijadikan garis permulaan bertolak, sebab umat manusia adalah merupakan alat dan bahan bagi gerakan agama ini manakala bumi dan tanah pula merupakan tempat ia berpijak dan tumbuh mekar. Kita telah mengatakan bahwa perjalanan membawa dan memikul ajaran agama ini akan dihadang oleh berbagai bentuk rintangan, baik yang berbentuk kekuasaan negara, sistem sosial dan politik dan juga berbentuk realita yang menguasai keadaan, sedangkan semuanya adalah hal-hal yang hendak dihancurkan oleh Islam dengan menggunakan kekuatan, supaya seluruh umat manusia dapat hidup bebas berhadapan dengannya, bebas berbicara dan mengetuk pintu hati dan fikirannya, setelah seluruh umat manusia itu dibebaskan dari belenggu, dan setelah mereka beroleh kebebasan penuh. Kita mestinya tidak mudah terpedaya dengan tipu muslihat kaum orientalis terhadap dasar “jihad” dan kita sekali-kali jangan rela menanggung beban yang ditimbulkan oleh realita dalam kekalutan dunia zaman sekarang, lalu kita mencari-cari motif lain untuk jihad Islam di luar tabiat asal /esensi dari agama ini sendiri, supaya dapat bertahan untuk sementara. Jihad akan terus berjalan, dengan disertai atau tanpa motif itu. Di samping itu kita membongkar realiti sejarah, kita tidak boleh lupa pokok dan inti tabiat agama ini, dan jangan sekali-kali kita coba mencampur-adukkan inti itu dengan realita yang berbentuk pertahanan yang bersifat sementara itu.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Agama ini memang harus mempertahankan diri dari setiap serangan yang datang. Karena keberadaannya merupakan proklamasi umum pengabdian hanya kepada Allah, Tuhan Seru sekalian alam serta proklamasi pembebasan umat manusia dari pengabdian diri kepada sesama manusia. Juga, merupakan eksistensi organisasi yang aktif di bawah satu arahan baru yang bukan arahan jahiliyah, serta lahirnya sebuah masyarakat bebas yang berbeda dengan yang telah ada, yang tidak menuhankan kekuasaan terhadap sesama umat manusia, karena kekuasaan yang sebenarnya adalah kepunyaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ya, dengan keberadaan agama ini dalam bentuk yang disebutkan tadi, dengan sendirinya mengancam masyarakat jahiliyah yang ada di sekitarnya, yang ditegakkan atas dasar pengabdian oleh manusia atas sesama umat manusia. Dengan sendirinya pula masyarakat jahiliyah akan berusaha menyerang dengan tujuan untuk memusnahkannya sama sekali dengan maksud mempertahankan hidup masyarakat jahiliyah. Dan dengan demikian, masyarakat Islam yang baru muncul itu pun terpaksa mempertahankan dirinya.
  • Yang pertama tadi ialah suatu konsep dan yang kedua juga memang satu konsep walaupun dalam kedua-dua konsep itu Islam pasti akan berjihad; tapi konsep umum terhadap motif dan tujuan jihad dan hasilnya adalah berlainan dan berbeda sejauh-jauhnya, berbeda dalam segi kepercayaan dan berbeda dalam segi tektik dan strategi. Inilah konflik yang tak dapat dielakkan. Sebab, hal ini menyatu dengan lahirnya Islam sendiri. Inilah pertarungan yang mesti dihadapi oleh Islam, dan sama sekali tidak dapat dielakkan. Inilah sunnatullah yang tak dapat dihindarkan. Ini semuanya adalah fakta dan kebenaran. Mengikut pandangan inilah Islam mesti mempertahankan hidup dan wujudnya, dan ia pasti sanggup mengarungi medan perjuangan mempertahankan dirinya. Hal ini pasti dan tidak dapat dielakkan. Ada satu lagi hakikat yang lebih penting daripada yang telah disebutkan tadi, yaitu telah menjadi sifat dasar Islam bahwa ia senantiasa bergerak terus menerus tanpa mempedulikan halangan dan rintangan, untuk menyelamatkan manusia di dalam bumi daripada terpaksa mengabdikan dirinya kepada yang lain selain Allah. Hal ini tidak dalam lingkungan geografi saja, tidak juga dalam golongan dan kaum saja, dengan membiarkan manusia, semua jenis umat manusia di atas bumi ini tunduk di bawah kekuasaan kejahatan, kemusnahan dan pengabdian diri kepada yang lain selain Allah.
  • Ini tabiat asal agama ini. Inilah dia tugasnya; karena ia adalah proklamasi umum mengenai ketuhanan Allah Seru Sekalian Alam, dan proklamasi umum mengenai kebebasan umat manusia dari pengabdian apa pun yang ditujukan selain Allah di kalangan seluruh umat manusia.
  • Kita tidak akan meraba-raba mencari motif dari luar kecuali bila kita telah kehilangan pijakan dan kita bingung mengenai hakikat yang agung itu yaitu bila saja kita lupakan bahwa masalah ini ialah masalah “ketuhanan” Allah dan “kehambaan”Sesungguhnya kekuasaan apa pun yang menentang Islam telah membuat keputusan untuk tidak lagi menyerang Islam, seandainya Islam sanggup membiarkan mereka meneruskan sikap dan dasar pengabdian diri kepada yang lain selain Allah, dalam lingkungan mereka sendiri, dan dalam batas negeri mereka sendiri. Kalaulah Islam sanggup membiarkan mereka menjalankan peranan mereka dengan cara tidak mendakwah Islam dan menyebarkan proklamasi umumnya itu. Tetapi Islam tidak pernah mau toleran dengan mereka, kecuali setelah mereka mengaku akan tunduk dan patuh di bawah kekuasaan Islam dalam bentuk membayar jizyah, sebagai jaminan bagi terbukanya pintu dakwah Islam tanpa diganggu-gugat oleh kekuasaan apa pun di dalam negeri itu.
Bandingkan sendiri antara Islam dalam bentuk yang asli ini dengan bentuk ’olahan’ yang termanipulasi dalam ruang yang sempit, ruang seperti negara dan suku, yaitu Islam yang senantiasa di dalam ketakutan.

Sesungguhnya motif gerakan Islam itu lahir dengan jelas sekali bila saja difahami benar bahwa agama ini ialah ajaran dan panduan Allah untuk hidup umat manusia, bukan ajaran dan panduan bikinan tangan manusia, bukan suatu aliran fikiran dan isme yang khusus bagi suatu golongan tertentu saja, juga bukan sekadar untuk suatu golongan manusia saja.

Setiap orang yang mengerti akan hakikat ini tidak mungkin meraba-raba mencari panduan yang lain, mengenai pengertian jihad dalam Islam. Jarak antara kedua persimpangan jalan ini tidak begitu jauh; yaitu antara konsep bahwa Islam itu terpaksa mengarungi perjuangan yang tidak dapat dielakkan lagi, karena keberadaannya berdampingan dengan masyarakat jahiliyyah yang akan menghantam keberadaan Islam itu sendiri dan bahwa Islam harus memulakan gerakan dan menghayun langkah masuk ke gelanggang perjuangan jihad. Memang jarak antara keduanya tidak begitu jauh karena dalam kedua konsep itu pun ia (Islam) pasti akan mengarungi pertarungan itu! Tapi pada peringkat akhirnya, perbedaan antara keduanya akan nampak jelas sekali, mengubah perasaan dan pengertian keislaman begitu hebat dan menonjol. Memang terlalu jauh jaraknya antara konsep bahwa Islam itu suatu program dan panduan Ilahi yang datang untuk melaksanakan ketuhanan Allah SWT untuk seluruh alam ini, dan melaksanakan kepatuhan seluruh umat manusia kepada Allah Yang Maha Esa, serta mengesahkan pelaksanaan itu dalam realita, yaitu di dalam bentuk sebuah masyarakat yang menjamin kebebasan manusia dari pengaruh pengabdian oleh sesama umat manusia, dengan menumpukan ibadat kepada Allah SWT saja, dan menghayati syariat Allah saja sebagai undang-undang negara menjadi lambang kekuasaan Allah; atau dengan perkataan lain, ketuhanan Allah itu menjelma di dalam kenyataan dan realita.

Dengan demikian, ia berhak dan mampu menghancurkan semua halangan dan rintangan di tengah jalan supaya ia dapat berdialog langsung dengan fikiran dan hati kecil setiap individu tanpa sesuatu halangan pun, baik yang berbentuk sistem politik negara, atau berbentuk realita masyarakat itu. Memang jarak pemisahnya terlalu jauh antara konsep cara ini terhadap Islam, dengan konsep dan anggapan bahwa ia hanya sekadar suatu sistem lokal bagi sebuah negeri tertentu saja, yang hanya berhak mempertahankan diri dalam lingkungan yang sangat sempit.
  • Adalah menjadi hak Islam bahwa ia bergerak dari dasar, sebab ia bukan satu agama untuk suatu golongan tertentu saja. Ia juga bukan hanya sekadar suatu sistem hidup untuk suatu daerah dan negeri tertentu saja, tapi ia adalah suatu program dan panduan Tuhan, dan suatu sistem untuk dunia seluruhnya.
  • Adalah menjadi hak Islam untuk bergerak menghancurkan halangan-halangan yang berbentuk sistem-sistem dan realita yang menyekat kebebasan manusia untuk berusaha mencari dan memilih sendiri.
  • Islam juga menjamin bahwa ia tidak akan menyerang setiap individu dan memaksa mereka menerima akidahnya. Ia hanya akan menyerang dan menghantam sistem-sistem dan realita untuk membebaskan setiap individu dari pengaruh yang merusak fitrah umat manusia dan membelenggu kebebasan memilih. Islam berhak membebaskan umat manusia dari mengabdikan diri dan memuja sesama hamba Tuhan, supaya mereka hanya mengabdikan diri dan memuja Allah Yang Maha Esa supaya ia dapat melaksanakan dan menyebarkan kandungan proklamasi umum mengenai ketuhanan Allah atas seluruh alam ini, dan membebaskan seluruh umat manusia.
Pengabdian diri kepada Allah Yang Maha Esa tidak akan terlaksana - baik dalam pandangan Islam dan dalam realita hidup - kecuali di bawah lindungan sistem Islam, sebab hanya Islam sajalah sistem yang dijadikan Allah untuk mengatur semua urusan hamba-Nya, baik yang memerintah maupun yang diperintah, baik yang berkulit putih atau berkulit hitam, baik yang jauh atau yang dekat, baik yang miskin atau yang kaya; melalui suatu undang-undang yang dipatuhi oleh mereka semua.
Kalau di bawah sistem-sistem yang lain, maka dengan sendirinya umat manusia menyembah dan mengabdikan dirinya kepada sesama hamba Tuhan; karena mereka mengambil peraturan hidup mereka dari sesama hamba Tuhan; sedangkan kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang itu adalah menjadi salah satu dari sifat Allah SWT.

Siapa saja yang mendakwa dirinya mempunyai hak untuk membuat undang-undang bagi kehidupan manusia, maka sesungguhnya orang itu telah mendakwa dan menepuk dada bahwa dirinya mempunyai sifat-sifat ketuhanan, apakah dia mengakui hal ini secara terus terang atau pun tidak. Siapa saja yang mengagungkan seorang manusia lain dengan mempunyai hak atas dirinya berarti dia mengakui orang itu mempunyai hak ketuhanan dan berkuasa atas dirinya; apakah dia menyebut perkataan ketuhanan atau tidak.

Selain itu, Islam itu bukan hanya suatu akidah saja, sehingga ia bisa merasa puas hati dan cukup dengan hanya menyampaikan dakwah mengenai akidahnya saja kepada umat manusia; bahkan ia adalah suatu program dan panduan yang mesti dilaksanakan di dalam gerakan organisasi bagi kebebasan umat manusia. Organisasi yang tidak bergerak dan bertindak dengan berpandukan dasar Islam, tidak mungkin menyusun hidup rakyat jelatanya dengan berpandukan program Islam.

Dengan demikian Islam, sistem-sistem itu harus dihapus karena semuanya merupakan penghalang kepada kebebasan seluruh umat manusia. Ini - seperti kita katakan tadi - berarti kekuasaan dan agama itu adalah kepunyaan Allah saja dan tidak ada seorang hamba pun yang boleh mempunyai hak dan kekuasaan kepada hamba Allah, seperti halnya dalam seluruh sistem yang ditegakkan di atas dasar pengabdian manusia atas sesama umat manusia.

Sebenarnya, para peneliti Islam di zaman modern ini, selalu merasa kecewa menghadapi realita zaman sekarang melalui rekaan kaum orientalis yang licik. Ini disebabkan karena kaum orientalis yang licik itu selalu membuat gambaran bahwa Islam adalah suatu gerakan kekerasan yang menggunakan senjata untuk memaksa orang menganut akidahnya; sedangkan kaum orientalis yang kurang ajar itu tahu benar bahwa gambaran itu bukanlah suatu hakikat dan kebenaran. Mereka sengaja menyembunyikan fakta yang benar mengenai hakikat jihad di dalam Islam dengan cara ini. Di samping itu, berusahalah golongan yang kecewa tadi, kononnya, untuk menjaga citra dan nama baik Islam, juga Jihad Di Jalan Allah dengan tujuan hendak menafikan tuduhan-tuduhan itu -lalu mereka mencari-cari alasan untuk mempertahankan diri, dengan melupakan sama sekali hakikat dan tabiat Islam yang asli dan melupakan fungsi dan peranannya yang benar dan melupakan haknya dalam usaha membebaskan seluruh umat manusia.
Sebenarnya, fikiran para peneliti zaman modern ini telah dikaburi oleh pandangan-pandangan ala barat terhadap fungsi dan peranan serta tabiat agama dengan mengatakan bahwa agama ini ialah urusan akidah semata-mata, yang bersarang di lubuk hati; tidak satu pun mempunyai kaitan dengan sistem dan realita hidup. Dengan demikian, perjuangan karena agama itu berarti perjuangan untuk akidah semata-mata, supaya ia dapat bersarang di lubuk hati manusia. Bukanlah begitu pandangan Islam; sebab Islam adalah panduan dan program Allah untuk hidup umat manusia. Program yang berasaskan tauhid, yaitu mengesakan Allah SWT dengan sifat-sifat ketuhanan yang menjelma di dalam bentuk kekuasaan, dan mengatur hidup tadi dengan mengikuti perincian-perincian yang telah ditetapkan. Perjuangan untuk Islam itu adalah berarti: jihad dan perjuangan untuk melaksanakan program dan panduan itu.

Ada pun akidah, maka ia adalah suatu hal yang berkait dengan rasa dan selera hati, di bawah lindungan suatu sistem universal itu, sesudah tabir yang menutupnya disingkap, dengan demikian halnya berlainan sama sekali dan ia menjelma dalam bentuk baru dan sempurna.

Di mana saja ada organisasi Islam, yang menjunjung tinggi dan menghayati program dan panduan Tuhan; maka dengan sendirinya berarti Allah memberikan kepadanya hak bergerak untuk memikul kekuasaan dan melaksanakan programnya, di samping membiarkan masalah akidah itu menjadi masalah individu yang berkaitan dengan kesadaran masing-masing. Kalaulah Allah SWT melarang golongan Islam dari melakukan jihad untuk suatu masa, maka itu adalah masalah taktik saja dan bukan masalah prinsip. Masalah mengendalikan organisasi bukan masalah akidah. Atas dasar yang jelas dan terang inilah, kita boleh memahami nas-nas dan petunjuk Al-Quran yang bermacam-macam bentuknya itu mengikuti perkembangan sejarah yang silih berganti, mengikuti pasang surut hidup umat manusia.

Kita hendaklah jangan sekali-kali mencampur aduk dalil-dalil dari ayat-ayat yang bersifat sementara dan menyusun strategi perjuangan jihad dengan ayat-ayat yang merupakan dalil umum bagi organisasi Islam, yang tidak berubah-ubah di sepanjang zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar