Senin, 11 Juni 2012

Jawaban Bantahan Pembakaran Rumah Fathimah

Jawaban Bantahan Pembakaran Rumah Fathimah

 
Bagi para nasibi, mereka tidak akan pernah berhenti untuk mempertahankan sahabat-sahabat pujaan mereka bermatian, agar kepercayaan mereka yang lemah akan tetap utuh. Sungguh mereka sangat takut kepada kebenaran, sehinggakan banyak jawaban balas mereka sebenarnya sangatlah lemah, malah bagi orang berilmu yang membacanya, langsung tidak memuatkan hujah yang boleh melawan kekuatan hujah di pihak Syiah.

Ada beberapa laman baik dari Indonesia, Malaysia dan juga yang berbahasa Inggeris, yang berusaha membuat bantahan terhadap riwayat ancaman pembakaran rumah Ahlul Bait. Bantahan mandul bergaya“pengacara urakan” mencari-cari pembelaan yang tidak ilmiah. Ada dua laman yang akan di bahas oleh saudara Secondprince. Semoga Allah swt merahmati beliau dan semua para pembela Mazhab suci Ahlulbait(as)


Laman-laman ini dibahas bukan kerana bantahan mereka layak di balas, tetapi kerana untuk menunjukkan kepada umat Islam betapa lemahnya akal para pengikut Nasibi ini.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ ، عْن أَبِيهِ أَسْلَمَ ؛ أَنَّهُ حِينَ بُويِعَ لأَبِي بَكْرٍ بَعْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، كَانَ عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ يَدْخُلاَنِ عَلَى فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَيُشَاوِرُونَهَا وَيَرْتَجِعُونَ فِي أَمْرِهِمْ ، فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ خَرَجَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى فَاطِمَةَ ، فَقَالَ : يَا بِنْتَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَاللهِ مَا مِنْ الْخَلْقِ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيك ، وَمَا مِنْ أَحَدٍ أَحَبَّ إِلَيْنَا بَعْدَ أَبِيك مِنْك ، وَأَيْمُ اللهِ ، مَا ذَاكَ بِمَانِعِيَّ إِنَ اجْتَمَعَ هَؤُلاَءِ النَّفَرُ عِنْدَكِ ، أَنْ آمُرَ بِهِمْ أَنْ يُحَرَّقَ عَلَيْهِمَ الْبَيْتُ قَالَ : فَلَمَّا خَرَجَ عُمَرُ جَاؤُوهَا ، فَقَالَتْ : تَعْلَمُونَ أَنَّ عُمَرَ قَدْ جَاءَنِي ، وَقَدْ حَلَفَ بِاللهِ لَئِنْ عُدْتُمْ لَيُحَرِّقَنَّ عَلَيْكُمَ الْبَيْتَ ، وَأَيْمُ اللهِ ، لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ  فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ ، فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ


Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata bahwasanya ketika bai’at telah diberikan kepada Abu Bakar sepeninggal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali dan Zubair masuk menemui Fatimah binti Rasulullah, mereka bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Ketika berita itu sampai kepada Umar bin Khaththab, ia bergegas keluar menemui Fatimah dan berkata ”Wahai Puteri Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] demi Allah tidak ada seorangpun yang lebih kami cintai daripada ayahmu dan setelah ayahmu tidak ada yang lebih kami cintai dibanding dirimu tetapi demi Allah hal itu tidak akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk ku perintahkan agar membakar rumah ini tempat mereka berkumpul”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berkata “Tahukah kalian bahwa Umar telah datang kepadaku dan bersumpah jika kalian kembali ia akan membakar rumah ini tempat kalian berkumpul. Demi Allah ia akan melakukan apa yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”. Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 14/567 no 38200 dengan sanad shahih sesuai syarat Bukhari Muslim]

Riwayat yang dibawakan adalah sahih, dan di dapati kedua laman itu langsung tidak menyentuh bab sanadnya, yang disentuh dan cuba ditakwil, hanyalah matannya agar sesuai dengan keyakinan mereka. Bantahan mereka adalah yang di quote.

Poin pertama Alfanarku membawa 4 hujah bantahan, bahkan mereka menyerang dakwaan Syiah sendiri. Kami katakan samada menyerang dakwaan Syiah atau Sunni, itu tidak memberi kesan sedikitpun kepada kami. Kami tidak akan berbasa basi mempertahankan para sahabat dan meninggalkan Ahlulbait(as), maaf, itu bukan akhlak kami. Kami meyakini kebenaran adalah dengan berpegang teguh kepada Ahlulbait(as), dan setiap sahabat yang menyakiti Ahlulbait adalah pasti salah, tanpa perlu mengira apa pun alasan naif mereka.

Saat Bai’at umat kepada Abu Bakar, diberitakan Ali dan Zubair sedang berada di rumah Fatimah membicarakan tentang urusan mereka, dan hal ini yang terdengar oleh Umar. Dan hal ini adalah sesuatu yang keliru menurut Umar, karena seharusnya mereka segera ikut membai’at Abu Bakar dimana hampir semua kaum muslimin telah membai’at Abu Bakar hari itu.

Jawaban: Jika mahu berpendapat bahawa Umar terkeliru, silakan sahaja, kami secara peribadi melihat dari sisi Ahlulbait(as) bahawa, jika Ali dan Fatimah menganggap sahnya pembaiatan terhadap Abu Bakar, maka sudah tentu tidak perlu mereka berdua mengadakan pertemuan dengan para sahabat lain di rumah beliau. Terjadinya pertemuan itu adalah menunjukkan  Imam Ali(as)  dan Sayyidah Zahra(sa) menganggap apa yang dilakukan oleh Umar dan pengikutnya adalah yang keliru sebenarnya. Seharusnya Abu Bakar, Umar dan kaum Ansar yang lainnya tidak terburu-buru membuat keputusan dan meninggalkan Ahlulbait(as) dalam hal ini. Siapakah yang menjadi pedoman dan pagangan umat Islam selepas kewafatan Rasul Akram, yang dipesan oleh baginda di dalam hadis Tsaqalain? Tidak lain adalah Ahlul Bait, tetapi mereka malah menuruti pendapatnya sendiri dan meninggalkan Ahlul Bait bahkan setelah itu memaksakan pandangan mereka dalam bentuk ancaman kepada Ahlul Bait. Dimana akhlak kalian wahai yang mengaku mencintai Ahlul Bait?

Hujah kedua alfanarku menunjukkan lagi pandangan yang skizofrenik dan lemahnya pemahaman, tidak lain itu kerana kebenciannya yang dalam terhadap Syiah. Jika kebencian memenuhi kepala maka akal tertutup dan nafsu yang berbicara

Orang yang paling dicintai Umar setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam adalah Fatimah, ini menggugurkan klaim syi’ah secara telak, yaitu tidak mungkin seseorang akan menyakiti seseorang yang paling dia cintai

Kami jawab : Di mana letaknya hujah perkataan ini? Apa dia lupa, yang Syiah dan Sunni sama-sama mengakui mencintai Ahlul Bait? Apakah alfanarku itu tidak dapat membezakan antara dakwaan dan fakta? Siapa sahaja boleh mengaku Ahlulbait(as) adalah yang paling mereka cintai, tetapi apa gunanya pengakuan ini jika perbuatannya jelas menyakiti Ahlulbait(as)?

Faktanya Umar memang mengancam membakar rumah Ahlul Bait [berdasarkan riwayat shahih di atas] ada tidaknya pengakuan atau dakwaan Umar itu tidak menafikan ancaman yang ia lakukan. Jika Umar memang benar-benar mencintai Ahlulbait(as) bukan begitu caranya. JIka kita mahu mengingatkan atau menasihati orang yang kita cintai [apalagi kita hormati] kita pasti akan menggunakan tutur kata yang lemah lembut bukan ancaman yang menyakitkan. Ini hal sederhana tetapi tidak difikirkan oleh alfanarku karena dirinya disibukkan dengan apa yang mereka sebut sebagai “dakwaan Syiah”.

Kita terus ke poin ketiga yang menunjukkan lemahnya ilmu dan penuh dengan basa-basi

Umar yang memiliki sifat yang tegas dan keras mengingatkan Ali dan Zubair melalui Fatimah, dan sama sekali tidak sedang mengancam pribadi Fatimah, hal ini bisa diketahui dari perkataan Umar kepada Fatimah “maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya” kata yang dipakai  ‘Alaihim’ dan bukan ‘Alaikum’ ” أن يحرق عليهم البيت ”. Dan kenyataannya Umar tidak pernah melakukan apa yang diucapkan-nya tersebut, Dan kenyataannya Ali dan Zubair sedang tidak ada di rumah Fatimah saat itu.

Kami jawab : Begitulah yang akan terjadi jika seseorang itu tidak memperhatikan lafaz arabnya dengan baik. Riwayat di atas menunjukkan bahawa Ali dan Zubair menemui Sayyidah Fathimah, dalam salah satu riwayat shahih Umar pernah berkata [dalam hadis Saqifah yang panjang]

وإنه كان من خيرنا حين توفى رسول الله صلى الله عليه وسلم إن عليا والزبير ومن تبعهما تخلفوا عنا في بيت فاطمة


Bahwa di antara berita yang sampai kepada kami ketika Rasulullah(sawa)wafat adalah Ali, Zubair dan orang-orang yang mengikuti keduanya menyelisihi kami di rumah Fathimah [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 1/164 dengan sanad shahih]

Ketika itu yang terlibat dengan pertemuan itu adalah Ali, Zubair dan orang-orang yang bersama mereka di mana mereka pun bermusyawarah dengan Sayyidah Fathimah di kediaman Sayyidah Fathimah sendiri. Umar tidak senang dengan khabar ini dan mengancam dengan kata-kata

وَأَيْمُ اللهِ ، مَا ذَاكَ بِمَانِعِيَّ إِنَ اجْتَمَعَ هَؤُلاَءِ النَّفَرُ عِنْدَكِ ، أَنْ آمُرَ بِهِمْ أَنْ يُحَرَّقَ عَلَيْهِمَ الْبَيْتُ


“Demi Allah hal itu tidak akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk ku perintahkan agar membakar rumah ini tempat mereka berkumpul”

Alfanarku berbasa-basi bahwa Umar tidak mengancam Sayyidah Fathimah [alaihis salam] karena lafaz yang digunakan ‘Alaihim bukan ‘Alaikum. Tentu saja pembelaan ini mandul, ia tidak memperhatikan bahawa lafaznya adalah ‘Alaihimul bait” yang ertinya rumah tempat mereka berkumpul dan rumah itu adalah rumah Sayyidah Fathimah. Jadi lafaz itu menunjukkan Umar mengancam akan membakar rumah Sayyidah Fathimah kalau orang itu masih berkumpul di sisi Sayyidah Fathimah. Apa kalau ada orang yang mengancam akan membakar rumah anda maka ancaman itu bukan tertuju pada anda?

Mengenai perkataan kenyataannya Umar tidak pernah melakukan apa yang diucapkannya, itu adalah disebabkan oleh kebijaksanaan Sayyidah Fathimah sendiri yang memerintahkan agar mereka yang berkumpul di rumahnya iaitu Zubair dan orang-orang yang bersamanya untuk tidak lagi menemuinya atau kembali ke rumahnya. Seandainya mereka masih kembali dan Sayyidah Fathimah membiarkannya maka mungkin pembakaran itu akan terjadi sebagaimana Sayyidah Fathimah sendiri yang berkata

وَأَيْمُ اللهِ ، لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ  فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ


” Allah ia akan melakukan apa yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”

Poin keempat kembali menunjukkan lemahnya ilmu, alfanarku mempermasalahkan soal baiat terhadap Abu Bakar, ia berkata

Fakta yang begitu jelas dari riwayat tersebut adalah Ali dan Zubair melakukan bai’at kepada Abu Bakar di hari pembai’atan kaum Muslimin, hal ini juga menggugurkan klaim syi’ah bahwa Ali hanya baru memba’iat Abu Bakar setelah 6 bulan setelah kewafatan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam

Kami jawab : Orang itu telah salah dalam mempersepsi riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas. Tidak ada keterangan dalam riwayat di atas kalau Ali dan Zubair berbaiat kepada Abu Bakar pada hari pembaiatan kaum Muslimin. Lafaz yang ia jadikan hujjah adalah

فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ


“Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar”

Hujjah pertama : Pada lafaz ini tidak ada keterangan peristiwa baiat yang dimaksud langsung terjadi setelahnya. Lafaz “hatta” [sampai] di atas adalah penunjukkan waktu bahawa mereka tidak lagi menemui Sayyidah Fathimah sehingga mereka membaiat Abu Bakar, mengenai waktunya, boleh jadi sebentar, beberapa lama, nanti atau dalam waktu lama. Tidak ada keterangan yang menyebutkan lamanya waktu itu. Lafaz itu sama halnya dengan lafaz “dia tidak akan kembali ke rumah sampai dia mendapatkan wang seratus juta”. Apakah lafaz ini menunjukkan setelah itu dia akan segera mendapatkan wang 100 juta itu?. Tidak, boleh saja satu bulan, dua bulan, enam bulan atau satu tahun.

Hujjah kedua : perkataan itu tidak tertuju pada Imam Ali, perhatikan lafaz “maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya”. Siapakah mereka yang dimaksud?. Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas, mereka yang dimaksud adalah mereka yang disuruh pergi oleh Sayyidah Fathimah

فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ  فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ


“Jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”

Sayyidah Fathimah berkata “Jangan kalian kembali menemuiku”. Perkataan ini tidak mungkin ditujukan kepada Imam Ali tetapi ditujukan kepada Zubair dan orang-orang yang mengikutinya yang ikut berkumpul di rumah Sayyidah Fathimah. Jadi mereka yang dinyatakan dengan lafaz “sampai mereka membaiat Abu Bakar” adalah mereka yang diusir dari rumah Sayyidah Fathimah. Imam Ali bukan termasuk yang diusir dari rumah Sayyidah Fathimah, itu kan rumah beliau sendiri. Mengenai baiat Imam Ali terhadap Abu Bakar itu telah disebutkan dalam hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah bahwa itu terjadi setelah Sayyidah Fathimah wafat iaitu setelah enam bulan.

Jika orang syi’ah ingin berhujjah dengan riwayat di atas untuk mendiskreditkan Umar, maka mau ga mau mereka juga harus menerima beberapa fakta yang terekam dalam riwayat tersebut yang menjatuhkan klaim-klaim mereka.

Orang ini tidak rela jika ada orang yang mendiskreditkan Umar tetapi ketika ada orang yang mengancam dan menyakiti Ahlul Bait mereka berkata “Itu memang ada ajarannya dari Nabi”. Sungguh betapa anehnya mereka ini. Kami sarankan pada mereka agar mempelajari bahasa arab dengan lebih baik agar  tidak salah menafsiri dan membantah orang dengan salah tanggapnya itu.

Mungkin akan ada yang menjawab, bahwa mengenai pembai’atan Imam Ali kepada Abu Bakar dilakukan setelah 6 bulan berdalilkan riwayat Bukhari dari Aisyah, Kita jawab, berarti riwayat di atas keliru, kalau begitu tidak usah menjadikan riwayat tersebut sebagai dalil sama sekali atau kita jawab, apa yang diriwayatkan Aisyah dalam shahih Bukhari adalah apa yang Aisyah ketahui mengenai bai’at Ali, bisa jadi Aisyah tidak mengetahui bahwa Ali sudah memba’iat Abu Bakar di awal-awal, dan bai’at Ali pada bulan ke enam adalah bai’at beliau kedua untuk mengclearkan permasalahan.

Riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas tidak bertentangan dengan riwayat baiat Imam Ali dalam Shahih Bukhari sebagaimana yang telah kami jelaskan. Riwayat Aisyah tersebut shahih dan tidak ada istilah baiat kedua, itu cuma istilah yang dibuat-buat, tambahanpula jika memang Imam Ali sudah membaiat di depan orang banyak maka permasalahan apa lagi yang perlu dipermasalahkan sehingga perlu ada baiat kedua lagi di depan orang banyak pula. Cuma orang yang lemah akalnya yang berkata begitu.

Aisyah tidaklah menyendiri dalam pernyataan Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan. Dalam hadis shahih Bukhari soal baiat Imam Ali itu terdapat pengakuan Abu Bakar sendiri bahawa Imam Ali memang tidak pernah membaiatnya selama enam bulan. Aisyah berkata

فَلَمَّا صَلَّى أَبُو بَكْرٍ الظُّهْرَ رَقِيَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَشَهَّدَ وَذَكَرَ شَأْنَ عَلِيٍّ وَتَخَلُّفَهُ عَنْ الْبَيْعَةِ وَعُذْرَهُ بِالَّذِي اعْتَذَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ اسْتَغْفَرَ


Ketika Abu Bakar telah shalat zhuhur, ia naik ke mimbar mengucapkan syahadat dan menyebutkan masalah Ali dan ketidakikutsertaannya dari baiat dan alasannya, meminta maaf padanya kemudian beristighfar [Shahih Bukhari 5/139 no 4240 & 4241]

Jadi apa yang dikatakan Aisyah adalah apa yang ia dengar dan saksikan dari pengakuan Abu Bakar ra [ayahnya] sendiri. Adakah hujjah yang lebih kuat dari itu? Abu Bakar sendiri mengakui bahawa Imam Ali memang tidak membaiat dirinya. Jadi dari mana muncul istilah baiat pertama? Itulah akibat jika orang membaca hadis tidak secara mendalam dan hanya copy aste hujjah yang suka mentakwil dan mencari-cari dalih.

Mungkin akan ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Umar dengan memperingatkan Ali dan Zubair dengan keras  saat itu adalah perbuatan yang buruk dan tidak berdasar, kita jawab bahwa Umar berlaku tegas seperti itu bisa kita pahami karena memang terdapat ajaran dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam :“Barang siapa datang kepada kalian, sedang ketika itu urusan kalian ada pada satu orang, kemudian ia ingin membelah tongkat kalian atau memecah-belah jama’ah kalian, maka bunuhlah ia.” Dalam riwayat lain: “Pukullah ia dengan pedang, siapa pun orangnya”. مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمْيْعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ، فَأَرَادَ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ ؛ فَاقْتُلُوْهُ. وَفِيْ رِوَايَةٍ : فَاضْرِبُوْهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ.
Shahîh. HR Muslim (no. 1852) dari Sahabat ‘Arjafah Radhiyallahu ‘anhu.

Justru dengan hadis di atas alfanarku ini mahu menyatakan bahawa jika Ali dan Zubair ingin memecah belah jama’ah kaum muslimin maka mereka layak untuk dibunuh. Kita kembalikan perkataan ini kepadanya, kenyataan ini mendiskreditkan Ali dan Zubair atau tidak? Jangan terus berbicara kalau tidak dapat menjaga perkataan. Apa buktinya Imam Ali mahu memecah belah kaum muslimin? Bukankah khabar tersebut baru sampai kepada Umar? Bukankah ada baiknya Umar tabyyun terlebih dahulu? Apakah Ali dan Zubair itu orang arab badui yang perlu pakai ancam mengancam? Mengapa Umar tidak menasihati mereka dengan hadis yang dikutip alfanarku? Apakah ada disebutkan Umar mahu membunuh Ali dan Zubair? Lantas mengapa Umar malah mahu membakar rumah Sayyidah Fathimah? Bahagian mana dari hadis yang dikutip alfanarku yang menyebutkan soal bakar membakar.

Dan maaf alfanarku, seolah-olah anda lupa Umar itu sedang berbicara dengan siapa?. Sayyidah Fathimah yang merupakan puteri kesayangan Rasulullah(sawa) Sayyidah wanita di surga, seorang ahlul bait yang disucikan dan menjadi pegangan umat islam. Antara Umar dan Sayyidah Fathimah terdapat kedudukan yang jauh berbeza. Jelas sekali, sangat tidak layak Umar berkata seperti itu kepada Sayyidah Fathimah apapun alasan naïf yang anda buat untuk membela Umar. Tidak pernahkah anda mendengar hadis ini?

حدثني أبو معمر إسماعيل بن إبراهيم الهذلي حدثنا سفيان عن عمرو عن ابن أبي مليكة عن المسور بن مخرمة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إنما فاطمة بضعة مني يؤذيني ما آذاها


Telah menceritakan kepadaku Abu Ma’mar Ismail bin Ibrahim Al Hudzaliy telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amru dari Ibnu Abi Mulaikah dari Miswar bin Makhramah yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda“sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari diriku, menyakitiku apa saja yang menyakitinya” [Shahih Muslim 4/1902 no 2449]

Jadi akhlak atau sikap kepada Sayyidah Fathimah adalah akhlak dan sikap kepada Nabi [sawa]. Menyakiti Fathimah bererti menyakiti Nabi [sawa]. Mengancamnya bererti sama saja dengan mengancam Nabi [sawa]. Anggap saja Umar memang punya alasan seperti yang alfanarku katakan tetapi apakah memang harus dengan ancaman seperti itu? Apa Umar tidak memiliki cara lain sehingga ancaman membakar itu adalah cara satu-satunya yang ia miliki?. Apakah dengan Nabi [sawa] Umar akan bersikap seperti itu? Kalau Umar berbicara dengan baik kepada Nabi [sawa] maka apa salahnya berbicara dengan baik kepada Sayyidah Fathimah [sa] dan tidak perlu mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakiti beliau.

Anda alfanarku hanya terjebak di dalam kebencian anda kepada Syiah dan mengkait-kaitkan kami dengan Syiah. Seolah-olah kami disini sedang melaknat dan mengutuk Umar. Ketahuilah kami tidak pernah melakukan hal itu, kami hanya menunjukkan bahawa tindakan Umar itu salah dan tidak baik. Kami di sini menyampaikan pembelaan kami terhadap Ahlul Bait. Perkara anda yang merasa sahabat Umar direndahkan itu adalah persepsi anda sendiri. Bukankah anda berpandangan sahabat itu tidak maksum tetapi anehnya sikap anda seolah tidak pernah terima kalau sahabat Umar melakukan kesalahan. Pembelaan yang anda buat hanya menunjukkan sikap yang tidak baik kepada Ahlul Bait, tanpa anda sedari anda telah merendahkan Ahlul Bait dengan menuduh mereka memecah belah kaum muslimin. Na’udzubillah

Kami lanjutkan bantahan terhadap orang yang menyebut dirinya sebagai “pencari kebenaran” alangkah baiknya jika memang demikian. Setelah kami baca gaya bantahannya hanya ikut-ikutan bergaya  ala alfanarku

Ali r.a dan Zubair r.a agak lewat dalam memba’aiah Abu Bakar. Berita ini menyebabkan Umar r.a risau dan menyebabkan dia datang ke rumah Fatimah r.a untuk memberikan ancaman kepada mereka. Umar r.a khuatir mereka akan menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam

Jika orang ini mahu berpendapat seperti alfanarku, ya silakan, tetapi perhatikan dan fikirkan apakah hanya dengan “kekhawatiran” cukup untuk membuat Umar layak untuk mengancam membakar rumah Ahlul Bait? Seperti yang kami katakan, jika anda dapat mencari seribu alasan sekalipun untuk mempertahankan Umar, itu masih tetap membuat beliau tidak layak mengancam Ahlul Bait. Tidak bolehkah Umar datang dan berbicara dengan baik kepada Sayyidah Fathimah menunggu Ali, Zubair dan orang-orang yang mengikuti mereka?

Tidak bolehkah Umar untuk tidak mengeluarkan ancaman mahu membakar rumah Sayyidah Fathimah. Bukankah ketika Umar datang orang-orang tersebut tidak ada? Seharusnya Umar bersabar dan memastikan apa benar orang-orang yang berkumpul di rumah Sayyidah Fathimah itu memang mahu memecah belah kaum muslimin. Apapun yang jelas terlihat adalah Umar dengan begitu saja menyampaikan ancamannya kepada Sayyidah Fathimah kemudian pergi.

Ancaman Umar r.a tidak memasukkan Fatimah r.a. Lihat semula kepada perkataan yang diboldkan merah
إن أمرتهم أن يحرق عليهم البيت
Terjemahan: Maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah tersebut bersama mereka yang ada di dalamnya
Sekiranya Umar r.a ingin membakar Fatimah r.a, maka dah tentu dia akan mengatakan ‘Aku akan membakar kamu’

Hujjah ini benar-benar seperti anak kecil yang baru belajar bicara. Ketika anak kecil diancam oleh orang jahat “berikan wangmu atau aku bakar rumah orang tuamu”. Anak kecilnya tertawa dan berkata “ah bukan aku yang diancam tapi rumah orang tuaku”. Dan seolah-olahnya anak kecil itu lupa bahawa dia tinggal di rumah tersebut. Hujjah yang mirip dengan seorang isteri yang “aneh” ketika ada orang jahat mengancam “kalau tidak pindah dari rumah ini akan ku bakar suamimu” dan isteri itu lalu menjawab “ah ancaman itu bukan untukku tapi untuk suamiku”.

Kami bertanya kepada anda wahai “pencari kebenaran” rumah siapa yang anda sebut dalam terjemahan anda “membakar rumah tersebut” dan siapa orang yang anda katakan “mereka yang ada di dalamnya”?  Adakah Imam Ali termasuk di dalam rumah tersebut?. Adakah Sayyidah Fathimah termasuk di dalam rumah tersebut? Rumah yang diancam akan  dibakar Umar itu adalah rumah tempat mereka Ali Zubair dan orang yang mengikuti keduanya berkumpul iaitu rumah Sayyidah Fathimah. Kami kasihan kalau anda berhujjah dengan gaya seperti itu kerana untuk menjawabnya kami terpaksa menjawab dengan penjelasan seperti kami menjelaskan sesuatu kepada anak kecil.

Hadith ini dengan sendirinya menjadi salah satu hujah kukuh bahawa Ali r.a dan Zubair r.a telah memba’iah Abu Bakar r.a pada hari tersebut dan bukannya selepas 6 bulan seperti dakwaan Syiah

Maaf sekadar informasi buat anda, Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan bukanlah dakwaan Syiah tetapi begitulah yang disebutkan dalam hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah ra. Jika itu dianggap Syiah atau sumber Syiah maka kami sarankan agar anda menyemak kembali definisi Syiah yang sudah anda pelajari.

Satu lagi point penting yang didiamkan syiah ialah kemuliaan Fatimah r..a disisi Umar r.a. Kita lihat semula bagaimana Umar r.a memanggil Fatimah r.a  dengan panggilan mulia. Rujuk kepada teks yang diboldkan ungu
يا بنت رسول الله (ص) ! والله ما من أحد أحب إلينا من أبيك ، وما من أحد أحب إلينا بعد أبيك منك
Terjemahan: ”Wahai puteri Rasulullah SAW, demi Allah tidaklah dari seorangpun yang lebih kami cintai daripada ayahmu, dan tidaklah dari seorangpun yang kami lebih cintai selepas ayahmu daripada kamu
Persoalannya, apakah logik seseorang yang benar-benar ingin membakar rumah musuhnya akan memanggil musuhnya dengan perkataan yang menunjukkan kasih sayang?? Lebih dari, apakah logik dalam riwayat-riwayat jahat syiah mengatakan Umar r.a memukul Fatimah sehingga gugur janinnya sedangkan pada awalnya Umar r.a sendiri sangat menghormati beliau??

Maaf  dalam situasi tersebut kami ragu dengan apa yang anda katakan “Umar sangat menghormati beliau”. Dimana letak rasa hormatnya, ketika ia mengancam membakar rumah orang yang dihormatinya? Seperti alfanarku andapun mengidap penyakit yang sama. Anda tidak dapat membezakan antara “klaim” dan “fakta”. Ucapan Umar, iaitu bahawa Sayyidah Fathimah adalah yang paling kami cintai adalah dakwaan tetapi ucapan Umar yang mengancam membakar rumah Sayyidah Fathimah adalah fakta, Ternyata cinta yang dia katakan itu tidak mampu mencegahnya dari mengancam membakar rumah ahlul bait. Jadi tidak ada kaitannya dengan logik dan tidak logik. Kemudian satu lagi kami tidak pernah menyatakan Umar membakar rumah Ahlul Bait, tetapi yang sebenarnya adalah Umar mengancam akan membakar rumah Ahlul Bait, ada beza antara keduanya wahai kisanak dan soal riwayat syiah, Umar memukul Fathimah maaf itu bukan urusan kami dan kami tidak pernah mengutipnya, dan berbahas dengannya.

Umar r.a al-Khattab merupakan seorang yang faqih dalam urusan agama. Tindakan beliau mengancam untuk membakar bukanlah untuk membunuh ahlul bait sebaliknya ia fahami sebagai kewajipan berba’aiah kepada khalifah yang sah dan mengelakkan perpecahan
عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَرْفَجَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ سَتَكُونُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ
Terjemahan: Dari Ziyad bin ‘Ilaqah, katanya, ‘Aku mendengar ‘Arjafah katanya,’ Aku mendengar nabi SAW berkata, ‘ Sesungguhnya akan terjadi bencana dan kekacauan, maka sesiapa saja yang ingin memecah belahkan persatuan umat ini maka penggallah dengan pedang walau siapapun dia
Rujukan: Sahih Muslim, Kitab Kepimpinan, Bab Hukum Bagi Orang Yang Memecahbelahkan Urusan Kaum Muslimin, hadith no 3442, Maktabah Shamela

Oh begitu, jika begitu apa hadis shahihnya bahwa kewajiban berbaiat kepada Khalifah ditegakkan dengan mengancam membakar rumah. Perpecahan mana yang anda katakan “dielakkan”. Siapakah yang anda tuduh membuat perpecahan? Sayyidah Fathimah dan Imam Ali?. Jadi begitukah tindakan seorang faqih jika puteri kesayangan Rasulullah [sawa] tidak membaiat maka diancam rumahnya akan dibakar. Mengapa anda mengutip hadis Shahih Muslim untuk membenarkan tindakan Umar padahal di dalamnya tidak ada sedikitpun keterangan soal bakar membakar. Bukankah dalam hadis tersebut “siapa saja yang memecah belah umat maka penggallah dia”. Mengapa dalam bahasa Umar kata “penggallah dengan pedang” berubah menjadi “membakar rumah”. Umar ra yang tidak paham atau anda yang sedang melantur berhujjah dengan hadis Shahih Muslim yang tidak pada tempatnya.

Selain itu, bukti ancaman menunjukkan kepentingan satu urusan boleh difahami dengan melihat ancaman yang yang dilakukan nabi Muhammad s.a.w sendiri.
Telah tsabit dalam hadith yang sahih nabi mengancam untuk membakar rumah-rumah mereka yang tidak bersolat jemaah bahkan nabi juga mengancam untuk memotong tangan pencuri hatta Fatimah r.a sekalipun!!

Astaghfirullah, sekarang anda mengatasnamakan Nabi [sawa] untuk membenarkan ancaman Umar kepada Sayyidah Fathimah. Mari kami tunjukkan hadis shahih yang anda maksud

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ


Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf yang berkata telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abi Zanaad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah [sawa] bersabda “demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aku berkeinginan kiranya aku memerintahkan orang-orang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan mereka shalat yang telah dikumandangkan azannya kemudian aku memerintahkan salah seorang menjadi imam lalu aku menuju orang-orang yang tidak shalat berjama’ah kemudian aku bakar rumah-rumah mereka [Shahih Bukhari 1/131 no 644]

Kalau hadis ini yang anda jadikan hujjah maka kami katakan hujjah anda itu “absurd”. Perhatikan lafaz perkataan Rasulullah [sawa] “hamamtu” yang dapat diertikan sebagai berkeinginan dalam hatiku, yakni maksudnya itu adalah sesuatu yang tersirat di dalam hati Nabi [sawa] dan baginda ucapkan bukan sebagai ancaman tetapi untuk menekankan betapa penting dan wajibnya shalat berjama’ah. Kalau anda mengertikan Nabi [sawa] sedang mengancam langsung kepada orang-orang tersebut maka anda keliru, Nabi [sawa] tidak sedang berbicara kepada mereka yang tidak shalat berjamaah dengan kata-kata ancaman. Beliau [saaw] mengutarakan apa yang tersirat dalam hatinya kepada sahabat yang kebetulan berada di sana iaitu Abu Hurairah. Tidak ada ceritanya Nabi [] datang menemui mereka yang punya rumah dan mengancam membakar rumah mereka kalau mereka tidak shalat berjama’ah. Ada perbezaan yang nyata antara melakukan ancaman langsung dengan mengutarakan apa yang tersirat di dalam hati. Itu adalah bahasa kiasan yang menunjukkan betapa pentingnya shalat berjama’ah bukannya diartikan sebagai ancaman langsung Rasulullah [sawa] kepada orang-orang tersebut.

Berbeza dengan kes ini, Umar bin Khaththab itu jelas-jelas datang menemui Sayyidah Fathimah dan bersumpah dengan nama Allah SWT bahawa jika orang-orang tersebut berkumpul di rumah atau di sisi Sayyidah Fathimah maka ia akan membakar rumah Sayyidah Fathimah. Ini benar-benar ancaman bahkan Sayyidah Fathimah mengatakan bahawa Umar akan melakukan apa yang telah bersumpah atasnya. Itulah sebabnya Sayyidah Fathimah mengusir orang-orang tersebut dari rumahnya dan berkata jangan menemuinya lagi untuk mencegah tindakan Umar.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا


“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Laits dari Ibnu Syihaab dari Urwah dari Aisyah radiallahu ‘anha bahwa kaum Quraisy menghadapi masalah iaitu wanita suku Mahzumiy mencuri kemudian mereka berkata “Siapa yang mau membicarakan tentangnya kepada Rasulullah [sawa]”. Mereka berkata “Tidak ada yang berani menghadap baginda kecuali Usamah bin Zaid yang paling dicintai Rasulullah [sawa] maka berbicaralah Usamah. Rasulullah [sawa] bersabda “Apakah kamu meminta keringanan pelanggaran aturan Allah?. Kemudian baginda berdiri menyampaikan khutbah kemudian bersabda “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa kerana apabila ada orang dari kalangan terhormat mereka mencuri mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah mencuri maka mereka menegakkan atasnya hukum. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri pasti aku potong tangannya” [Shahih Bukhari 4/175 no 3475]

Hadis inikah yang anda jadikan hujjah. Siapa yang menurut anda sedang diancam oleh Rasulullah [sawa]?. Apa anda mahu mengatakan Rasulullah [sawa] sedang mengancam Sayyidah Fathimah? Maaf tolong perbaiki terlebih dahulu cara anda berhujjah. Hadis ini sangat jelas tidak sama dengan apa yang dilakukan Umar ketika ia mengancam mahu membakar rumah Sayyidah Fathimah. Rasulullah [sawa] sedang menyampaikan hukum Allah SWT kepada umatnya dan bahasa yang baginda gunakan bukanlah ancaman kepada orang tertentu.

Kemudian terakhir anda mengutip riwayat Syiah yang menguatkan hujjah anda bahwa Rasulullah [sawa] pernah mengancam orang yang tidak ikut shalat berjama’ah secara langsung.

Ketahuilah, dalam kitab syiah sendiri terdapat riwayat-riwayat nabi Muhammad SAW ingin membakar rumah-rumah mereka yang tidak mengerjakan solat jemaah bersama baginda. Walaupun kitab syiah tidak bernilai disisi sunni, kita tetap menukilkannya supaya syiah sedar akan keburukan tohama
عن النبي  صلى الله عليه وآله ، أنه قال
لجماعة لم يحضروا المسجد معه : ( لتحضرن المسجد ، أو لاحرقن عليكم منازلكم
Terjemahan: Dari nabi s.a.w, sesungguhnya baginda berkata kepada jemaah yang tidak hadir bersamanya ke masjid, ‘ Hadirlah kamu ke masjid atau aku akan membakar rumah-rumah kamu
Sumber: Man La Yahduru al-Faqih, hadith 1092 , Bab Jamaah dan kelebihannya, Wasail Shia, no 10697

Kami sekadar suka-suka menggoogle riwayat yang anda kutip. Ternyata riwayat yang anda kutip tidak memiliki sanad dalam referensi syiah yang anda sebutkan. Jadi secara ilmu hadis yang sederhana saja maka riwayat tersebut dhaif. Tentu saja saudara Syiah yang alim akan lebih berkompeten untuk menilai hadis ini. Kami secara peribadi tidak menemukan adanya riwayat shahih bahwa Rasulullah [sawa] mengancam langsung kepada para sahabat yang tidak ikut shalat berjama’ah agar datang ke masjid jika tidak rumah mereka akan Rasulullah [sawa] bakar. Tetapi ada hadis Rasulullah [sawa] yang berbunyi menyakiti Fathimah bererti menyakitiku. Anda mahu takwil bagaimana hadis ini, walaupun anda mencari seribu alasan untuk membenarkan tindakan Umar kami akan katakan tindakan Umar salah cukup dengan hadis ini.

Umat Islam seharusnya berhati-hati dengan taktik kotor syiah dalam memfitnah Umar r.a. Kita dapat lihat sendiri bagaimana mereka mempertahankan status riwayat ini namun mendiamkan konteks yang sebenar.

Justeru saya melihat bantahan anda yang kotor. Syiah tidak memfitnah Umar, jika Syiah mencela Umar dengan riwayat-riwayat dalam kitab mereka maka itu urusan mereka sendiri dan akan mereka pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Tetapi ketika Syiah mengutip riwayat Ibnu Abi Syaibah maka itu adalah benar dan tidak ada fitnah yang anda maksud. Begitu pula ketika kami membahas riwayat ini di mana kami menyalahkan Umar dan membela Ahlul Bait. Soal konteks yang anda sebut maka itu adalah persepsi anda yang anda gunakan untuk membenarkan tindakan Umar. Walaupun konteks tersebut ada, tetap saja tindakan Umar yang mengancam membakar rumah Sayyidah Fathimah itu salah. Menegakkan hukum itu dengan dalil dan bukti. Apa buktinya Sayyidah Fathimah mahu memecah belah umat?. Apa dalilnya yang baiat harus ditegakkan dengan ancaman membakar rumah? Siapakah Umar saat itu? Apakah beliau khalifah yang sedang dibaiat itu, sehingga berhak menentukan hukum?  Sebelum anda sibuk mencari-cari konteks tolong pahami dulu baik-baik apa yang sedang dipermasalahkan. Konteks yang anda buat tidak menjadikan tindakan ancaman Umar membakar rumah Sayyidah Fathimah sebagai perbuatan yang dibenarkan.

.

Abu Bakar Membuat Fatimah Murka






Polemik dalam garis besar sejarah Islam, adalah suatu catatan kelam yang telah memilih umat menjadi dua kelompok besar.


Kelompok pertama, adalah mereka yang telah didoktrinisasikan bahawa semua sahabat adalah jujur dan adil serta Allah dan RasuNya meridhai mereka semua. Kelompok ini, dalam rangka mengsucikankan seluruh sahabat, telah terjebak dengan tafsiran-tafsiran cetek al-Quran yang disajikan oleh ulama-ulama mereka, selain dari sajian ratusan jika tidak ribuan, hadis-hadis palsu keutamaan para sahabat yang semuanya saling bertentangan dengan al Quran, hadis-hadis sahih yang disepakati, maupun mantik yang sihat.


Manakala kelompok kedua adalah mereka yang menggolongkan para sahabat berdasarkan ciri-ciri mereka:


a. Sahabat yang jujur dan bertakwa


b. Sahabat yang munafik


c. Sahabat yang menyakiti Nabi saaw dan selalu membangkang


Dalam tulisan ini, perbahasan yang dibawakan adalah mengenai polemik yang berlaku sesudah wafatnya Nabi Muhammad saaw, di antara puteri Baginda saaw yang tercinta, Penghulu Wanita Semesta Alam, Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) dengan Abu Bakar bin Abi Quhafah mengenai persoalan perwarisanTanah Fadak dan kemarahan Sayyidah Fatimah az Zahra (as).


Para pembela sahabat kebingungan menghadapi kemelut ini, kerana ia membabitkan dua pihak, yang menurut mereka berstatus besar dalam pandangan Islam.


Di satu pihak, berdirinya Sayyidah Fatimah az-Zahra (as), yang bangkit menuntut haknya ke atas tanah Fadak. Kedudukan tinggi dan mulia Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) telah disabdakan oleh Baginda Rasul (saw), antaranya:


1. Nabi saaw bersabda: “Yang paling aku cintai dari Ahlul Baitku adalah Fatimah”


(Al-Jami’ al-Sagheer, jilid 1, #203, hlm. 37; Al-Sawaiq Al-Muhariqa, hlm. 191; Yanabi’ Al-Mawadda, jilid. 2, bab. 59, hlm. 479; Kanzul Ummal, jilid. 13, hlm. 93).


2. Nabi saaw bersabda: “Empat wanita pemuka alam adalah ‘Asiah, Maryam, Khadijah dan Fatimah”


(Al-Jami’ Al-Sagheer, jilid 1, #4112, hlm 469; Al-Isaba fi Tamayyuz Al-Sahaba, jilid 4, hlm 378; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 60; Dakha’ir Al-Uqba, hlm 44).


3. Nabi saaw bersabda: ” Fatimah adalah Penghulu wanita syurga”


(Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 94; Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Fadha’il, Bab kelebihan Fatimah; Al-Bidaya wa Al-Nihaya, jilid 2, hlm 61).


4. Nabi saaw bersabda: “Fatimah adalah sebagian dariku, yang membuatnya marah, membuatku marah”


(Sahih Muslim, jilid 5, hlm 54; Khasa’is Al-Imam Ali oleh Nisa’i, hlm 121-122; Masabih Al-Sunnah, jilid 4, hlm 185; Al-Isabah, jilid 4, hlm 378; Siar Alam Al-Nubala’, jilid 2, hlm 119; Kanzul Ummal, jilid 13, hlm 97; perkataan sama diguna dalam Al-Tirmidhi, jilid 3, bab kelebihan Fatimah, hlm 241; Haliyat Al-Awliya’, jilid 2, hlm 40; Muntakhab Kanzul Ummal, catatan pinggir Al-Musnad, jilid 5, hlm 96; Maarifat Ma Yajib Li Aal Al-Bait Al-Nabawi Min Al-Haqq Alaa Men Adahum, hlm 58; Dhakha’ir Al-Uqba, hlm 38; Tadhkirat Al-Khawass, hlm 279; Yanabi^ Al-Mawadda, jilid 2, bab 59, hlm 478).


Dan di satu pihak lagi, berdirinya Abu Bakar, tokoh yang mereka pandang kanan sesudah Rasulullah saaw.


Polemik bermula, saat Abu Bakar dilantik menjawat jabatan Khalifah, selepas pertelingkahan di Saqifah Bani Sa’idah, antaranya, Umar dan Abu Ubaidah di satu pihak dan kaum Ansar, di pihak yang lain.


Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), telah menuntut haknya ke atas tanah Fadak, yang menurut beliau adalah hadiah pemberian dari bapanya Rasulullah (saw), hal yang mana dinafikan oleh Abu Bakar.


Benarkah Fadak adalah pemberian Rsulullah (saw) kepada puteri Baginda (saw)? Mari kita perhatikan riwayat berikut:


Telah diriwayatkan dengan sanad yang Hasan bahwa Rasulullah saaw di masa hidup Beliau telah memberikan Fadak kepada Sayyidatina Fathimah as. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad Abu Ya’la 2/334 hadis no. 1075 dan 2/534 hadis no. 1409


قرأت على الحسين بن يزيد الطحان حدثنا سعيد بن خثيم عن فضيل عن عطية عن أبي سعيد الخدري قال : لما نزلت هذه الآية { وآت ذا القربى حقه } [ الاسراء : 26 ] دعا النبي صلى الله عليه و سلم فاطمة وأعطاها فدك


Qara’tu ‘ala Husain bin Yazid Ath Thahan yang berkata telah


menceritakan kepada kami Sa’id bin Khutsaim dari Fudhail bin Marzuq dari Athiyyah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “ketika turun ayat “dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya “[Al Israyat 26]. Rasulullah saaw memanggil Fathimah dan memberikan Fadak kepadanya”


Lalu, saat Abu Bakar menjawat jabatan Khalifah, dia telah merampas Fadak dari Sayyidatina Fatimah az Zahra as dan memilik negarakan Fadak.


Hadis tentang Fadak


Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus no 1345. Namun, di sini, kita lihat hadis tersebut dari Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345


Dari Aisyah, Ummul Mukminah (ra), ia berkata “Sesungguhnya Fatimah (as) binti Rasulullah (saw) meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah (saw) supaya membahagikan kepadanya harta warisan bahagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah (saw) dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain: kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain: Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah (saw), saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah (saw) bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.


Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali (ra) yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian ia menshalatinya.


Hadis ini dan yang serupa dengannya, benar benar membuat para pencinta Abu Bakar tidak senang duduk, jika mereka menerima perilaku Abu Bakar ini ke atas Sayyidatina Fatimah az-Zahra (as), berarti mereka juga harus membenarkan kesan dari perbuatan Abu Bakar itu dengan hadis Nabi saaw berikut:


Sesungguhnya Rasulullah Saaw berkata: “Fatimah sebagian diriku, barang siapa memarahinya bererti memarahiku.” (HR Bukhori, Fadhoilu Shahabat, Fathul Bari 7/78 H. 3714)


Kelemahan riwayat Ali bin Abi Talib melamar Puteri Abu Jahal


Namun, Iblis senantiasa mempunyai tentera tenteranya dari kalangan jin dan manusia, yang bekerja tanpa kenal lelah dan tidak malu pada Tuhan serta tidak takut pada Hari Pembalasan. Mereka harus mencari kambing hitam untuk dikorbankan untuk menyelamatkan Abu Bakar. Hasil dari kesungguhan mereka itu, terhasillah hadis palsu berikut yang diangkat sebagai sabda Nabi saaw dan disucikan:


Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari hadis al-Miswar bin Makhromah berkata: Sesungguhnya Ali telah melamar putri Abu Jahal, Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul (saw) berkatalah Fatimah: “Kaummu menyangka bahwa engkau tidak pernah marah membela anak putrimu dan sekarang Ali akan menikahi putri Abu Jahal,” maka berdirilah Rasulullah Saw mendengar kesaksian dan berkata: “Setelah selesai menikahkan beritahu saya, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang menyakitinya. Demi Allah, putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam pangkuan seorang laki-laki.” Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal (khitbah itu) (diriwayatkan Bukhori dalam kitab Fadhailu Shahabat)


“Hadis” ini membuatkan para pencinta Abu Bakar tenang, kerana mereka akhirnya mendapatkan kambing hitam terbesar, iaitu suami kepada puteri Nabi saaw sendiri Imam Ali (as). Dengan “hadis” ini, mereka berkata…”Jika ada yang membuat puteri Nabi (saw) marah, maka Ali adalah orang pertama yang membuatnya marah”


Dengan cara ini, mereka bermaksud membungkam mulut sesiapapun yang cuba mendiskredit Abu Bakar dalam persoalan Fadak yang membuatkan Sayyidatina Fatimah az Zahra as marah. Namun benarlah firman Allah berikut:


وَمَكَرُوا وَ مَكَرَ اللهُ وَ اللهُ خَيْرُ الْماكِرينَ


“Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS Aali Imran:54.)


Hadis ini hakikatnya bermasalah dari banyak sisi, jika kita benar-benar teliti, inilah hadis yang dikutip daripada perawi yang sering bershalawat ke atas Muawiyah. Kemarahan Fathimah adalah kemarahan Rasulullah, didapati bahawa ianya tidak ada kaitan langsung dengan kisah dongeng tersebut.


فاطمة بضعة من فمن أغضبها أغضبني


صحيح البخاري: ج‏4 ص‏210 (ص‏710، ح‏3714)، كتاب فضائل الصحابة، باب 12، باب مناقب قرابة رسول الله و ج 7 ص 219 (ص‏717 ح‏3767)، كتاب فضائل الصحابة، باب 29، باب مناقب فاطمة


“Fathimah adalah sebahagian daripadaku, barangsiapa membuatkannya marah, maka dia membuatkan aku marah”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan tidak disebut tentang Ali melamar puteri Abu Jahal. Muslim juga meriwayatkan hadis ini:


إنما فاطمة بضعة مني يؤذيني ما آذاها


صحيح مسلم: ج‏7 ص‏141 ح‏6202، كتاب فضائل الصحابة، باب 15 باب فضائل فاطمة بنت النبي


“Hanyalah Fathimah sebahagian daripada diriku, Aku merasa disakiti atas apa yang dia disakiti”. Namun tetap sahaja tidak disebut kisah dongeng tersebut. Hakim Nisyaburi juga menulis hadis ini:


إن الله يغضب لغضبك، ويرضى لرضاك


المستدرك: 3 / 153


“Sesungguhnya Allah turut murka dengan kemurkaanmu, dan meridhai dengan keridhaanmu” tetap saja tidak ada menyebut kisah dongeng tersebut.


Seluruh pengriwayatan Ahlusunnah tentang hadis Ali melamar puteri Abu Jahal yang meragukan itu telah diriwayatkan oleh Miswar bin Mukhramah. Zahabi dalam Sirul A’lam al-Nubala berkata: “Beliau adalah pendukung kuat Muawiyah” Urwah bin Zubair berkata:


وكان يثني ويصلي على معاوية، قال عروة: فلم أسمع المسور ذكر معاوية إلاّ صلّى عليه.


“Tidak sekali-kali aku mendengar Miswar menyebut Muawiyah melainkan dengan iringan shalawat ke atasnya (Muawiyah)” Sirul A’lam al-Nubala jilid 3 halaman 392.


Bershalawat ke atas Nabi menyebabkan kegembiraan Ahlul Bait namun sekarang apakah yang akan terjadi jikalau bershalawat ke atas Muawiyah? Bahkan dalam kitab Ahlusunnah menerangkan kriteria ini adalah tanda-tanda seorang Nashibi. Ibnu Hajar ‘Asqalani menulis:


والنصب، بغض علي وتقديم غيره عليه .


Nashibi adalah Baghdh (membenci) ‘Ali dan mengutamakan selainnya (Muawiyah) ke atasnya. -Muqaddimah Fath al-Bari, halaman 460


Saat semua upaya untuk menyandingkan musuh-musuh Ahlul Bait (as) sejajar dengan kedudukan dan keutamaan mereka telah menemukan jalan buntu, maka, para penyembah Bani Umayyah berusaha keras menciptakan hadis-hadis palsu yang bisa mendiskreditkan kemuliaan Ahlul Bayt (as).


Untuk itu, watak-watak yang tidak malu pada Tuhan dan tidak takut pada hari pembalasan amat diperlukan. Dengan menawarkan ganjaran duniawi dan nama yang harum di kalangan manusia, maka beraturlah sekelompok syaitan dalam tubuh-tubuh manusia, di halaman istana Bani Umayyah bagi mempersembahkan bakti mereka dan menjual imannya.


Antara tokoh andalan dalam kelompok ini, yang benar-benar berani adalah Miswar bin Makhramah, yang tidak punya sekelumit iman menciptakan hadis “Niat pernikahan Imam Ali (as) dengan puteri Abu Jahal”, bagi mendapatkan syafaat daripada tuannya Bani Umayyah.


Hadis tentang niat pernikahan Imam Ali as dengan puteri Abu Jahal itu, diangkat menjadi kisah suci dan disahihkan oleh ulama-ulama hadis Sunni, yang berlumba-lumba meriwayatkannya di lembaran-lembaran kitab hadis mereka.


Kita lihat sekilas lalu riwayat tersebut:


Disebutkan bahwa Imam Ali (as). berminat melamar dan dalam sebagaian riwayat telah meminang putri Abu Jahal untuk dijadikan isteri kedua disamping sayyidah Fatimah (as). kemudian berita tersebut terdengar oleh Fatimah (as). dan beliaupun marah dan melaporkan perlakuan Imam Ali (as). kepada Nabi; ayah Fatimah (as), seraya berkata: Orang-orang berkata bahwa Anda tidak marah untuk membela putri Anda, Ini Ali ia akan mengwini putri Abu Jahal. Mendengan berita itu nabi marah kemudian mengumpulkan para sahabat beliau di masjid dan berpidato: Sesungguhnya Fatimah adalah dariku, dan saya khawatir ia terfitnah dalam agamanya…Saya tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, akan tetapi –demi Allah- tidak akan berkumpul putri seorang rasulullah dan putri musuh Allah pada seorang suami…. Saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kecuali jika Ali akan menceraikan putri saya dan mengawini putri mereka… Fatimah adalah penggalan dariku menyikitiku apa yang menyakitinya dan menggangguku apa yang mengganggunya”


Riwayat ini bisa anda temukan didalam Sahih Bukhari pada beberapa bab, antaranya:


1. Kitab al Khums ( dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162).


2. Kitab an Nikah (dengan Syarah Ibnu Hajar 9\268-270)


3. Kitab al-Manaqib, bab Dzikr Ash-haar an-Nabi (tentang menantu-menatu Nabi) (dengan Syarah Ibnu Hajar 7\67)


4. Kitab ath-Thalaq, bab asy-Syiqaq ( Kitab perceraian, bab, pertengkaran suami-isteri (dengan Syarah Ibnu Hajar 8/152)


Bukhari telah memilih jalur Miswar saat meriwayatkan kisah ini, maka, marilah kita imbas, siapakah Miswar bin Makhramah, yang menjadi perawi hadis ini.


1. Ia lahir tahun kedua Hijrah. Jadi usianya ketika penyampaian pidato Nabi saww. bisa kita bayangkan, ia masih kanak-kanak. Lalu bagaimna ia mengatakan bahwa ketika itu ia sudah baligh? (Sahih Bukhari dengan Syarah Ibnu Hajar 6/161-162)


ولد بمكّة بعد الهجرة بسنتين فقدم به المدينة في عقب ذي الحجة سنة ثمان ومات سنة أربع وستين


تهذيب التهذيب: ج‏10 ص‏137 . وانظر: المزي، تهذيب الكمال: ج‏27 ص‏581 . الذهبي، سير أعلام النبلاء: ج‏3 ص 394


2. Padahal usianya ketika wafat Nabi saww. hanya delapan tahun. (Fath al-Bari:9\270. Kisah itu terjadi- kalau benar- enam atau tujuh tahun setelah kelahirannya)


وكان مولده بعد الهجرة بسنتين، وقدم المدينة في ذي الحجة بعد الفتح سنة ثمان، وهو غلام أيفع ابن ست سنين


ابن حجر، الإصابة: ج‏6ص 94


Ustaz Taufiq Abu ‘Ilm pembantu kanan Keadilan Mesir mempunyai kitab berjudul Fathimah Azzahra yang diterjemah oleh Dr Sadiqi. Inilah kitab yang cukup cantik, paling tepat, sungguh berilmiah dan penulisnya berdalil tentang Fathimah Zahra. Hingga kini susah ditemui buku sebagus ini. Dalam halaman 146 beliau berkata pinangan Ali terhadap puteri Abu Jahal berlaku dalam tahun kedua Hijrah.


Menurut pengkisahan yang ada pada Ustaz Abu Ilm, Miswar ini baru masuk ke Madinah setelah empat tahun peristiwa lamaran tersebut. Namun entah dari mana pula Ibnu Hajar Asqalani mendapat tahu bahawa peristiwa lamaran ini berlaku dalam tahun ke delapan Hijrah. Mungkin Ibnu Hajar boleh mengetahui peristiwa ghaib, atau melalui malaikat atau juga melalui perantara jin yang mengirim wahyu kepadanya. Beliau berkata Imam Ali melamar puteri Abu Jahal setelah tahun kedelapan Hijrah iaitu Miswar masih berusia enam tahun. Ketika itu Miswar sendiri berkata:


وانا محتلم…


“Saya telah bermimpi” -Tahzib al-Tahzib jilid 10 halaman 138.


Iaitu saya telah baligh. Ini juga bermaksud seseorang itu telah membesar dan mendapat mimpi; atau pun ia sudah siap untuk berkahwin. Apakah anak seusia enam tahun boleh berkata ‘Ana Muhtalam’?


Ibnu Hajar menyedari hal ini dan berkata: Muhtalam ini bukanlah bermaksud seseorang itu telah sampai ke usia baligh, akan tetapi dari sudut bahasa menyatakan ia telah berakal. Namun di dalam dunia apakah ada ribuan anak kecil sepintar ini?


Perkataan Muhtalam ini jauh bezanya dengan berakal dari sudut bahasa seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar.


Apakah Miswar di usia begitu dapat duduk di tepian minbar dan menukilkan hadis? Marilah kita lihat dalam sahih Muslim meriwayatkan bahawa Miswar bin Mukhramah hanya memakai cawat dan hadir mengangkut batu untuk membina masjid, ikatan cawat tersebut terbuka dan mendedahkan bagian tubuhnya itu. Rasulullah bersabda:


ارجع إلى ثوبك فخذه ولا تمشوا عراة


صحيح مسلم، باب الاعتناء بحفظ العورة، ج 1 ص 268


Pulanglah memakai pakaianmu, dan janganlah berjalan bertelanjangan. – Sahih Muslim Bab I’tina bi hifz ‘aurat, jilid 1 hal 268.


Pertanyaan kita kepada Ibnu Hajar, apakah ini dikatakan pintar? Di usia enam tahun itu, ke manakah akalnya ketika ia bertelanjangan, berjalan di depan orang ramai dan Rasulullah, sehingga ditegur dan disuruh pulang memakai pakaian?


Hadis Miswar ternyata masih diragui di sudut lain kerana dia seorang sahaja yang meriwayatkan nabi datang ke masjid dan duduk di atas minbar sedangkan ramai lagi di kalangan ansar dan muhajirin tidak meriwayatkan hadis ini. Hendaklah kita katakan bahawa Miswar sahaja yang berada di dalam masjid ketika itu.


Kembali kepada persoalan Fadak. Apabila pencinta-pencinta Abu Bakar tidak dapat mematikan kisah marahnya Sayyidatina Fatimah az Zahra as terhadap Abu Bakar, mereka lalu membuat hadis tandingan, bahawa sebelum Sayyidatina Fatimah az Zahra as wafat, Abu Bakar telah memohon maaf darinya dan beliau as telah memaafkan Abu Bakar.


Benarkah kisah ini. Mari kita periksa riwayat tersebut:


Diriwayatkan oleh Al Hafidz Al Baihaqi dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya, “Wahai Fatimah, Abu Bakr datang dan meminta izin agar diizinkan masuk.” Fatimah bertanya, “Apakah engkau ingin agarku memberikan izin baginya?” Ali berkata, “Ya!” Maka Abu Bakr masuk dan berusaha meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan kerabatku kecuali hanya mencari redha Allah, redha RasulNya dan Redha kalian wahai Ahlul Bait.” Dan Abu Bakr terus memujuk sehingga akhirnya Fatimah rela dan akhirnya memaafkannya. (Dala’il An Nubuwwah, Jil. 7 Hal. 281)


Di sini Wahabi juga turut mengakui Fathimah marah terhadap Abu Bakar pada awalnya. Namun mereka mengatakan kedua Abu Bakar dan Umar mendapat keridhaan Fathimah di akhir hayat hidupnya seperti yang dinukilkan oleh Baihaqi.


Hakikatnya ketiadaan ridhanya Sayyidah Fathimah adalah asli dan berasas serta tidak dapat ditolak. Kemarahan Fathimah ini mencetuskan pertanyaan apakah sah kekhalifahan mereka berdua? Mengapa Sayyidah Fathimah penghulu wanita syurga ini tidak meridhai dan marah kepada mereka? Sedangkan menurut riwayat yang sahih sanadnya dalam kitab paling sahih Ahlusunnah mengatakan keridhaan Fathimah adalah keridhaan Rasulullah, kemarahan beliau adalah kemurkaan Allah.


Kerana itu pendukung Muawiyah telah gigih bekerja dan mengarang cerita untuk membuktikan bahawasanya kedua syaikh ini telah menemui beliau di akhir riwayat hidupnya memohon keridhaan dan Fathimah juga telah meridhai mereka!


Pertamanya: Sanad riwayat tersebut adalah Mursal; Sya’bi adalah daripada kalangan tabi’in dan dia sendiri tidak menyaksikan peristiwa yang berlaku. Riwayat ini sendiri mempunyai masalah.


Kedua: Jikalaulah kita anggap hadis daripada tabi’in ini dapat diterima sekalipun namun Riwayat daripada Sya’bi juga tidak dapat dipegang kerana Sya’bi adalah memusuhi Amirul mukminin dan seorang Nashibi. Kerana itu Bilazari dan Abu Hamid Ghazali menulis tentang Sya’bi seperti berikut:


عن مجالد عن الشعبي قال: قدمنا على الحجاج البصرة، وقدم عليه قراء من المدينة من أبناء المهاجرين والأنصار، فيهم أبو سلمة بن عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه… وجعل الحجاج يذاكرهم ويسألهم إذ ذكر علي بن أبي طالب فنال منه ونلنا مقاربة له وفرقاً منه ومن شره….


البلاذري، أحمد بن يحيى بن جابر (متوفاي279هـ) أنساب الأشراف، ج 4، ص 315؛


الغزالي، محمد بن محمد أبو حامد (متوفاي505هـ)، إحياء علوم الدين، ج 2، ص 346، ناشر: دار االمعرفة – بيروت.


Daripada Mujalid, daripada Sya’bi berkata: Kami telah memasuki kumpulan haji Bashrah. Ada sekumpulan Qari Madinah dari kalangan anak-anak Muhajirin dan Anshar yang disertai oleh Abu Salamah bin ‘Abdul Rahman bin ‘Auf… Kumpulan haji sibuk berbual-bual tentang Ali bin Abi Talib dan mencercanya, kami pun turut mencerca Ali…Ansab al-Asyraf, jilid 4 halaman 315, Ihya ‘Ulumuddin, jilid 2 halaman 346


Apakah kita dapat berhujjah dengan riwayat seorang Nashibi? Seterusnya mari kita lihat kesilapan yang semakin parah dilakukan oleh Hakekat.com yang cuba-cuba menukilkan hadis dari kitab Syiah untuk menafikan hak Fathimah yang menuntut tanah Fadak. Demi membela Syeikh mereka, mereka membawa bawa hadis-hadis Syiah, namun usaha mereka terkesan sia sia.


“Dari Ali dari ayahnya, dari Jamil dari kerabatnya dan Muhammad bin Muslim dari Abi Jafar berkata: “Wanita-wanita itu tidak dapat mewarisi sedikitpun dari tempat tingal di muka bumi ini.” (Al Kaafi juz 7 hal 128)


Pertanyaan untuk kaum Syi’ah:


- Bagaimana Fatimah menuntut sesuatu yang diharamkan terhadap kaum wanita berdasarkan mazhab Syi’ah Rafidhah ?


- Kenapa Abu Bakar dituntut untuk melakukan hal yang diharamkan ?


- Kenapa Fatimah tidak mengikuti perintah-perintah Rasul setelah tuntutannya terhadap warisan ?”


Golongan Nashibi menzahirkan diri mereka sebagai pendusta. Seakan-akan tidak ada orang yang akan meneliti kitab Syiah untuk melihat dakwaan mereka. Hadis tersebut telah kami temui dalam kitab al-Kafi jilid 7 halaman 175:


علي بن إبراهيم، عن محمد بن عيسى، عن يونس، عن محمد بن حمران، عن زرارة عن محمد بن مسلم، عن أبي جعفر عليه السلام قال: النساء لا يرثن من الارض ولا من العقار شيئا


Mengapa golongan Nashibi tidak mengeluarkan hadis di halaman seterusnya? Perawi yang sama Muhammad bin Muslim meriwayatkan:


أن المرأة لا ترث من تركة زوجها من تربة دار أو أرض


“Sesungguhnya perempuan tidak mewarisi apa yang ditinggalkan suaminya daripada tanah rumah atau tanah”. al-Kafi jilid 7 halaman 176


Maka telah terang kebenaran bagaikan pancaran matahari di waktu siang tanpa dilindungi awan, perempuan yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah isteri, bukannya seorang puteri tidak mewarisi harta seorang ayah.


Wahai Nashibi, apakah anda membaca keseluruhan kitab Syiah lalu hanya mengambil sebahagian hujjah semata-mata untuk memangkas kebenaran? Tidakkah kedatangan hak akan menyirnakan kebathilan? Anda memutar belit kenyataan namun hakikatnya pembaca sekarang akan menghukum anda sebagai pendusta.


Nashibi sekali lagi mengambil hadis Syiah:


“Ternyata riwayat di atas ada dalam kitab Syi’ah, diriwayatkan Al Kulaini dalam kitab-kitab Al Kaafi dari Albukthtari dari Abi Abdillah Jafar Asshadiq Ra sesungguhnya ia berkata: “Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dirham atau dinar melainkan mewariskan beberapa hadist, barang siapa telah mengambil sebagiannya berarti telah mengambil bagian yang sempurna.” Warisan yang benar adalah warisan ilmu dan kenabian dan kesempurnaan kepribadian bukan mewariskan harta benda dan keuangan.”


Hadis ini ditemui dalam kitab al-Kafi bab sifat ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama dan inilah matan Arabnya:


محمد بن يحيى، عن أحمد بن محمد بن عيسى، عن محمد بن خالد، عن أبي البختري، عن أبي عبدالله عليه السلام قال: إن العلماء ورثة الانبياء وذاك أن الانبياء لم يورثوا درهما ولا دينارا، وانما اورثوا أحاديث من أحاديثهم، فمن أخذ بشئ منها فقد أخذ حظا وافرا، فانظروا علمكم هذا عمن تأخذونه؟ فإن فينا أهل البيت في كل خلف عدولا ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين


Pengriwayatan ini tidak sedikitpun menceritakan tentang warisan seorang bapa kepada anak, akan tetapi warisan ilmu kenabian kepada ulama. Kerana itulah al-Kulaini meletakkan hadis ini dalam bab ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama. Riwayat ini menumpukan perhatian kepada urusan kenabian bukanlah mengumpulkan harta dunia seperti tamakkan dirham atau dinar. Jelas sekali ia juga tidaklah bermaksud nabi Muhammad tidak meninggalkan warisan harta untuk puterinya namun para ulama mewarisi ilmu nabi, bukan keduniaan.


Tidak ada keridhaan Fathimah kepada Abu Bakar dan Umar menurut kitab yang paling sahih di kalangan Ahlusunnah


Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar lebih terang dari sinaran matahari dan tidak seorangpun boleh mengingkarinya. Dalam kitab paling sahih di kalangan Ahlusunnah tercatat kata-kata Fathimah yang marah terhadap Abu Bakar.


Dalam kitab Abwab al-Khumus:


فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فلم تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حتى تُوُفِّيَتْ.


البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 3،‌ ص 1126، ح2926، باب فَرْضِ الْخُمُسِ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.


Maka telah marah Fathimah puteri Rasulullah (saw) dan meninggalkan Abu Bakar, marahnya berlanjutan sehingga baginda wafat.


Dalam kitab al-Maghazi, bab Ghurwah Khabir, Hadis 3998:


فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ على أبي بَكْرٍ في ذلك فَهَجَرَتْهُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى تُوُفِّيَتْ


البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987


Fathimah marah pada Abu Bakar dan beliau tidak berbicara lagi dengannya sehingga wafat – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis ke 3998


Dalam kitab al-Faraidh hadis 6346:


فَهَجَرَتْهُ فَاطِمَةُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى مَاتَتْ.


البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 6، ص 2474، ح6346، كتاب الفرائض، بَاب قَوْلِ النبي (ص) لا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.


Maka Fathimah meninggalkannya (Abu Bakar) dan tidak lagi berbicara dengannya sehingga meninggal dunia – Sahih Bukhari, jilid 6 halaman 2474, hadis ke 6346


Dalam riwayat ibnu Quthaibah, Fathimah tidak mengizinkan mereka masuk sewaktu Abu Bakar dan Umar datang untuk berziarah. Mereka terpaksa memohon Imam Ali (as) menjadi perantara namun gagal. Bahkan Fathimah memberikan maklum balas seperti berikut:


نشدتكما الله ألم تسمعا رسول الله يقول «رضا فاطمة من رضاي وسخط فاطمة من سخطي فمن أحب فاطمة ابنتي فقد أحبني ومن أ رضى فاطمة فقد أرضاني ومن أسخط فاطمة فقد أسخطني


Kami bersumpah demi Allah atas anda berdua, apakah kalian tidak dengar apa yang Rasulullah katakan: Ridha Fathimah adalah ridhanya aku, marahnya Fathimah adalah marahnya aku, maka barangsiapa yang menyebabkan keridhaan anakku Fathimah maka ia pun membuatkan aku ridha, barangsiapa yang menyebabkan kemarahan Fathimah maka ia membuatkan aku marah


نعم سمعناه من رسول الله صلى الله عليه وسلم.


Kedua mereka menjawab: Iya kami telah dengari ia daripada Rasulullah (saw).


Setelah itu Fathimah berkata:


فإني أشهد الله وملائكته أنكما أسخطتماني وما أرضيتماني ولئن لقيت النبي لأشكونكما إليه.


Maka sesungguhnya saya bersaksi demi Allah dan malaikatnya, sesungguhnya kalian berdua menyebabkan saya marah dan membuatkan saya tidak ridha, saya akan mengadu tentang kalian berdua ketika pertemuan saya dengan nabi.


Tidak cukup dengan ini Fathimah menambah lagi:


والله لأدعون الله عليك في كل صلاة أصليها.


الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، الإمامة والسياسة، ج 1،‌ ص 17، باب كيف كانت بيعة علي رضي الله عنه، تحقيق: خليل المنصور، ناشر: دار الكتب العلمية – بيروت – 1418هـ – 1997م.


Demi Allah, akan saya mengutuk anda setiap kali selesai shalat. – Al-Imamah wa siyasah, jilid 1 halaman 17


Dengan kenyataan ini bagaimanakah dapat kita percaya bahawa Sayyidah Fathimah meredhai mereka berdua? Apakah riwayat Bukhari yang diutamakan atau riwayat Baihaqi? apakah ia juga diriwayatkan oleh seorang musuh Ali bin Abi Talib yang menyaksikan sendiri peristiwa itu?


Jikalau Fathimah az-Zahra meridhai mereka berdua, mengapa beliau meninggalkan wasiat agar ia dikebumikan di waktu malam serta jangan di kasi khabar kepada orang yang menzaliminya untuk mengiringi dan menshalati jenazahnya?


Muhammad bin Ismail al-Bukhari menulis:


وَعَاشَتْ بَعْدَ النبي صلى الله عليه وسلم سِتَّةَ أَشْهُرٍ فلما تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا ولم يُؤْذِنْ بها أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عليها


البخاري الجعفي، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله (متوفاي256هـ)، صحيح البخاري، ج 4، ص 1549، ح3998، كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، تحقيق د. مصطفى ديب البغا، ناشر: دار ابن كثير، اليمامة – بيروت، الطبعة: الثالثة، 1407 – 1987.


Fathimah hidup setelah wafatnya nabi (saw) selama enam bulan. Maka ketika ia wafat, suaminya Ali bin Abi Talib mengkebumikannya di waktu malam dan tidak diizinkan Abu Bakar menshalatinya. – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis 3998, pencetak Dar Ibn Kathir – Beirut


Ibu Qutaibah al-Dainuri menulis dalam Takwil Mukhtalif al-Hadis:


Fathimah (ra) telah meminta harta pusaka ayahnya daripada Abu Bakar. Apabila ia tidak memberikan pusaka kepadanya, Fathimah bersumpah tidak akan berbicara lagi dengannya buat selama-lamanya, dan mewasiatkan agar ia dikebumikan di waktu malam supaya tidak dihadiri Abu Bakar. Maka beliau dikebumikan di waktu malam. Takwil Mukhtalaf al-Hadis, jilid 1 halaman 300


وقد طالبت فاطمة رضي الله عنها أبا بكر رضي الله عنه بميراث أبيها رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما لم يعطها إياه حلفت لا تكلمه أبدا وأوصت أن تدفن ليلا لئلا يحضرها فدفنت ليلا


الدينوري، أبو محمد عبد الله بن مسلم ابن قتيبة (متوفاي276هـ)، تأويل مختلف الحديث، ج 1،‌ ص 300، تحقيق: محمد زهري النجار، ناشر: دار الجيل، بيروت، 1393، 1972.


Abdul Razak Shan’ani menulis:


عن بن جريج وعمرو بن دينار أن حسن بن محمد أخبره أن فاطمة بنت النبي صلى الله عليه وسلم دفنت بالليل قال فر بها علي من أبي بكر أن يصلي عليها كان بينهما شيء


Daripada Hasan bin Muhammad berkata: bahawa Fathimah binti Nabi (saw) telah dikebumikan di waktu malam supaya Abu Bakar tidak menshalatinya. Di antara mereka berdua ada sesuatu.


Dia menambah:


عن بن عيينة عن عمرو بن دينار عن حسن بن محمد مثله الا أنه قال اوصته بذلك.


الصنعاني، أبو بكر عبد الرزاق بن همام (متوفاي211هـ)، المصنف، ج 3،‌ ص 521، ح 6554 و ح 6555، تحقيق حبيب الرحمن الأعظمي، ناشر: المكتب الإسلامي – بيروت، الطبعة: الثانية، 1403هـ.


Daripada Hasan bin Muhammad meriwayatkan seperti ini dengan mengatakan beliau (Fathimah) mewasiatkan seperti itu (dimakamkan di waktu malam). – Al-Mushannaf al-Maktabah al-Islamiyah – Beirut, jilid 3 halaman 521, hadis 6554 dan 6555, cetakan kedua 1403 H


Namun ada juga orang berkata: Abu Bakar setelah itu menyesal dan bertaubat, dalam menjawab perkara ini hendaklah kita katakan: Taubat itu ada waktu yang bermanfaat dan berharga, diiringi dengan penyesalan mendalam dalam keinginan insani. Jikalau sudah berlalu ia hendaklah membayar ganti rugi sebagai tanda sesal seorang yang bertaubat dan hak dikembalikan kepada pemiliknya.


Pertanyaan kami ialah apakah Abu Bakar mengembalikan tanah Fadak kepada Sayyidah Fathimah sehingga taubatnya menjadi taubat Nasuha yang diterima tuhan?


Kesimpulan


Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar dan Umar ini berlarutan sehingga akhir hayatnya dan beliau tidak sekali-kali meridhai mereka. Permasalahan ini dalam kitab paling sahih Ahlusunnah setelah al-Quran telah cuba dipintas oleh riwayat Baihaqi yang mengatakan mereka berdua telah mendapat keridhaan Fathimah. Namun pengriwayatan ini tidak dapat dipegang kerana wujudnya seorang Nashibi dalam silsilah sanadnya.



Ini buat mereka yang merasa bahwa sahabat adalah generasi terbaik.

Diriwayatkan dari Abu Jum’ah RA yang berkata “Suatu saat kami pernah makan siang bersama Rasulullah SAW dan ketika itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah RA yang berkata “Wahai Rasulullah SAW adakah orang yang lebih baik dari kami? Kami memeluk Islam dan berjihad bersama Engkau. Beliau SAW menjawab “Ya, ada yaitu kaum yang akan datang setelah kalian, yang beriman kepadaKu padahal mereka tidak melihat Aku”.  Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 106 hadis

Sahabat termulia? Masak nendang Fatimah Az-Zahra’ (as) dikatakan mulia. Bagaimana kalau sahabat anda nendang puteri anda yg paling anda cintai? Bagaimana kalau sahabat anda merampas hak waris puteri anda? Masihkah anda menganggap org tersebut sebagai sahabat?

mayoritas sahabat Nabi Muhammad yang utama tidak mengetahui pemilihan ini. Ali, Ibnu Abbas, Utsman, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abi Waqqash, Salman Farisi, Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad, Abdurrahman bin Auf adalah di antara sahabat-sahabat yang tidak diajak berunding bahkan diberitahu. Bahkan Umar sendiri mengakui, pemilihan Abu Bakar dilakukan tanpa perundingan dengan kaum Muslimin.



Berdasarkan hadis Shahih Bukhari, Umar mengakui bahwa Ali dan pengikutnya menentang Abu Bakar. Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata,
“Tidak diragukan lagi setelah Rasul wafat, kami diberi tahu bahwa kaum Anshar tidak sepakat dengan kami dan berkumpul di balairung Bani Saidah. Ali dan Zubair dan orang – orang yang bersama mereka menentang kami.”

.

Hadis lain meriwayatkan bahwa Umar berkata pada hari Saqifah,“Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan orang-orang yang bersama mereka berpisah dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah, putri Nabi Muhammad.”



Selain itu, mereka meminta persetujuan baiat tersebut, tetapi Ali dan Zubair meninggalkannya. Zubair menghunuskan pedang dan berkata, “Aku tidak akan menyarungkan pedang ini sebelum sumpah setia diberikan kepada Ali.” Ketika kabar ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkata, “Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!” Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (menuju ke depan pintu Fathimah) dan menggiring mereka dengan paksa sambil mengatakan bahwa mereka harus memberikan sumpah setia secara sukarela ataupun paksa.

Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.

Ucapan Nabi yang terkenal menyatakan, “Tidak ada sumpah setia yang sah jika diperoleh dengan paksaan.”
Mari kita lihat apa yang dilakukan Umar pada saat itu. Sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa ketika Umar sampai di depan pintu rumah Fathimah, ia berkata,“Demi ,Allah, aku akan membakar (rumah ini) jika kalian tidak keluar dan berbaiat kepada (Abu Bakar)!”



Selain itu, Umar bin Khattab datang ke rumah Ali. Talhah dan Zubair serta beberapa kaum Muhajirin lain juga berada di rumah itu. Umar berteriak, “Demi Allah, keluarlah kalian dan baiat Abu Bakar jika tidak akan kubakar rumah ini.” Zubair keluar dengan pedang terhunus, karena ia terjatuh (kakinya tersandung sesuatu), pedangnya lepas dari tangannya, merekapun menerkamnya dan membekuknya. (Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186187. )

Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. (Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.)

Umar, ia pergi ke rumah Fathimah dan berkata,
“Wahai putri Rasulullah! Aku tidak mencintai seorang pun sebanyak cintaku pada ayahmu, dan tidak ada seorang pun setelahnya yang lebih aku cintai selain engkau. Tetapi, Demi Allah, sekiranya orang-orang ini berkumpul bersamamu, kecintaan ini tidak akan mencegahku untuk membakar rumahmu.” ( Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.)

Diriwayatkan pula bahwa Umar berkata kepada Fathimah (yang berada di belakang pintu),“Aku mengetahui bahwa Rasulullah tidak mencintai siapa pun lebih dari cintanya padamu. Tetapi kehendakku tidak akan menghentikanku melaksanakan keputusanku. Jika orang-orang ini berada di rumahmu, aku akan membakar pintu ini di hadapanmu.” ( Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.)

Sejarahwan menyebutkan nama-nama berikut adalah orang-orang yang menyerang rumah Fathimah untuk membakar orang-orang yang berlindung di dalamnya; Umar bin Khatab, Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Tsabit bin Shammas, Ziyad bin Labid, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Salim bin Waqqash, Salamah bin Aslam, Usaid bin Huzair, Zaid bin Tsabit

.
Ulama Sunni yang ditakzimkan, Abu Muhammad bin Muslim bin Qutaibah Dainuri dalam kitab al-Imamah wa as-Siyasah meriwayatkan bahwa Umar meminta sebatang kayu dan berkata kepada orang orang yang berada di dalam rumah, “Aku bersumpah demi Allah yang menggenggam jiwaku, jika kalian tidak keluar, akan aku bakar rumah ini!” Seseorang memberitahu Umar bahwa Fathimah berada di dalam. Umar berteriak, “Sekalipun! Aku tidak peduli siapa pun yang berada di dalam rumah itu.”


Baladzuri, seorang sejarahwan lain meriwayatkan bahwa Abu Bakar meminta Ali untuk memberi dukungan kepadanya tetapi Ali menolak. Kemudian Umar berjalan ke rumah Ali sambil membawa kayu bakar di tangannya. Ia bertemu Fathimah di muka pintu. Fathimah berkata, “Engkau berniat membakar pintu rumahku?” Umar menjawab, “Ya, karena hal ini akan menguatkan agama yang diberikan kepada kami dari ayahmu.” (Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.)

Lebih jauh lagi diriwayatkan bahwa ketika Ali dan Abbas sedang duduk di dalam rumah Fathimah, Abu Bakar berkata kepada Umar, “Pergi dan bawalah mereka, jika mereka menentang, bunuh mereka!” Umar membawa sepotong kayu bakar untuk membakar rumah tersebut. Fathimah keluar dari pintu dan berkata, “Hai putra Khattab, apakah kamu datang untuk membakar rumah yang di dalamnya terdapat aku dan anak-anakku?” Umar menjawab, “Ya, demi Allah, hingga mereka keluar berbaiat kepada khalifah Rasul.”

Ketika Fathimah mendengar suara mereka, ia berteriak keras,
“Duhai ayahku, Rasulullah! Lihatlah bagaimana Umar bin Khattab dan Abu Bakar memperlakukan kami setelah engkau tiada! Lihatlah bagaimana cara mereka menemui kami!”

Ulama-ulama Sunni seperti Ahmad bin Abdul Aziz Jauhari dalam bukunya Saqifah, Abu Wahid Muhibuddin Muhammad Syahnah Hanafi dalam bukunya Syarh al-Nahj, dan lainnya telah meriwayatkan peristiwa yang sama

.
Lihat juga sejarahwan terkemuka Sunni, Abdul Hasan, Ali bin Husain Mas’udi dalam bukunya Ishabat al-Wasiyyah, menjelaskan peristiwa tersebut secara terperinci dan meriwayatkan, “Mereka mengelilingi Ali dan membakar pintu rumahnya, melemparkannya serta mendorong penghulu seluruh perempuan (Fathimah) ke dinding yang menyebabkan terbunuhnya Muhsin (putra berusia 6 bulan yang tengah dikandungnya).
Shalahuddin Khalil Safadi, ulama Sunni lain, dalam kitabnya Wafi al-Wafiyyat, pada surat ‘A’ ketika mencatat pandangan/pendapat Ibrahim bin Sayar bin Hani Basri, yang terkenal dengan nama Nidzam mengutip bahwa ia berkata,“Pada hari pembaiatan, Umar memukul perut Fathimah sehingga bayi dalam kandungannya meningggal.”

Menurut anda mengapa perempuan muda berusia 18 tahun harus terpaksa berjalan ditopang tongkat? Kekerasan serta tekanan yang sangat hebat menyebabkan Sayidah Fathimah Zahra senantiasa menangis, “Bencana itu telah menimpaku sehingga sekiranya bencana itu datang di siang hari, hari akan menjadi gelap.” Sejak itu Fathimah jatuh sakit hingga wafatnya akibat bencana dan sakit yang menimpanya, padahal usianya baru 18 tahun.

Seperti yang dikutip oleh Ibnu Qutaibah menjelang hari–hari terakhirnya, Fathimah selalu memalingkan wajahnya ke dinding, ketika Umar dan Abu Bakar datang membesuknya menjawab ucapan mereka yang mendoakan kesembuhannya, Fathimah mengingatkan Umar dan Abu Bakar tentang pernyataan Nabi Muhammad bahwa barang siapa yang membuat Fathimah murka, maka ia telah membuat murka Nabi. Fathimah berkata, “Allah dan malaikat menjadi saksiku bahwa engkau membuatku tidak ridha, dan kalian telah membuatku murka. Apabila aku bertemu ayahku, akan kuadukan semua perbuatan kalian berdua!”  (Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4)

Karena alasan yang sama, Fathimah ingin agar kedua orang yang telah menyakitinya jangan sampai hadir di pemakamannya dan oleh karenanya ia dimakamkan malam hari. Bukhari, dalam kitabnya menegaskan bahwa Ali menuruti keinginan istrinya. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah sangat marah kepada Abu Bakar sehingga ia menjauhinya, tidak berbicara dengannya sampai wafatnya. Fathimah hidup selama 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, suaminya Ali menguburkannya di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan melakukan shalat jenazah sendiri.


Usaha apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak dapat menemukan makamnya. Makam Fathimah hanya diketahui oleh keluarga Ali. Hingga saat ini makam putri Nabi Muhammad yang tersembunyi merupakan tanda-tanda ketidaksukaannya kepada beberapa sahabat.
Sumber-sumber ekonomi Ahlulbait telah ditutup untuk menghancurkan penentangan mereka. Dalam Shahih Bukhari berikut ini Aisyah meriwayatkan, Fathimah mengirim utusan kepada Abu Bakar (ketika ia menjadi khalifah), meminta warisan yang Allah karuniakan kepada Nabi dari harta fa’i (harta rampasan perang tanpa ada pertempuran) yang telah ditinggalkan Nabi di Madinah, tanah tadak, serta sisa-sisa khumus dari harta rampasan perang Khaibar. Tetapi Abu Bakar menolak untuk memberi sesuatupun kepada Fathimah. Hal ini membuatnya marah dan menjauhi Abu Bakar dan tidak berbicara kepadanya sampai ia wafat. Ia hidup 6 bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ketika wafat, suaminya Ali, menguburkan Fathimah di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan ia sendiri yang menshalatkan Fathimah.



Alasan yang ia kemukakan tidak logis karena perkataan Nabi tidak pernah bertentangan dengan ayat Quran yang dalam dua ayat membuktikan bahwa para rasul memiliki pewaris dan anakanaknya adalah pewaris dari para rasul.
Allah SWT berfirman, “Dan Nabi Sulaiman mendapat warisan dari Nabi Daud” (QS. an-Naml : 16). Sulaiman dan Daud adalah nabi-nabi yang memiliki banyak harta kekayaan. Mereka adalah raja pada zamannya. Allah Yang Maha Tinggi berfirman, (Zakaria berdoa kepada Allah), “Karuniakanlah aku seorang anak dari hadiratmu yang akan mewariskan dariku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia seorang yang Engkau ridhai!” (QS Maryam : 5-6).

Ayat-ayat ini merupakan contoh bahwa para nabi memiliki pewaris. Sebenarnya, Fathimah menyebutkan ayat-ayat ini sebagai bukti akan haknya, tetapi Abu Bakar menolaknya karena saran Umar, dan secara sengaja mereka telah menentang ayat Quran yang sangat jelas.

Kenyataan sejarah membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW bahkan telah menyerahkan tanah Fadak yang luas dan subur di Hijaz kepada Fathimah dan tanah tersebut merupakan harta Fathimah sebelum Nabi Muhammad wafat

.
Persoalan itu ternyata bukan hanya persoalan warisan, seperti yang diklaim Abu Bakar. Alasan Nabi Muhammad menyerahkan tanah Fadak kepada Fathimah adalah sebagai sumber penghasilan Ahlulbait. Tetapi setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar dan Umar menghapus nama pemilik tanah itu dan mengambil alih tanah serta harta Ahlulbait lainnya. Alasannya sangat sederhana. Mereka menyadari bahwa jika harta ini tetap berada di tangan Ali dan Fathimah, semoga kesejahteraan senantiasa atas mereka, mereka akan mengeluarkan penghasilannya bagi pengikut mereka.

Hal ini akan memperkuat kelompok oposisi Abu Bakar dan Umar dan membahayakan posisi mereka. Abu Bakar dan Umar menyadari kenyataan bahwa untuk mengendalikan pihak oposisi, penting bagi mereka untuk menghilangkan semua sumber-sumber ekonomi mereka.
Jadi permasalahanya bukan semata-mata masalah harta, melainkan lebih bersifat politis. Kemarahan Fathimah bukan untuk kesenangan duniawi. Sejarah membuktikan bahwa Ali dan Fathimah hidup sangat sederhana ketika Nabi masih hidupdan setelah Nabi wafat.

Yang sangat terkenal adalah bahwa Surah al-Insan ayat 8-9 turun bagi mereka ketika selama tiga hari berturut-turut mereka memberikan makanan mereka kepada pengemis pada saat akan berbuka puasa (ifthar), dan tidak ada makanan yang tersisa untuk anak – anak mereka selama 3 hari berturut – turut. Oleh karenanya orang – orang beriman ini tidak menuntut atau marah demi hal-hal yang bersifat duniawi. Itulah mengapa kemarahan Fathimah adalah kemarahan Nabi Muhammad. Mereka, sebenarnya, tengah berjuang di jalan Allah dan mengeluarkan harta sah mereka untuk jalan yang benar dan untuk pengikut-pengikutnya.

Saudaraku……..

Shahih Bukhari yang Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah mengutus seseorang kepada Abu Bakar, meminta warisan yang telah ditinggalkan Nabi Muhammad dari Allah atas hasil fa’i di Madinah, tanah Fadak, dan sisa khumus dari rampasan perang Khaibar. Abu Bakar berkata, “Rasulullah berkata, ‘Kami para rasul tidak meninggalkan warisan. Segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah, tetapi keluarga Nabi Muhammad mendapat bagian dari harta ini.’ Demi Allah, aku tidak akan mengubah ketetapan Rasulullah ini, akan tetap seperti itu sebagaimana ketika Rasulullah masih hidup, dan akan keluarkan Rasulullah.” Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta itu kepada Fathimah. Oleh karenanya, Fathimah marah kepada Abu Bakar. la. menjauhinya dan tidak mau berbicara dengannya hingga akhir hayatnya. la hidup hanya 6 bulan setelah ayahnya wafat. Ketika ia wafat, suaminya, Ali, menguburkannya pada tengah malam tanpa memberitahukan Abu Bakar dan menshalatinya sendiri.
Saat Fathimah masih hidup, orang-orang masih menghormati Ali, tetapi setelah ia wafat, Ali melihat perubahan dalam prilaku orang-orang kepadanya. Oleh karenanya Ali berdamai dengan Abu Bakar dan membaiatnya. Ali tidak membaiat Abu Bakar selama 6 bulan (periode antara wafatnya Nabi Muhammad dan wafatnya Fathimah). Ali mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk berkata, “Datanglah kepadaku, tetapi jangan ada orang lain bersamamu.” Karena ia tidak suka kalau Umar turut serta. Umar berkata (kepada Abu Bakar), “Jangan! Demi Allah kamu tidak boleh pergi sendiri.” Abu Bakar berkata, “Memangnya apa yang akan mereka lakukan terhadapku? Demi Allah aku akan pergi!” Lalu Abu Bakar pergi ke tempat Ali. Ali kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat dan berkata, “Kami mengetahui keutamaanmu dan apa yang telah Allah berikan padamu, dan kami tidak cemburu atas kebaikan yang telah Allah berikan padamu. Tetapi engkau tidak berunding denganku mengenai urusan ini. Kami berpikir bahwa kami memiliki hak atasnya karena kedekatan hubungan kekerabatan kami dengan Rasulullah.”
Mendengar ucapan Ali ini, Abu Bakar menangis. Dan ketika Abu Bakar mengeluarkan suara, ia berkata, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya aku akan menjaga hubunganku dengan keluarga Rasulullah lebih baik daripada hubungan dengan keluargaku. Tetapi, mengenai masalah yang terjadi antara aku dan engkau dalam harta ini, aku akan berbuat sebaik mungkin, mengeluarkannya berdasarkan sesuatu yang benar dan aku tidak akan meninggalkan hukum/aturan Allah yang telah dicontohkan Rasulullah dalam mengeluarkannya, dan aku akan mengikutinya.” Mendengar hal itu Ali berkata kepada Abu Bakar, “Aku berjanji akan memberi baiatku, siang ini.”
Usai menunaikan shalat Dzuhur, Abu Bakar naik mimbar dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Lalu ia bercerita mengenai Ali, mengapa ia tidak membaiatnya dan memaafkan Ali, dan menerima alasan yang diajikan. Kemudian Ali berdiri, berdoa, dan memohon ampunan-Nya. la mengucapkan dua kalimat syahadat, memuji Abu Bakar dan berkata bahwa ia tidak membaiat Abu Bakar bukan karena cemburu kepadanya atau protes atas apa yang Allah berikan padanya. Ali melanjutkan, “Kami menganggap bahwa kami juga memilliki hak atas urusan ini (kepemimpinan) dan ia (Abu Bakar) tidak mengajaknya berunding.” Oleh karenanya, ia menyayangkan hal itu. Semua orang Muslimin di tempat itu merasa lega dan berkata, “Engkau telah melakukan hal yang benar.” Kaum Muslimin menjadi bersahabat dengan Ali karena ia melakukan apa yang dilakukan kaum Muslimim (berbaiat kepada Abu Bakar).

Saudaraku….
Perampasan Tanah Fadak
Fathimah, putri satu-satunya yang sangat dicintai Nabi Muhammad SAW, menuntut warisan tanahnya di Madinah, Khaibar, dan juga tanah Fadak, yang Rasul peroleh dari orang-orang Yahudi tanpa paksaan. Nabi Muhammad telah memberikan harta tersebut untuk kelangsungan Ahlulbait dan pengikutnya atas perintah Allah. Akan tetapi harta-harta tersebut diambil alih setelah Nabi wafat

.
Khalid menuliskan, persoalan selanjutnya yang diketahui adalah warisan Nabi Muhammad, kebun Fadak. Pertama-tama kita harus memastikan apakah Nabi Muhammad memiliki harta pada saat ia wafat. Kita mengetahui bahwa setelah turunnya wahyu, Nabi Muhammad tidak memiliki penghasilan. Seluruh waktunya ia persembahkan untuk berjuang di jalan Allah. Di Mekkah, penghidupannya berasal dari harta yang Khadijah miliki dan setelah hijrah ke Madinah ia benar-benar tidak memiliki apa pun. Kemudian, saat perang melawan orang-orang kafir dimulai, Nabi menerima wahyu agar mengambil lima bagian dari harta rampasan (QS. al-Anfal :41).

Penghasilan Nabi Muhammad diperoleh dari beberapa mata air yang ditinggalkan oleh Bani Nadhir di Madinah. Nabi Muhammad biasanya menggunakan penghasilannya untuk menghidupi keluarganya dan sisanya ia keluarkan di jalan Allah.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas utusan – utusan suku Abdul Qais menemui Nabi Muhammad dan berkata ya Rasulullah kami berasal dari suku Rabiah dan diantara kami dan engkau ada orang – orang Kafir dari suku mudar. Oleh Karenanya kami tidak dapat datang kepadamu kepdamu kecuali di bulan Haram. Perintahkanlah kepada kami sesuatu agar kami dapat melakukannya sendiri dan mengajak kaum kami juga mengawasinya.” Nabi berkata, “Aku memerintahkan kamu untuk melakukan empat hal. Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (Nabi menunjikan tangannya ke atas), melaksanakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus.” ( Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.)

Ali berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,“Aku telah mengaruniai Ali lima hal, tidak seorang Rasul pun sebelum aku yang dianugerahi hal seperti itu. Salah satun adalah bahwa Ali akan membayarkan hutang-hutangku dan memakamkanku” ( Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.)

Selain itu, Imam Ahmad dalam Musnad-nya menyimpulkan bahwa hadis dari Nabi Muhammad, “Tidak ada orang yang akan membayarkan hutang-hutangku dan menyelesaikan semua urusanku kecuali Ali.” ( Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174).

Berikut ini hadis yang diriwayatkan dalam Tabaqat Ibn Sa’d. Abdul Wahid Abi Aun meriwayatkan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, Ali memerintahkan seseorang untuk mengumumkan sekiranya Nabi Muhammad memiliki hutang atau janji, Ali akan membayarnya dan memenuhi janjinya. Setelah Ali, hal ini dilanjutkan oleh Hasan dan Husain. Artinya setelah Nabi Muhammad wafat keturunannya melanjutkan tanggung jawab mereka selama 50 tahun

.
Menarik untuk disimak bahwa janji-janji Rasulullah serta hutang-hutangnya yang dibayarkan oleh Ahlulbait sebagai pewaris harta Nabi menjadi tanggung jawab Abu Bakar. Suatu fenomena yang mengherankan

.
Khalid mengatakan, berdasarkan hukum Islam hanya ada tiga pewaris; Fathimah binti Muhammad, Abbas dan istri-istrinya. Fathimah dan Abbas menuntut warisan mereka segera setelah Umar menjabat sebagai khalifah. Pada riwayat tertentu Fathimah bahkan berkata kepada Abu Bakar, “Jika engkau dapat memberikan warisanmu kepada pewarismu, mengapa saya tidak dapat memperoleh warisanku dari apa yang ditinggalkan ayahku?” Mendengar pernyataan ini Abu Bakar berkata,”Rasulallah berkata,’Aku tidak mewariskan apa pun. Semua yang aku tinggalkan adalah sedekah’. Aku tidak akan meninggalkan apa yang telah Rasulallah lakukan, karena jika tidak aku takut akan berbuat salah. Namun aku akan tetap menjaga apa yang telah dijaga olehnya dan menggunakannya sebagaimana yang ia lakukan. Demi Allah, aku akan berlaku lebih baik kepada keluarganya daripada kepada keluargaku.” Khalid menyatakan tidak membaca atau mendengar Fathimah Atau Abbas menuduh Abu Bakar membuat salah.
Bertentangan dengan apa yang telah anda katakan bahwa Abu Bakar tidak dituduh berbuat salah, kami dapat menunjukkannya dengan sikap Fathimah yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari. Diriwayatkan dari Aisyah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Fathimah, putri Rasulullah, meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisannya yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad dari fa’i. Abu Bakar berkata kepadanya, “Para rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.” ( Shahih Bukhari, hadis 4.325 (hal. 208))

Satu hal yang perlu dikemukakan mengenai hal ini adalah bahwa Rasulullah pernah berkata ketika ia masih hidup bahwa sumber mata air ini (Fadak) diberikan kepada Fathimah.

Apakah Fadak Milik Nabi Muhammad SAW?
Tanah Fadak diberikan kepada Nabi Muhammad karena tanah ini diperoleh dari perjanjian. Penghuni-penghuninya, menurut perjanjian, tetap tinggal di dalamnya tetapi menyerahkan ½ tanah mereka dan hasilnya. ( Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, ha1.196 (tahun-tahun terakhir Nabi Muhammad, versi bahasa Inggris); Futuh al-Buldan, hal. 42;Tarekh-e Khamis, jilid 2, hal. 64; Tarikh-e Kamil (Ibnu Atsir), jilid 2, hal. 5; Sirah ibn Hisyam, jilid 3, hal. 48; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, bagian 2. )

Umar bin Khattab sendiri mengakui bahwa tanah Fadak adalah harta Nabi yang tidak dibagi-bagi ketika ia menyatakan, “Harta milik Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad, tidak ada kuda/unta yang ditunggangi kecuali milik Rasulullah.”( Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 46, jilid 7, hal. 82, jilid 9, ha1.121-22; Shahih Muslim, jilid 5, ha1.151; Sunan Abu Daud, jilid 3, ha1.139-41; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hal. 25, 48, 60, 208; Sunan al-Kubra, Baihaqi, jilid 6, hal. 296-99.)

Apakah Nabi Menghadiahkan Tanah Itu kepada Fathimah?
Nabi Muhammad, atas perintah Allah Yang Maha Besar, menghadiahkan tanah ini kepada Sayidah Fathimah, sebagaimana yang ditafsirkan Ulama Sunni terkemuka, Jalaluddin Suyuthi. Berikut ini latar belakang sejarah tanah Fadak dan tafsiran ayat 26 Surah al-Isra

.
Ali diutus ke Fadak, sebuah pemukiman Yahudi yang tidak jauh dari Khaibar untuk melakukan penyerangan. Tetapi sebelum ada pertempuran, para penghuninya lebih memilih untuk menyerah, dengan memberi ½ kekayaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril datang membawa perintah Allah, dan turunlah ayat 26, Surah al-Isra, Dan berikanlah hak untuk keluarga(mu)!
Nabi Muhammad SAW bertanya tentang keluarganya. Jibril menyebutkan nama Sayidah Fathimah dan memerintahkan Nabi untuk memberikan tanah tersebut kepadanya sebagai penghasilan dari Fadak yang dimiliki sepenuhnya oleh Nabi karena diserahkan tanpa menggunakan kekerasan. Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Muhammad memberikan tanah Fadak tersebut kepada Fathimah sebagai sumber penghasilan keluarga dan anak-anaknya

.
Berdasarkan ayat Quran di atas, banyak ahli tafsir Sunni menuliskan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad bertanya kepada Malaikat Jibril, “Siapakah keluargaku dan apakah hak mereka?” Malaikat Jibril menjawab. “Berilah Fadak kepada Fathimah karena itu adalah haknya dan apapun yang menjadi hak Allah dan Rasulnya atas Fadak, hak tersebut juga adalah haknya, maka berikanlah Fadak itu kepadanya.” ( Tafsir mengenai ayat di atas ini diriwayatkan melalui Bazzar, Abu Yala, Ibnu Hatim, Ibnu Marduwaih, dan lainnya dari Abu Said Khudri dan melalui Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Referensi hadis Sunni: Tafsir Durr al-Mantsur, jilid 4, hal.l77; Kanz al-Ummal, jilid 2, hal. 158; Sawaiq al-Muhriqah, bab 15, hal. 21-22; Razat ash-Shafa, jilid 2, ha1.135; Syarah-e Muwaqif, hal. 735; Tarikh Ahmadi, hal. 45; Ruh al-Ma’ani, jilid 15, hal. 62.)

Tidaklah keraguan bagi kita bahwa tanah Fadak memang milik Sayidah Fathimah. Para ahli sejarah juga menuliskan bahwa dipastikan Abu Bakar telah merampas tanah Fadak dari Fathimah.( Referensi hadis Sunni: Syarah, jilid 16, hal. 219; Wafa al-Wafa, Samshudi, jilid 3, ha1.1000; Sawaiq al-Muhriqah, hal. 32.)

Fathimah memprotes Abu Bakar ketika Fadak dirampas darinya dan berkata “Engkau telah mengambil alih Fadak meskipun Rasulullah telah memberikannya padaku ketika ia masih hidup.”
Mendengar hal in Abu Bakar meminta Fathimah untuk menghadirkan saksi. Lalu, Ali dan Ummu Aiman bersaksi untuknya. (Ummu Aiman adalah seorang budak yang dibebaskan dan ibu susuan Nabi Muhammad. Ia adalah ibu Usamah bin Ziyad bin Harist Nabi Muhammad berkata, “Ummu Aiman adalah ibuku dan ibu setelah ibuku.” Nabi juga membuktikan bahwa ia adalah salah satu dari orang-orang yang masuk surga).

Mendengar hal ini Fathimah murka dan tidak berbicara hingga wafatnya kepada Abu Bakar. Fathimah hidup hanya enam bulan setelah ayahnya wafat. la. meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisan yang Rasulullah tinggalkan untuknya di Khaibar dan di Madinah. Kesimpulannya akan kami sandarkan pada hadis berikut.
Sayidah Fathimah Zahra tidak berkenan oleh penolakan Abu Bakar memberikan warisannya.Fathimah marah (Bukhari menggunakan kata ‘murka’) hingga ia wafat dan memperlihatkan penderitaan dan kesengsaraannya setelah Nabi Muhammad wafat. Hal ini mengingatkan kami akan ucapannya yang suci, “Sekiranya ayahku masih hidup saat ini, dan melihat diriku menderita, siang hari akan berubah menjadi gelap.”

Shahih Bukhari hadis 5.546 : Fathimah hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika wafat, suaminya Ali memakamkannya di malam hari tanpa memberitahu Abu Bakar. la melakukan shalat jenazah sendiri….

Sejarahwan Thabari juga menulis Abi Shalih Dirari Abdurrazzaq bin Hummam dari Mamar dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata,“Fathimah dan Abbas menemui Abu Bakar menuntut (bagian) warisan Rasulullah. Mereka menuntut atas hak tanah Fadak dan Khaibar. Abu Bakar berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Kami (para rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah amal (sedekah), keluarga Nabi Muhammad akan mendapatkan darinya. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan jalan yang telah dicontohkan Nabi, tetapi aku akan terus melakukannya!’ Fathimah berang dan tidak berbicara kepadanya hingga ia wafat. Ali memakamkannya di malam hari tanpa sepengetahuan Abu Bakar.” ( Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, hal. 196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa. Inggris); Tabaqaf ibn Sa’d, jilid VIII, hal. 29; Tarikh Ya’qubi, jilid II, ha1.117; Tanbih Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab T’habari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 6, hal. 46.)

Setelah peristiwa fadak , Abubakar dan Umar berkunjung ke rumah Fatimah as, dikarenakan mereka merasa telah menyakiti beliau as. Kemudian Fatimah as berkata : ”Apakah kalian tidak mendengar Rasul saww bersabda ‘Keridhoan Fatimah adalah keridhoanku, Kemurkaan Fatimah adalah kemurkaanku. Barangsiapa mencintai Fatimah, puteriku, berarti mencintaiku dan barangsiapa membuat Fatimah murka berarti membuat aku murka’  ?”

Mereka berdua menjawab : “Ya, kami telah mendengarnya dari Rasulullah”.

Fatimah as berkata : “Aku bersaksi kepada Allah dan para malaikat-Nya, sesungguhnya kalian berdua telah membuat aku marah dan kalian berdua membuat aku tidak ridho. Seandainya aku bertemu Nabi saww nanti, aku akan mengadu kepada beliau tentang kalian berdua”.

Kemudian Fatimah as berkata kepada Abubakar : “Demi Allah, sungguh aku akan mengadukan engkau kepada Allah di setiap sholatku”.


Dan Fatimah as tidak berbicara dengan Abubakar sampai wafatnya. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Fatimah as bersumpah untuk tidak berbicara selama-lamanya dengan Abubakar dan Umar. Dan Fatimah as dikuburkan secara diam-diam pada malam hari.

Saudaraku….

Berkaitan dengan hal ini, Ummu Ja’far, putri Muhammad bin Ja’far, meriwayatkan permintaan Fathimah kepada Asma binti Umais menjelang kematiannya, “Bila aku mati, aku ingin engkau dan Ali yang memandikanku. Jangan izinkan seorang pun masuk ke dalam rumahku!”

Ketika ia wafat, Aisyah datang. Asma berkata padanya, “Jangan masuk!” Aisyah mengadukan hal itu kepada Abu Bakar, “Khathamiyyah ini (seorang perempuan dari suku Khatam, Asma) menghalangi aku untuk menengok putri Rasulullah.” Kemudian Abu Bakar datang. Ia berdiri di pintu dan berkata, “Hai Asma, apa yang menyebabkanmu tidak mengizinkan istri Rasulullah melihat putri Rasulullah?” Asma menjawab, “la sendiri memerintahkanku untuk tidak mengijinkan seorang pun masuk ke rumahnya.” Abu Bakar berkata, “Lakukan apa yang telah ia perintahkan!” ( Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliya, jilid 2, ha1.43; as-Sunan al-Kurba, jilid 3, ha1.396; Ansab al-Asyraf, jilid 1, ha1.405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1897-98; Usd al-Ghabah, jilid 5, ha1.524; al-Ishabah, jilid 4, ha1. 378-89.)

Muhammad bin Umar Waqidi berkata,“Telah terbukti bahwa Ali melakukan shalat jenazah sendiri dan menguburkannya di malam hari, ditemani Abbas dan Fadhl bin Abbas, dan tidak memberitahu siapapun. Itulah alasan mengapa makam Fathimah tersebut tidak diketahui hingga kini.” ( Referensi hadis Sunni: Mustadrak al-Hakim, jilid 3, ha1.162-163; Ansab al-Asyraf jilid 1, hal. 402, 405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1898; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 524-25; al-Ishabah, jilid 4, hal. 379-80; Tabaqat ibn Sa’d, jilid 8, ha1.19-20; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, ha1.179-81.)

Abu Bakar berkata, “Semoga Allah menyelamatkanku/mengampuniku dari kemurkaan-Nya dan kemurkaan Fathimah!” (kata-kata yang sama juga digunakan oleh Bukhari). Kemudian Abu Bakar menangis keras ketika Fathimah berseru, “Aku akan mengutukmu di setiap shalatku!” Ia mendekati Fathimah dan berkata, “Lepaskan aku dari baiat ini dan kewajiban-kewajibanku!” ( Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, ha1.120.)

2 komentar:

  1. siapa yg mengatakan nabi telah meracau wkwkw

    BalasHapus
  2. hedeh mana mungkin wali/utusan langsung dari allah akan meracau

    BalasHapus