Khawarij, tahukah Anda apa pemahaman Khawarij itu? Pemahaman Khawarij
adalah pemahaman yang sesat! Pemahamannya telah memakan banyak korban.
Yang menjadi korbannya adalah orang-orang jahil, tidak berilmu, dan
berlagak punya ilmu atau berilmu tapi masih sedikit pemahamannya tentang
Dien ini.
Para pemuda banyak menjadi korban. Dengan hanya bermodal semangat
“semu” mereka mengkafirkan kaum Muslimin. Mereka kafirkan ayah, ibu,
dan saudara-saudara mereka yang tidak sealiran atau tidak sepengajian
dengan mereka. Sebaliknya, mereka menganggap hanya diri-diri mereka
saja yang sempurna Islamnya, yang lainnya kafir. Ringan sekali lidah
mereka menuduh kaum Muslimin sebagai orang yang kafir atau telah murtad
dari agamanya. Mereka tidak mengetahui patokan-patokan syar’i untuk
menghukumi seseorang itu menjadi kafir, fasiq, sesat, atau yang lainnya.
Kasihan mereka.
Mereka memberontak kepada pemerintahan Muslimin yang sah. Hingga
akibat pahit pemberontakan yang mereka lakukan ditelan oleh semua kaum
Muslimin. Sejarah Islam mencatat bahwa gerakan yang mereka lakukan
selalu menyengsarakan kaum Muslimin. Cara seperti ini tidak dibenarkan
oleh Islam sama sekali.
Oleh karena itu, para pemuda harus tahu patokan-patokan dalam beramar
ma’ruf dan nahi mungkar. Apakah perbuatan yang dia lakukan itu
bermanfaat atau tidak, apakah tindakannya itu akan membuahkan hasil yang
baik atau bahkan menjerumuskan dirinya ke dalam kesesatan.
Harakah-harakah, yayasan-yayasan, organisasi-organisasi, dan
kelompok-kelompok yang berpemahaman seperti pemahaman Khawarij ini
tumbuh subur. Kita dapat melihat dengan kacamata ilmu bahwa beberapa
kelompok yang ada sekarang ini seperti :
Harakah Hijrah wat Takfir-nya DR. Umar Abdurrahman, DI/TII/NII, Islam
Jamaah atau Darul Hadits atau Lemkari atau LDII atau entah apa lagi
nama yang akan mereka berikan kalau kebusukan gerakannya terungkap.
Yang penting bagi kita untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka
itu.
Siapa Khawarij Itu?
Imam Al Barbahari berkata :
“Setiap orang yang memberontak kepada imam (pemerintah) kaum Muslimin
adalah Khawarij. Dan berarti dia telah memecah kesatuan kaum Muslimin
dan menentang sunnah. Dan matinya seperti mati jahiliyah.” (Syarhus Sunnah karya Imam Al Barbahari, tahqiq Abu Yasir Khalid Ar Raddadi halaman 78)
Asy Syahrastani berkata : “Setiap orang
yang memberontak kepada imam yang disepakati kaum Muslimin disebut
Khawarij. Sama saja, apakah dia memberontak di masa shahabat kepada
imam yang rasyidin atau setelah mereka di masa para tabi’in dan para
imam di setiap jaman.” (Al Milal wan Nihal halaman 114)
Khawarij adalah juga orang-orang yang mengkafirkan kaum Muslimin
hanya karena mereka melakukan dosa-dosa, sebagaimana yang akan kita
paparkan nanti.
Imam Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya, Talbis Iblis : [
Khawarij yang pertama dan yang paling jelek adalah Dzul Khuwaishirah.
Abu Sa'id berkata : Ali pernah mengirim dari Yaman kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sepotong emas dalam kantung kulit yang
telah disamak dan emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka Nabi
membagikannya kepada empat orang : Zaid Al Kahil, Al Aqra' bin Habis,
'Uyainah bin Hishn, dan Alqamah Watshah atau 'Amir bin Ath Thufail.
Maka sebagian para shahabatnya, kaum Anshar, serta selain mereka merasa
kurang senang. Maka Nabi berkata :
"Apakah kalian tidak percaya kepadaku padahal wahyu turun kepadaku dari langit di waktu pagi dan sore?!"
Kemudian datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya,
menonjol bagian atas kedua pipinya, menonjol dahinya, lebat jenggotnya,
tergulung sarungnya, dan botak kepalanya. Orang itu berkata : "Takutlah kepada Allah, wahai Rasulullah!" Maka Nabi mengangkat kepalanya dan melihat orang itu kemudian berkata : "Celaka engkau, bukankah aku manusia yang paling takut kepada Allah?" Kemudian orang itu pergi. Maka Khalid berkata : "Wahai Rasulullah, bolehkah aku penggal lehernya?" Nabi berkata : "Mungkin dia masih shalat." Khalid berkata : "Berapa banyak orang yang shalat dan berucap dengan lisannya (syahadat) ternyata bertentangan dengan isi hatinya?" Nabi berkata : "Aku tidak disuruh untuk meneliti isi hati manusia dan membelah dada mereka." Kemudian Nabi melihat kepada orang itu dalam keadaan berdiri karena takut sambil berkata :
"Sesungguhnya akan keluar dari orang
ini satu kaum yang membaca Al Qur'an yang tidak melampaui tenggorokan
mereka. Mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari
buruannya." (HR. Bukhari nomor 4351 dan Muslim nomor 1064) ]
Dalam riwayat lain bahwa orang ini berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berbuat adillah!” Maka Nabi berkata : “Celaka engkau, siapa lagi yang dapat berbuat adil kalau aku tidak adil?!” (HR. Bukhari nomor 3610 dan Muslim nomor 1064)
Imam Ibnul Jauzi berkata : [ Orang itu dikenal dengan nama Dzul
Khuwaishirah At Tamimi. Dia adalah Khawarij yang pertama dalam Islam.
Penyebab kebinasaannya adalah karena dia merasa puas dengan pendapatnya
sendiri. Kalau dia berilmu, tentu ia akan tahu bahwa tidak ada
pendapat yang lebih tinggi dari pendapat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam.
Para pengikut orang ini termasuk orang-orang yang memerangi Ali bin Abi Thalib. Itu terjadi ketika peperangan antara Ali dengan Muawiyah
telah berlarut-larut. Pasukan Muawiyah mengangkat mushaf-mushaf dan
memanggil pasukan Ali untuk bertahkim (mengadakan perundingan). Maka
mereka berkata : "Kalian memilih satu orang dan kami juga memilih
satu orang. Kemudian kita minta keduanya untuk memutuskan perkara
berdasarkan Kitabullah." Maka manusia (yang terlibat dalam peperangan itu) berkata : "Kami setuju." Maka pasukan Muawiyah mengirim 'Amr bin Al 'Ash. Dan pasukan Ali berkata kepadanya : "Kirimlah Abu Musa Al Asy'ari." Ali berkata : "Aku tidak setuju kalau Abu Musa, ini Ibnu Abbas, dia saja." Mereka berkata : "Kami tidak mau dengan orang yang masih ada hubungan kekeluargaan denganmu." Maka akhirnya dia mengirim Abu Musa dan keputusan diundur sampai Ramadhan. Maka Urwah bin Udzainah berkata : "Kalian telah berhukum kepada manusia pada perintah Allah. Tidak ada hukum kecuali milik Allah." (Slogan
ini yang selalu didengungkan oleh Khawarij sampai sekarang. Ucapan ini
benar, tetapi makna yang dimaukan tidak benar, pent.) ]
Ali kemudian pulang dari Shiffin dan masuk ke Kufah, tapi orang-orang
Khawarij tidak mau masuk bersamanya. Mereka pergi ke suatu tempat yang
bernama Harura’ sebanyak dua belas ribu orang kemudian berdomisili di
situ. Mereka meneriakkan slogan : “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah!!”
Itulah awal tumbuhnya mereka. Dan mereka memproklamirkan bahwa
komandan perang adalah Syabats bin Rib’i At Tamimi dan imam shalat
adalah Abdullah bin Al Kawwa’ Al Yasykuri. Khawarij adalah orang yang
sangat kuat beribadah, tapi mereka meyakini bahwa mereka lebih berilmu
dari Ali bin Abi Thalib. Dan ini adalah penyakit yang berbahaya.
Ibnu Abbas berkata : Ketika Khawarij memisahkan diri, mereka masuk ke
suatu daerah. Ketika itu jumlah mereka enam ribu orang. Mereka semua
sepakat untuk memberontak kepada Ali bin Abi Thalib. Dan selalu ada
beberapa orang datang kepada Ali sambil berkata : “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kaum ini ingin memberontak kepadamu.” Maka Ali berkata : “Biarkan mereka, karena aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka dulu yang memerangiku dan mereka akan tahu nanti.” Maka suatu hari aku datangi dia (Ali) di waktu shalat Zhuhur dan kukatakan kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin, segerakanlah shalat, aku ingin mendatangi mereka dan berdialog dengan mereka.” Maka Ali berkata : “Aku mengkhawatirkan keselamatan dirimu.” Aku katakan : “Jangan takut, aku seorang yang baik akhlak dan tidak menyakiti seseorang pun.”
Maka dia akhirnya mengijinkanku. Kemudian aku memakai kain yang bagus
buatan Yaman dan bersisir. Kemudian aku datangi mereka di tengah hari.
Maka aku memasuki suatu kaum yang belum pernah aku lihat hebatnya
mereka dalam beribadah. Jidat mereka menghitam karena sujud.
Tangan-tangan mereka kasar seperti lutut unta. Mereka memakai gamis
yang murah dan dalam keadaan tersingsing. Wajah mereka pucat karena
banyak bergadang di waktu malam. Kemudian aku ucapkan salam kepada
mereka. Maka mereka berkata : “Selamat datang Ibnu Abbas, ada apakah?” Maka aku katakan kepada mereka :
“Aku datang dari sisi kaum Muhajirin dan Anshar serta dari sisi menantu
Nabi. Kepada mereka Al Qur’an turun dan mereka lebih tahu tentang
tafsirnya daripada kalian.” Maka sebagian mereka berkata : “Jangan kalian berdebat dengan orang Quraisy karena Allah telah berfirman :
“Tapi mereka adalah kaum yang suka berdebat.” (Az Zukhruf : 58)”
Maka ada tiga orang yang berkata : “Kami akan tetap berbicara dengannya.” Maka kukatakan kepada mereka : “Keluarkan
apa yang membuat kalian benci kepada menantu Rasulullah, Muhajirin,
dan Anshar! Kepada mereka Al Qur’an turun. Dan tidak ada seorang pun
dari mereka yang ikut bersama kelompok kalian. Mereka adalah orang yang
lebih tahu tentang tafsir Al Qur’an.”
Mereka berkata : “Ada tiga hal.” Aku berkata : “Sebutkan!” Mereka berkata : “Pertama, dia (Ali) berhukum kepada manusia dalam perintah Allah, sedangkan Allah telah berfirman :
‘Sesungguhnya hukum hanya milik Allah.’ (QS. Al An’am : 57)
Maka apa gunanya orang-orang itu kalau Allah sendiri telah memutuskan hukum?!” Aku berkata : “Ini yang pertama, apa lagi?” Mereka berkata : “Kedua,
dia (Ali) telah berperang dan membunuh tapi mengapa dia tidak mau
mengambil wanita sebagai tawanan perang dan harta rampasan musuhnya?
Jika mereka (orang-orang yang diperangi Ali, pent.) memang kaum
Muslimin, mengapa dia (Ali) membolehkan kita untuk memerangi dan
membunuh mereka tapi dia melarang kita untuk mengambil tawanan?” Aku berkata : “Apa yang ketiga?” Mereka berkata : “Dia
(Ali) telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin (pemimpin
kaum Mukminin) maka kalau dia bukan Amirul Mukminin berarti dia adalah
Amirul Kafirin (pemimpin orang kafir).” Aku berkata : “Apakah ada selain ini lagi?” Mereka berkata : “Cukup ini saja.”
Aku katakan kepada mereka : “Adapun
ucapan kalian tadi, dia berhukum kepada manusia dalam memutuskan hukum
Allah, akan aku bacakan kepada kalian ayat yang membantah argumen
kalian. Jika argumen kalian telah gugur apakah kalian akan ruju’?” Mereka berkata : “Tentu.” Aku berkata :
“Sesungguhnya Allah sendiri telah menyerahkan hukum-Nya kepada beberapa
orang tentang seperempat dirham harga kelinci dan ayatnya :
‘Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kalian sedang ihram.
Barangsiapa yang di antara kalian membunuhnya dengan sengaja maka
dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan
yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian.’ (QS. Al Maidah : 59)
Dan juga tentang seorang istri dengan suaminya :
‘Dan jika kalian khawatirkan ada
persengketaan antara keduanya maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.’ (QS. An Nisa’ : 35)
Maka aku sumpah kalian dengan nama
Allah, manakah yang lebih baik kalau mereka berhukum dengan manusia
untuk memperbaiki hubungan antara mereka dan untuk menahan darah mereka
agar tidak tertumpah atau yang lebih utama hukum yang mereka putuskan
dalam harga seekor kelinci dan seorang wanita? Manakah antara keduanya
yang lebih utama?” Mereka berkata : “Tentu yang pertama.” Aku berkata : “Apakah kalian keluar dari kesalahan ini.” Mereka berkata : “Baiklah.”
Aku berkata : “Adapun ucapan kalian,
dia (Ali) tidak mau mengambil tawanan dan ghanimah (rampasan perang).
Apakah kalian akan menawan ibu kalian, Aisyah?
Demi Allah, kalau kalian berkata, dia bukan ibu kami, berarti kalian
telah keluar dari Islam. Dan demi Allah, kalau kalian berkata, kami
tetap akan menawannya dan menghalalkan (kemaluan)nya untuk digauli
seperti wanita lain (karena dengan demikian ibu kita, Aisyah berstatus
budak dan budak hukumnya boleh digauli oleh pemiliknya, pent.), berarti
kalian telah keluar dari Islam. Maka kalian berada di antara dua
kesesatan, karena Allah telah berfirman :
‘Nabi itu lebih utama bagi orang-orang Mukmin dari diri-diri mereka sendiri. Dan istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka.’ (QS. Al Ahzab : 6)
Maka apakah kalian keluar dari kesalahan ini?” Mereka berkata : “Baiklah.”
Aku berkata : “Adapun ucapan kalian,
dia telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin. Aku akan
membuat contoh dengan orang yang kalian ridhai, yaitu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada perjanjian Hudaibiyah, beliau
berdamai dengan kaum musyrikin. Abu Sufyan bin Harb dan Suhail bin
‘Amr. Beliau berkata kepada Ali : ‘Tulis untuk mereka sebuah tulisan yang berbunyi : Ini apa yang telah disepakati oleh Muhammad Rasulullah. Maka kaum musyrikin berkata : ‘Demi Allah, kami tidak mengakuimu sebagai Rasulullah. Kalau kami mengakuimu sebagai Rasulullah, untuk apa kami memerangimu?!’ Maka beliau berkata : ‘Ya Allah, Engkau yang tahu aku adalah Rasul-Mu. Hapuslah kata itu, hai Ali!’ (HR. Bukhari nomor 2699 dan Muslim nomor 1783). Dan tulislah : ‘Ini apa yang disepakati oleh Muhammad bin Abdullah.’
Maka demi Allah, tentu Rasulullah lebih baik dari Ali, tapi beliau sendiri menghapus gelar itu dari dirinya hari itu.”
Ibnu Abbas berkata : “Maka bertaubatlah 2000 (dua ribu) orang dari
mereka dan selainnya tetap memberontak, maka mereka pun akhirnya
dibunuh.” (Talbis Iblis halaman 116-119)
Dari kisah di atas tadi kita bisa mengambil beberapa point yang menerangkan bahwa di antara sifat orang Khawarij adalah :
1. Jahil Terhadap Fiqih dan Syari’at Islam
Ini tampak dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Mereka membaca Al Qur’an tapi tidak melewati kerongkongan mereka.” (HR. Bukhari nomor 3610 dan Muslim nomor 4351)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa mereka
banyak membaca Al Qur’an tetapi beliau sendiri mencela mereka, mengapa
demikian? Karena mereka tidak paham tentang Al Qur’an. Mereka mencoba
memahami sendiri Al Qur’an dengan akal-akal mereka. Mereka enggan
belajar kepada para shahabat. Maka dari itu Ibnu Abbas berkata : “Aku
datang dari sisi kaum Muhajirin dan Anshar serta menantu Nabi. Al
Qur’an turun kepada mereka. Dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya
dari kalian.” Dan : “Al
Qur’an turun kepada mereka, tapi tidak ada seorang pun dari mereka yang
ikut bersama kelompok kalian, sedangkan mereka adalah orang yang
paling tahu tentang tafsirnya.”
Maka hendaknya seseorang itu merasa takut kepada Allah kalau dia
menafsirkan ayat seenak perutnya tanpa di dasari keterangan dari para
ulama Ahli Tafsir yang berpemahaman Salaf.
Dan penangkal penyakit ini adalah dengan belajar. Bukan dengan
berlagak pintar. Maka belajarlah, karena para Shalafush Shalih adalah
orang-orang yang rajin belajar. Alangkah celakanya orang yang baru
belajar beberapa saat kemudian menyatakan dirinya sebagai ulama, ahli
hadits, faqih, mujtahid, ? dan seterusnya.
Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : Imam An Nawawi berkata : “Yang
dimaksud adalah mereka tidak mendapat bagian kecuali hanya melewati
lidah mereka saja dan tidak sampai kepada kerongkongan mereka, terlebih
lagi hati-hati mereka. Padahal yang dimaukan adalah mentadabburinya
(memperhatikan dan merenungkan dengan teliti) agar sampai ke hati.”
(Fathul Bari : 12/293)
2. Mereka Adalah Orang-Orang Yang Melampaui Batas Dalam Beribadah
Ini tampak dari keterangan Ibnu Abbas tentang mereka bahwa mereka
adalah orang-orang yang hitam jidatnya, pucat wajahnya karena seringnya
begadang di waktu malam, ? dan seterusnya.
Dan juga diterangkan oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Akan datang suatu kaum pada kalian
yang kalian akan merendah bila shalat kalian dibandingkan dengan shalat
mereka, puasa kalian dibandingkan dengan puasa mereka, amal-amal
kalian dibanding dengan amal-amal mereka. Mereka membaca Al Qur’an
(tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama ini
seperti lepasnya anak panah dari buruan.” (HR. Bukhari nomor 5058 dan Muslim nomor 147/1064)
Mereka melampaui batas dalam beribadah hingga terjerumus ke dalam bid’ah. Mereka tidak tahu bahwa : “Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah.”
“Ini adalah ucapan emas. Telah shahih dari beberapa shahabat di antaranya : Abu Darda’ dan Ibnu Mas’ud.
Ubay bin Ka’ab berkata : ‘Sesungguhnya
sederhana di jalan ini dan (di atas) sunnah itu lebih baik daripada
bersungguh-sungguh tapi menentang jalan ini dan sunnah. Maka lihatlah
amalan kalian jika dalam keadaan bersungguh-sungguh atau sederhana
hendaknya di atas manhaj (cara pemahaman dan pengamalan) para Nabi dan
sunnah mereka.’
Ini adalah ucapan yang memberikan keagungan bagi seorang Muslim yang
ittiba’ (mengikuti) secara benar dalam amalan-amalan dan
ucapan-ucapannya sehari-hari.
Ucapan ini diambil dari beberapa hadits di antaranya :
‘Janganlah kalian melampaui batas dalam agama ini.’
‘Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu (terus-menerus) walau sedikit’.” (HR. Bukhari 1/109 dan Muslim nomor 782) [Ilmu Ushulil Bida', Syaikh Ali Hasan halaman 55-56]
Seorang Alim Ahli Al Qur’an, Muhammad Amin Asy Syinqithi berkata
dalam Adlwa’ul Bayan 1/494 : “Para ulama telah menyatakan bahwa
kebenaran itu berada di antara sikap melampaui batas dan sikap
meremehkan. Dan itu adalah makna ucapan Mutharrif bin Abdullah :
‘Sebaik-baik urusan adalah yang tengah-tengah. Kebaikan itu terletak antara dua kejelekan.’
Dan dengan itu, kamu tahu bahwa orang yang berhasil menjauhi kedua
sifat itu telah mendapat hidayah.” Ucap Syaikh Ali Hasan dalam buku
Dhawabith Al Amr bil Ma’ruf wan Nahyi ‘Anil Munkar ‘inda Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah halaman 9.
3. Menghalalkan Darah Kaum Muslimin dan Menuduh Mereka Sebagai Orang Yang Telah Kafir
Sifat ini sudah melekat kental pada mereka. Tapi yang mengherankan,
mereka malah bersikap adil terhadap orang-orang kafir. Imam Ibnul Jauzi
berkata :
Di perjalanan, orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabbab maka mereka berkata : “Apakah engkau pernah mendengar dari ayahmu sebuah hadits yang dia dengar dari Rasulullah?” Dia menjawab : “Ya,
aku mendengar ayahku berkata : ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berbicara tentang fitnah. Yang duduk lebih baik daripada
yang berdiri. Dan yang berjalan lebih baik daripada yang berlari. Maka
jika engkau mendapati masa seperti itu, jadilah engkau seorang hamba
Allah yang terbunuh’.” (HR. Ahmad 5/110, Ath Thabrani nomor 3630, dan hadits ini memiliki beberapa syawahid)
Mereka berkata : “Apakah engkau mendengar ini dari ayahmu yang dia sampaikan dari Rasulullah?” Dia menjawab : “Ya.”
Maka mereka membawanya ke tepi sungai kemudian mereka penggal
lehernya. Maka muncratlah darahnya seakan-akan dua tali sandal.
Kemudian mereka membelah perut budak wanitanya yang sedang hamil.
Dan ketika mereka melewati sebuah kebun kurma di Nahrawan, jatuhlah
sebuah. Maka salah seorang mereka mengambilnya dan memasukkannya ke
dalam mulutnya. Maka temannya berkata : “Engkau telah mengambilnya dengan cara yang tidak benar dan tanpa membayar.”
Kemudian dia memuntahkannya. Dan salah seorang mereka ada yang
menghunuskan pedangnya dan mengibaskannya, kemudian lewatlah seekor
babi milik ahli dzimmah (kafir yang membayar jizyah) dan dia
membunuhnya. Mereka berkata : “Ini adalah perbuatan merusak di muka bumi.” Kemudian dia menemui pemiliknya dan membayar harga babi itu. (Talbis Iblis halaman 120-121)
Pelaku Dosa Besar Tidak Menjadi Kafir
Ini adalah i’tiqad (keyakinan) Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan Khawarij
dalam hal ini menyelisihi Ahlus Sunnah. Mereka menyatakan bahwa orang
yang melakukan dosa besar seperti berzina, mencuri, minum khamr, dan
sejenisnya telah kafir. Ini bertentangan dengan ayat :
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa orang yang menyekutukan Allah. Dan Dia mengampuni yang selain itu
bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An Nisa’ : 48)
“Dan Allah mengabarkan bahwa Dia tidak mengampuni dosa itu (syirik) bagi orang yang belum bertaubat darinya.” (Kitabut Tauhid, Syaikh Shalih Fauzan halaman 9)
“Dalam ayat ini ada bantahan kepada
orang-orang Khawarij yang menganggap kafir karena melakukan dosa-dosa.
Dan juga bantahan bagi Mu’tazilah yang menyatakan bahwa pelaku dosa
besar itu kekal di dalam neraka. Dan mereka (para pelaku dosa besar)
menurut mereka (Mu’tazilah) bukan Mukmin dan bukan kafir.” (Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman halaman 78)
4. Mereka Adalah Orang Yang Muda dan Buruk Pemahamannya
Ini diambil dari hadits :
“Akan keluar di akhir jaman suatu
kaum yang muda-muda umurnya. Pendek akalnya. Mereka mengatakan ucapan
sebaik-baik manusia. Mereka membaca Al Qur’an tapi tidak melewati
kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak
panah dari buruannya.” (HR. Bukhari nomor 3611 dan Muslim nomor 1066)
Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : “Ahdatsu Asnan artinya bahwa mereka itu para pemuda. Dan Sufaha’ul Ahlam artinya akal mereka jelek.” Imam An Nawawi berkata : “Kemantapan dan bashirah yang kuat akan muncul ketika usia mencapai kesempurnaan.” (Fathul Bari 12/287)
Dibunuhnya Ibnu Muljam (Tokoh Khawarij Yang Membunuh Ali)
Imam Ibnul Jauzi berkata : “Ketika Ali telah wafat, dikeluarkanlah Ibnu Muljam untuk dibunuh. Maka Abdullah bin Ja’far
memotong kedua tangannya dan kakinya, tapi dia tidak berteriak dan
tidak berbicara, kemudian matanya dipaku dengan paku panas, dia juga
tetap tidak berteriak bahkan dia membaca surat Al ‘Alaq sampai habis
dalam keadaan darah mengalir dari dua matanya. Dan ketika lidahnya akan
dipotong barulah dia berteriak, maka ditanyakan kepadanya : ‘Mengapa engkau berteriak?’ Dia berkata : ‘Aku tidak suka kalau aku mati di dunia dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah.’ Dan dia adalah orang yang keningnya berwarna kecoklatan karena bekas sujud. Semoga Allah melaknatnya.” (Talbis Iblis halaman 122)
Beliau berkata lagi : “Mereka memiliki kisah-kisah yang panjang dan
madzhab-madzhab yang aneh. Aku tidak ingin memperpanjangnya karena yang
dimaukan di sini adalah untuk melihat bagaimana iblis menipu
orang-orang yang dungu itu. Yang mereka beramal dengan keadaan mereka
dan mereka meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pihak yang salah
dan orang-orang yang bersama dengannya dari kalangan Muhajirin dan
Anshar. Dan hanya mereka saja yang berada di atas kebenaran.
Mereka menghalalkan darah anak-anak tetapi menganggap tidak boleh
memakan buah tanpa membayar harganya. Mereka bersusah-susah dalam ibadah
dan begadang. Ibnu Muljam berteriak ketika akan dipotong lidahnya
karena takut tidak berdzikir. Mereka menganggap halal untuk memerangi
Ali.
Kemudian mereka menghunuskan pedang-pedang mereka kepada kaum
Muslimin. Dan tidak ada yang mengherankan dari merasa cukupnya mereka
dengan ilmu mereka dan meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari Ali.
Dzul Khuwaishirah telah berkata kepada Nabi : ‘Berbuat adillah, karena engkau tidak adil.’ Dan
iblislah yang menunjuki mereka kepada kehinaan ini. Kita berlindung
kepada Allah dari ketergelinciran.” (Talbis Iblis halaman 123)
Firqah-Firqah Khawarij
Imam Ibnul Jauzi berkata : Haruriyah (nama lain dari Khawarij, pent.) terbagi menjadi dua belas kelompok.
Pertama, Al Azraqiyah, mereka berkata : “Kami tidak tahu seorang pun yang Mukmin.” Dan mereka mengkafirkan kaum Muslimin (Ahli Qiblat) kecuali orang yang sepaham dengan mereka.
Kedua, Ibadhiyah, mereka berkata : “Siapa yang menerima pendapat kita adalah orang yang Mukmin dan siapa yang berpaling adalah orang munafik.”
Ketiga, Ats Tsa’labiyah, mereka berkata : “Sesungguhnya Allah tidak ada menetapkan Qadha dan Qadar.”
Keempat, Al Hazimiyah, mereka berkata : “Kami tidak tahu apa iman itu. Dan semua makhluk akan diberi udzur[1].”
Kelima, Khalafiyah, mereka berkata : “Pria atau wanita yang meninggalkan jihad berarti telah kafir[2].”
Keenam, Al Mujarramiyah, mereka berpendapat : “Seseorang
tidak boleh menyentuh orang lain, karena dia tidak tahu yang suci
dengan yang najis. Dan janganlah dia makan bersama orang itu hingga
orang itu bertaubat dan mandi[3].”
Ketujuh, Al Kanziyah, mereka berpendapat :
“Tidak pantas bagi seseorang untuk memberikan hartanya kepada orang
lain karena mungkin dia bukan orang yang berhak menerimanya. Dan
hendaklah dia menyimpan harta itu hingga muncul para pengikut
kebenaran.”
Kedelapan, Asy Syimrakhiyah, mereka berpendapat : “Tidak mengapa menyentuh wanita ajnabi (yang bukan mahram) karena mereka adalah rahmat[4].”
Kesembilan, Al Akhnashiyah, mereka berpendapat : “Orang yang mati tidak akan mendapat kebaikan dan kejelekan setelah matinya.”
Kesepuluh, Al Muhakkimiyah, mereka berkata : “Siapa yang berhukum kepada makhluk adalah kafir.”
Kesebelas, Mu’tazilah dari kalangan Khawarij, mereka berkata : “Samar bagi kami masalah Ali dan Mu’awiyah maka kami berlepas diri dari dua kelompok itu.”
Kedua belas, Al Maimuniyah, mereka berpendapat : “Tidak ada iman, kecuali dengan restu orang-orang yang kami cintai.” (Talbis Iblis halaman 32-33)
Harakah-harakah Islam dewasa ini juga banyak terkena fikrah
(pemikiran) seperti ini. Mereka menganggap kaum Muslimin yang tidak
sepaham dengan mereka sebagai orang-orang yang telah murtad dari agama
Allah. Dan yang parahnya juga mereka membolehkan untuk mencuri barang
milik selain kelompok mereka dengan alasan “ini harta orang kafir (fa’i).”
Tetapi ketika dakwah Salafiyah muncul dan kemudian menyerang dan meluluhlantakkan mereka, mereka pun sekarang berkata : “Kami juga salafi, ya akhi. Kami juga Ahlus Sunnah.” Ini mirip dengan seperti yang dikatakan oleh penyair :
…….Semua mengaku memiliki hubungan dengan Laila
…….Tapi, Laila sendiri tidak mengakuinya
Maka hendaknya seseorang itu melihat kembali dan mengoreksi langkah
dakwah yang dia tempuh selama ini. Dan hendaknya dia kembali kepada
manhaj Salaf dalam Aqidah dan Manhaj. Dan itu akan didapat dengan
belajar serta memohon bimbingan dari Allah. Atau kalau tidak, dia akan
menjadi seperti yang dikatakan oleh Allah :
Katakanlah : “Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi : 103-104)
Dan amalannya hanya akan menjadi amalan yang meletihkan saja, sebagaimana firman Allah :
“Amalan yang meletihkan.” (QS. Al Ghasyiyah : 3)
Maka hendaknya seseorang itu berhati-hati dalam bekerja. Hendaknya
dia sadar kalau amalannya akan menjadi sia-sia dan tidak berguna. Dan
jadilah dia orang yang merugi di akhirat. Mari kita ajak mereka dengan
tegas : “Kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para Salaf umat ini.”
Bolehkah Seseorang Memerangi Khawarij
Imam Al Barbahari berkata :
“Dihalalkan memerangi Khawarij bila mereka menyerang kaum Muslimin,
membunuh mereka, merampas harta, dan mengganggu keluarga mereka.” (Halaman 78)
Penutup
Sebagai penutup pembicaraan tentang Khawarij, saya akan membawakan
sebuah kisah tentang taubatnya seorang Khawarij. Kisah ini diriwayatkan
oleh Imam Al Lalika’i, setelah beliau membawakan sanadnya, beliau
berkata : Muhammad bin Ya’qub Al Asham berkata : “Pernah ada dua orang
Khawarij thawaf di Baitullah maka salah seorang berkata kepada temannya : ‘Tidak ada yang masuk Surga dari semua yang ada ini kecuali hanya aku dan engkau saja.’ Maka temannya berkata : ‘Apakah Surga yang diciptakan Allah seluas langit dan bumi hanya akan ditempati oleh aku dan engkau?’ Temannya berkata : ‘Betul.’ Maka temannya tadi berkata : ‘Kalau begitu, ambillah Surga itu untukmu.’ Maka
orang itu pun meninggalkan paham Khawarijnya.” (Syarah Ushul I’tiqad
Ahlus Sunnah wal Jamaah 7/1234, tahqiq DR. Ahmad Sa’ad Hamdan nomor
2317)
Allahu A’lam Bish Shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar